nusabali

Bulutangkis Indonesia Menebar Benih Kekuatan di Dunia

PROYEKSI 2022: Bidang OLAHRAGA

  • www.nusabali.com-bulutangkis-indonesia-menebar-benih-kekuatan-di-dunia

DENPASAR, NusaBali
DI pengujung 2021, jagat bulutangkis dikejutkan keberhasilan pemain Singapura, Loh Kean Yew, 24, yang tampil sebagai juara nomor bergengsi tunggal putra dalam kejuaraan dunia di Huelva, Spanyol.

Loh Kean Yew pun jadi orang Singapura yang meraih gelar juara dunia bulutangkis sepanjang sejarah. Dalam kejuaraan dunia yang berakhir 19 Desember 2021 itu, Loh Kean Yew mampu mengalahkan sederet pebulutangkis papan atas, seperti Viktor Axelsen dan Anders Antonsen (dari Denmark) hingga Kidambi Srikanth (India). Pemain kelahiran Penang, Malaysia ini sukses memanfaatkan absennya pebulutangkis nomor satu dunia Kento Momota (dari Jepang) hingga Antony Sinisukan Ginting dan Jonatan Christie (dari In-donesia).

Sebelum jadi juara dalam turnamen bertajuk ‘BWF World Chamionships 2021’ tersebut, Loh Kean Yew juga sempat menjuarai Hylo Open 2021, Dutch Open 2021, dan Thailand Masters 2019. Selain itu, Loh Kean Yew juga menjadi runner-up beberapa turnamen bulutangkis, seperti Indonesia Open 2021, Russian Open 2019, Hyderabad Open 2019, dan Swedish Open 2019.

Bukan hanya pemain tnggal putra Singapura yang bikin lompatan luar biasa dalam kejuaraan dunia di Huelva. Negara ASEAN lainnya, Thailand, juga untuk pertama kalinya merebut gelar juara dunia dari nomor nomor ganda campuran, melalui pasangan Dechapol Puavaranukroh/Sapsiree Taerattanachai.

Keberhasilan Dechapol/Sapsiree sebetulnya tidak terlalu mengejutkan. Sebab,  mereka adalah pasangan ganda campuran nomor satu dunia. Pasangan Thailand ini sebelumhya sapu bersih tiga gelar juara dari Indonesia Badminton Festival (IBF) di Nusa Dua, Kecamatan Kuta Selatan, Badung, 16 November hingga 5 Desember 2021: Indonesia Masters, Indonesia Open, dan BWF World Tour Finals 2021. Mereka membuat mati kutu pasangan terbaik Indonesia, yakni Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti.

Catatan kedigjayaan bulutangkis Asia Tenggara tahun ini juga diwarnai sukses Indonesia meraih gelar Piala Thomas 2020, lambang supremasi kejuaraan beregu putra. Indonesia jawara setelah melindas China 3-0 dalam laga final di Denmark, Agustus 2021 lalu. Sayangnya, dalam kejuaraan Piala Uber---lambang supremasi bulutangkis beregu putri---, Indonesia kandas di perempatfinal usai dikalahkan Thailand 2-3. Tim Thailand sendiri akhirnya gagal di semifinal, usai digebuk China 0-3.

Contoh sukses pemain Singapura maupun Thailand menerobos jajaran pemain dunia tak lepas dari tangan dingin pelatih asal Indonesia, Mulyo Handoyo. Mantan pelatih Taufik Hidayat ini sangat berperan memoles Loh Kean Yew. Sebelumnya, Mulyo Handoyo sukses membawa Taufik Hidayat meraih medali emas Olimpiade Athena 2004 . Mulyo Handoyo juga yang sukses melahirkan pemain-pemain top dari India, seperti Kidambi Srikanth, Saina Nehwal, dan PW Sindu.

Selain Mulyo, pelatih asal Indonesia lainnya, Rexy Mainaky dan Nunus Soebandoro, juga sukses mendandani para pemain Thailand. Kini, Rexy akan balik ke Malaysia, sementara Mulyo akan kembali ke India. Sebaliknya, adik Rexy, yakni Riony Mainaky, juga sempat sukses mengembalikan kedigjayaan Jepang lewat Kento Momota cs, sebelum pulang ke tanah air.

Bahkan, pada Olimpiade Tokyo 2020 lalu, pertandingan cabang bulutangkis menjadi ajang ‘pertempuran’ para pelatih asal Indonesia. Menurut mantan bintang bulutangkis Indonesia, Hariyanto Arbi, keberhasilan pemain tak terlepas dari kehe-batan pelatihnya. Saat ini, kata dia, setidaknya ada 25 pelatih bulutangkis asal Indonesia tersebar di 12 negara.

Pelatih bulutangkis Indonesia di luar negeri itu, antara lain, Hargiono (di Luxembourg), Wisnu Haryo Saputra (Italia), Teguh Santoso (Finlandia), Indra Bagus Ade Chandra (Belgia), Vidre Wibowo dan Agus Miming (Prancis), Teddy Setiadi, Ro-nni Rontolalu, dan Sandiarto (Kanada), Tinton Gustaman (Swiss), Muammar Qadafi (Guatemala, Peru), Harmono Yuwono (Jepang), Victor Wibowo (Taiwan), Mulyo Handoyo (Singapura, India), Edwin Iriawan, Dwi Setiawan, Agus Dwi Santoso (India), Trikusuma Wardhana (China), dan Nunung Soebandoro (Thailand).

"Beberapa lainnya melatih di Malaysia, seperti Indra Wijaya, Hendrawan, Paulus Firman, dan Flandy Limpele. Namun, bisa jadi jumlahnya lebih dari itu,” tandas Hariyanto Arbi, pemegang gelar juara tunggal putra All England 1993 dan 1994 yang sukses membawa Indonesia menjuarai Piala Thomas 1994, 1996, dan 1998 ini.

Sementara, beberapa pemain papan atas dunia asal Indonesia era 1980-an yang juga melatih di luar negeri, antara lain, Ardy B Wiranata, Tony Gunawan, Fung Permadi, dan Minarti Timur. Kini, Ardy B Wiranata jadi pelatih kepala di Kanada, sementara Fung Permadi pernah melatih di Taiwan, dan Tony Gunawan melatih di Amerika Serikat.

Sedangkan pelatih legendaris Tong Sin Fu, 78, pindah kewarganegaraan ke China untuk melahirkan pemain juara dunia seperti Lin Dan dan pasangan Cai Yun/Fu Haifeng. Lalu, Atik Jauhari melanglang buana ke berbagai negara usai mengundurkan diri dari Pelatnas PBSI tahun 2006, seperti Swedia, Thailand, dan India.

Banyak pelatih asal Indonesia menangani tim bulutangkis negara lain atau klub luar negeri, menandakan kualitas mereka sudah diakui dunia. Dari India sampai Guatemala, dari Mauritius sampai Malaysia, banyak nama-nama pelatih Indonesia yang terlibat andil di dalamnya.

Melihat pelatih Indonesia sukses bersama pemain pemain asing, hal itu patut dirayakan sebagai bukti kejeniusan mereka. Namun, tetap ada rasa sedih, karena sukses pelatih Indonesia berarti sukses pemain negara lain. Bahkan, Indonesia kini tak lagi jadi sentra kekuatan bulutangkis dunia. Dalam ajang IBF 2021 di Nusa Dua lalu, prestasi Indonesia kalah mentereng dari Thailand. Bayangkan, dari 15 gelar yang diperebutkan dalam tiga turnamen kelas dunia di Nusa Dua tersebut, Indonesia hanya mampu meraih satu gelar melalui pasangan Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon (di Indonesia Open).

Di final Indonesia Masters dan BWF, Kevin/Marcus kalah dari ganda Jepang Takuro Hoki/Yugo Kobayashi. Sementara, juara ganda putri Olimpiade Tokyo 2020, Greysia Polii/Aprianti, tak meraih satu gelar pun di Nusa Dua. Sempat sekali tembus babak final di Indonesia Open 2021, mereka dipecundangi lawannya. Bandingkan dengan Thailand, yang sabet 3 gelar dari IBF 2021 di Nusa Dua melalui ganda campuran.

Indonesia juga gagal total dalam kejuaraan Piala Sudirman 2021 (lambang supremasi bulutangkis dunia beregu campuran). Indonesia dikalahkan Malaysia 2-3 di babak perempat final. Sedangkan di All England 2021, pemain Indonesia justru dilarang tampil dan dikarantina di hotel selama kejuaraan, karena satu pesawat dengan penderita Covid-19.

Rentetan kegagalan pemain Indonesia bisa jadi karena kekuatan bulutangkis dunia mulai merata. Lalu, muncul pertanyaan, mengapa para pelatih Indonesia yang sukses di luar negeri tidak menjadi bagian dari upaya meraih kejayaan bulutangkis tanah air?

Terlepas rasa nasionalisme itu, sejatinya terkandung cita-cita lebih tinggi: menciptakan kelanggengan bulutangkis di seluruh penjuru dunia. Selain itu, ada harapan meningkatkan kualitas hidup dari dunia olahraga (bulutangkis) bagi para pemain maupun pelatih. Ya, di sinilah Indonesia punya kewajiban menebar benih kekuatan (bulutangkis) di dunia. *

Budi Harminto
Wartawan NusaBali

Komentar