nusabali

Sejumlah Desa Adat Tak Buat Ogoh-ogoh

Suasana Pandemi dan Terbelit Masalah Ekonomi

  • www.nusabali.com-sejumlah-desa-adat-tak-buat-ogoh-ogoh

Dalam pengarakan Ogoh-ogoh, jumlah krama yang terlibat dan menonton tak bisa diprediksi.

TABANAN, NusaBali

Sejumlah desa adat di Kabupaten Tabanan sepakat tak membuat atau menggelar pengarakan Ogoh-ogoh saat malam Pangrupukan, serangkaian Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1944, Kamis (3/3) mendatang. Langkah ini diambil meskipun Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali mengizinkan pembuatan dan pawai Ogoh-ogoh.

Minggu (16/1), Bendesa Adat Kota Tabanan I Gusti Ngurah Siwa Genta mengatakan sejumlah alasan tak membuat dan mengarak Ogoh-ogoh itu, antara lain,  masih ada kasus Covid-19 dan ekonomi masyarakat belum stabil. Ditambah lagi, dalam surat MDA Provinsi Bali ditegaskan pawai ogoh-ogoh harus melibatkan peserta terbatas. Sedangkan, dalam pengarakan Ogoh-ogoh, jumlah krama yang terlibat dan menonton tak bisa diprediksi.

Desa adat yang tak membuat Ogoh-ogoh yakni Desa Adat Kebon Tingguh  di Kecamatan Tabanan, Desa Adat Yeh Gangga di Kecamatan Tabanan, Desa Adat Kota Tabanan di Kecamatan Tabanan, dan Desa Adat Banjar Anyar di Kecamatan Kediri.

Bendesa Adat Kota Tabanan I Gusti Ngurah Siwa Genta menjelaskan, keputusan tak membuat dan melaksanakan pengarakan ogoh-ogoh sudah final. Ini menyusul kesepakatan bersama dengan 24 banjar di Desa Adat Kota Tabanan. "Kami sudah gelar paruman yang melibatkan kelian banjar adat dan yowana di 24 banjar adat Kota Tabanan," tegasnya.

Menurutnya, alasan lain tak membuat dan pengarakan Ogoh-ogoh, yakni perlu ada swab PCR hingga menimbulkan biaya besar. Di sisi lain,  ekonomi masyarakat di tengah pandemi masih belum stabil. "Jadi, kami di sini utamakan kesehatan dulu. Kalau nanti kondisi sudah baik, kami akan akomodir dan dukungan para pemuda untuk buat dan mengarak Ogoh-ogoh," katanya.

Siwa Genta menyebutkan respon pemuda terhadap keputusan yang telah diambil Desa Adat Kota Tabanan ini, sudah diterima dengan baik. Mereka menerima dengan legowo keputusan tersebut. Dari pada nanti adanya keputusan berubah terhadap pengarakan atau pembuatan ogoh-ogoh hingga membuat kecewa para pemuda. "Seperti tahun lalu, banyak pemuda yang sudah buat Ogoh-ogoh, kemudian ada larangan pengarakan, sehingga banyak Ogoh-ogoh sudah jadi dibungkus. Kami tidak mau lagi ada kecewa seperti ini," tandas Siwa Genta.

Hal senada disampaikan Bendesa Adat Kebon Tingguh Ida Bagus Nyoman Trisika. Meskipun adanya SE dari MDA Provinsi Bali yang mengizinkan dan menggelar pengarakan Ogoh-ogoh saat hari Pengerupukan mendatang, namun SE tersebut dirasa repot untuk dijalankan. Sebab bahasa dalam SE yang dikeluarkan itu ada banyak batasan. ‘’Kami tak mau ada masalah di bawah nantinya,  sehingga diputuskan untuk tidak buat," jelasnya.

Kata dia, keputusan ini sudah disepakati bersama dengan tujuh banjar adat di Desa Adat Kebon Tingguh, Minggu (15/1). Karena berbagai pertimbangan, serta usulan dari pemuda untuk tidak mengadakan, diputuskan final Desa Adat Kebon Tingguh tak membuat dan mengarak Ogoh-ogoh. "Lagi pula inti acara saat pangrupukan ini adalah upacara Mabuu-buu (pembersihan), meskipun tak ada pengarakan Ogoh-ogoh upacara tetap berjalan," terang Trisika.

Jelas dia, dalam SE tersebut ada semacam bahasa ‘peraturan bisa sewaktu-waktu bisa dicabut, jika kasus kembali meningkat’. "Bisa masalah lagi dengan masyarakat jika Ogoh-ogoh sudah selesai dibuat, tapi tak bisa diarak," tandasnya. *des

Komentar