nusabali

Penjahit yang Jadi Birokrasi, Sempat Menjabat Kadisdik Bangli

Drs I Nyoman Sukra, Ketua PHDI Bangli

  • www.nusabali.com-penjahit-yang-jadi-birokrasi-sempat-menjabat-kadisdik-bangli

BANGLI, NusaBali
Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Bangli, Drs I Nyoman Sukra, 71, adalah mantan guru. Mengawali karir sebagai guru SD selama 16 tahun (1974-1990).

Selanjutnya dari tahun 1990-2001 atau selama 11 tahun mengabdi sebagai guru agama Hindu di SMAN 1 Bangli. Karir Nyoman Sukra ‘naik daun’, dipercaya sebagai Kadis Pendidikan Kabupaten Bangli. Sebelum menjadi birokrat, cita-citanya jadi sopir truk dan sempat menjadi penjahit pakaian. 

Hidup di keluarga kurang mampu, Nyoman Sukra tak pernah punya angan-angan jadi guru. Cita-citanya menjadi sopir truk. Alasannya sederhana, sang ayah, I Wayan Degeng (alm) seorang sopir truk di Klungkung. Menjadi sopir truk sering bepergian dan penghasilannya lumayan. Nyoman Sukra ingin seperti ayahnya jadi sopir truk.  “Hanya sopir truk waktu itu cukup punya uang,” ungkap Nyoman Sukra, Sabtu (1/1).

Kisah hidup Nyoman Sukra berubah. Tahun 1963, ayahnya meninggal. Saat itu dia masih SMP. Kepergian ayahnya membuat keluarga menderita. Apalagi saat itu Gunung Agung meletus menyebabkan perekonomian masyarakat terpuruk. “Dua dari tiga adik saya hanya SD, tidak bisa melanjutkan sekolah karena kami miskin,” kenang Nyoman Sukra. Peliknya hidup, membuat Nyoman Sukra turut bekerja munuh di Pasar Bangli. Tidur juga di pasar karena rumahnya rusak. Di sela-sela munuh itu, Nyoman Sukra belajar menjarit secara otodidak. Setelah terampil, bekerja sebagai penjahit. Di antara pelanggannya adalah anggota polisi di Polres Bangli. “Ongkosnya kadang barter dengan beras,” kenang Nyoman Sukra. 

Meski dalam kondisi berat, dia akhirnya bisa menamatkan sekolah di SMPN 1 Bangli tahun 1966. Suatu hari datang I Wayan Jenar, temannya dari Pengembungan, Tembuku, Bangli dengan tujuan menjarit pakaian. Saat itu Jenar menanyakan tujuan sekolah setamat SMP, Nyoman Sukra menyatakan tak melanjutkan sekolah karena tidak punya biaya. Sudah merasa cukup sebagai penjahit. Jenar menyayangkan keputusan Nyoman Sukra. Jenar menyarankan sekolah guru (SPG) di Klungkung dengan ikatan dinas. Nyoman Sukra mengikuti saran temannya, walau sempat jeda setahun. “Saya bersemangat lagi,” kata Nyoman Sukra. Tahun 1974 tamat SPG, Nyoman Sukra diangkat pertama kali sebagai guru SD di Kintamani. 

Pengalaman menjadi guru SD dan guru agama Hindu di SMAN 1 Bangli, Nyoman Sukra mendapat tugas tambahan sebagai Koordinator Penyuluh Lapangan Agama Hindu di Bangli selama tiga tahun (1987-1990). Pada 2001, karir Nyoman Sukra naik daun karena dipercaya sebagai Kadis Pendidikan. Selama dua tahun sebagai Kadisdik Bangli, dimutasi menjadi Kadis Kependudukan Catatan Sipil dan Keluarga Berencana (2004-2010). Tahun 2013, dipercaya menjadi Ketua Harian PHDI Kabupaten Bangli. 

Sebelum dipercaya sebagai Ketua PHDI Bangli, suami Ni Wayan Sucitawati ini sudah aktif di PHDI sebagai sekretaris, mendampingi Sang Made Kaler (alm) sebagai ketua. “Beliau (Sang Made Kaler, red) sangat disiplin, tegas, dan punya prinsip,” kenang Nyoman Sukra tentang sosok pendahulunya. Sang Made Kaler bersama tokoh Hindu lainnya terjun melakukan pembinaan dengan segala keterbatasan. Tokoh-tokoh itu di antaranya Anak Agung Bagus Ardhana dari Puri Bangli dan I Gusti Ketut Punia (alm) dari Bebalang, Bangli. “Ketiganya panutan, disiplin, dan punya prinsip yang tegas,” kata Nyoman Sukra.

Nyoman Sukra menuturkan, melakukan pembinaan ke pelosok desa menggunakan kendaraan milik Anak Agung Bagus Ardhana. Tak jarang tokoh-tokoh tersebut, termasuk Sukra, patungan membeli bahan bakar minyak (BBM). “Saat jalanan menurun, kendaraan dimatikan untuk mengirit bensin,” kenang Nyoman Sukra. Bagi Nyoman Sukra, tidak ada agama memberatkan hidup. Justru menjadikan hidup lebih mulia. “Fokus pada kegiatan keagamaan, sesuaikan dengan kondisi dan kemampuan, tidak ada agama yang memberatkan umat,” tutur ayah Ni Luh Putu Sri Adnyani Dewi dan Ni Luh Komang Sri Aryani Dewi ini. 7 k17

Komentar