nusabali

Dinobatkan Jadi Pahlawan Lingkungan Berkat Program Plastic Exchange

I Made Janur Yasa, Pria Inovatif Asal Banjar Jangkalan, Desa Batuaji, Keamatan Kerambitan, Tabanan

  • www.nusabali.com-dinobatkan-jadi-pahlawan-lingkungan-berkat-program-plastic-exchange

I Made Janur Yasa gulirkan program ‘Tukar Sampah Plastik dengan Beras’ (Plastic Exchange) sejak Mei 2020. Untuk 1 kilogram sampah plastik yang sulit dikumpulkan, bisa ditukar dengan 1 kilogram beras

TABANAN, NusaBali

Prestasi membanggakan datang dari Banjar Jangkahan, Desa Batuaji, Kecamatan Kerambitan, Tabanan. Salah satu tokoh masyarakat setempat, I Made Janur Yasa, 55, dinobatkan sebagai ‘Pahlawan Lingkungan’ dengan tembus nominasi ‘10 Top CNN Heroes Tahun 2021’. Predikat ini diberikan atas gerakan Made Janur Yasa me-nggulirkan program ‘Tukar Sampah Plastik dengan Beras’.

Penobatan sebagai ‘10 Top CNN Heroes Tahun 2021’ tersebut diterima Made Janur Yasa dari CNN, 12 Desember 2021 lalu. Penobatan dilakukan di Gedung Natural History New York, Amerika Serikat. Penobatan tersebut digelar CNN dalam rangka untuk menghormati orang-orang yang telah memberikan kontribusi luar biasa buat membantu sesama manusia.

Menurut Made Janur Yasa, penobatan sebagai ‘10 Top CNN Heroes Tahun 2021’ itu merupakan buah dari gagasan dan programnya ‘Tukar Sampah Plastik dengan Beras’ (Plastic Exchange). Gerakan Plastic Exchange ini sudah dilakukan sejak Mei 2020 lalu, di tengah situasi pandemi Covid-19. Saat ini, program Plastic Exchange Janur Yasa sudah menyebar ke 200 banjar di seluruh Bali.

Janur Yasa menceritakan, gagasan membuat program Plastic Exchange tersebut bermula dari keprihatinannya terhadap sampah plastik yang kian hari semakin parah. Agar tak terus jadi momok untuk Bali dan dunia, maka dibuatlah terobosan yang dimulai dari desanya sendiri, sekaligus buat membantu kebutuhan masyarakat di tengah pandemi Covid-19.

“Saya mulai berpikir membantu warga di banjar saya dulu (Banjar Jangkahan, Desa Batuaji, Red), untuk ikut berbuat baik bhakti ring ibu pertiwi. Jadi, konsepnya di sini tidak hanya terus memberi. Karena kalau terus diberi, nanti mentalnya bisa jadi pengemis,” terang Janur Yasa saat ditemui NusaBali di kediamannya kawasan Banjar Jangkahan, Desa Batuaji, Kecamatan Kerambitan, Rabu (15/12).

Menurut Janur Yasa, program Plastic Exchange pertama kali dijalankan bersama STT Dwi Tunggal, Banjar Jangkahan. Prakteknya sangat simple, masyarakat tinggal mengumpulkan sampah plastik berbagai jenis. Setelah terkumpul, bisa ditukarkan dengan Sembako.

Ada berbagai kategori sampah plastik yang bisa ditukarkan dengan Sembako, termasuk beras. Untuk sampah plastik kecil yang sulit dikumpulkan, seperti kulit snack dan sedotan, per 1 kilogram mendapatkan 1 poin yang bisa ditukarkan dengan 1 kilogram beras. Bisa juga ditukarkan dengan minyak goreng atau gula.

Sedangkan untuk sampah plastik kategori yang lebih mudah dikumpulkan, seperti ember, karung bekas, dan pipa, per 3 kilogram mendapatkan 1 poin yang bisa ditukarkan dengan 1 kilogram beras. “Saya buat program ini sifatnya tidak memaksa, siapa pun yang bersedia, silakan ikut,” kata alumni Fakultas Teknologi Pertanian Unud kelahiran Tabanan, 12 Februari 1966 ini.

Janur Yasa menyebutkan, saat awal program Plastic Exchange digulirkan, Mei 2020 lalu, polanya agak beda. Setelah terkumpul seluruh sampah yang dibawa masyarakat, barulah STT Dwi Tunggal mencatatnya dan membagikan Sembako sesuai dengan yang dibawa masing-masing.

Janur Yasa sendiri tidak menyangka program Plastic Exchange yang digulirkannya ini menjadi besar. “Saya sangat bersyukur gagasan ini juga didukung oleh sekaa teruna (STT Dwi Tunggal, Red). Mereka semua bergerak,” jelas pekerja swasta yang memiliki restoran menu ‘organik’ di kawasan Desa Sayan, Kecamatan Ubud, Gianyar ini.

Menurut Janur Yasa, dana untuk pembelian sebagai penukar sampah platik, itu murni secara swadaya. Disebutkan, hanya dalam kurun 4 hari pertama program Plastic Exchange digulirkan, 3-6 Mei 2020 lalu, pihaknya sudah harus siapkan 2 ton beras sebagai penukar sampah plastik di desanya.

Yang mengejutkan, kata Janur Yasa, ada seorang warga dengan riwayat tidak beruntung (autis) berhasil mendapatkan beras 44 kilogram dari hasil mengumpulkan sampah plastik. “Saya sampai menangis mendengarkan, karea terharu. Saya sangat bersyukur karena masyarakat sudah mau peduli terhadap lingkungan,” tandas ayah 3 anak dari pernikahannya dengan Hillary Ellen Kane ini.

Lalu, diapakan sampah plastik yang dihimpun dari masyarakat? Versi Janur Yasa, khusus sampah jenis botol plastik, dijual kepada pemulung. Kemudian, uang hasil penjualan diberikan kepada STT Dwi Tunggal untuk digunakan kas. Sedangkan untuk sampah plastik yang tidak bisa dijual, Janur Jaya masih melakukan penjajakan mesin pencacah sampah buat dijadikan minyak di kawasan Ubud.

Jika belum bisa mendapatkan mesin pencacah, kata Janur Yasa, sampah yang sudah terkumpul dan tidak bisa diuangkan itu rencananya akan dibuang ke TPA Mandung. “Untuk sementara, sampah plastik yang tidak bisa dijual masih ditimbun,” katanya.

Janur Yasa menyebutkan, kegiatan Plastic Exchange yang dilakukannya ini tidak hanya berlangsung sesaat, tetapi berkelanjutan. Selain bisa ditukarkan dengan Sembako, sampah plastik dalam jangka panjang bisa ditukarkan dengan pakaian, bahkan perhiasan.

“Sekarang saya sedang mencari sponsor untuk bisa tukarkan sampah plastik dengan pakaian. Saya ingin kegiatan ini tidak dilakukan hanya sesaat, tetapi terus berkelanjutan sembari mengedukasi masyarakat,” tegas pria inovatif yang pernah ikut Outward Bound Amerika Serikat dan Tim SAR Bali ini.

Menurut Janur Yasa, program Plastic Exchange yang digulirkannya ini sangat diapresiasi masyarakat. Buktinya, masyarakat Banjar Jangkahan dan Banjar Penulisan di Desa Batuaji getol bergerak mencari sampah plastik. Mereka tidak hanya mencari sampah plastik di lingkungan rumah, tapi juga di tegalan. “Semua terlibat. Selain karena ingin dapat Sembako, masyarakat juga termotivasi menjaga lingkungan sekitar, minimal di pekarangan rumah.” *des

Komentar