nusabali

Imunitas Humoral dalam Budaya

  • www.nusabali.com-imunitas-humoral-dalam-budaya

David Premack, profesor psikolog Universitas Pennysylvania Amerika Serikat, menggagas sebuah prinsip penting, yaitu prinsip Premack. Secara klasik, penguatan terhadap perilaku yang kurang diminati dapat diperkuat melalui keterlibatan dalam perilaku yang lebih diinginkan.

Misalnya, orangtua atau pengasuh cenderung menggunakan cara klise, kalau tak makan sayur es krim bakalan tak ada; kalau tidak membuat tugas tak akan diijinkan bermain games, suatu aturan ‘nenek-nenek’! 

Aturan nenek-nenek menyebut sayuran amat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan atau es krim amat diminati oleh anak. Sedangkan, aturan milenial berbeda dengan yang klise, yaitu ikatan mati dipinggirkan ide merdeka, cara tradisional tergeser teknologi milenial, komik dinafikan oleh unduhan dari telpon genggam.  Kalau prinsip klise ini dipaksakan, perilaku akan tidak sesuai harapan atau bahkan konter-produktif! 

Memang, prinsip Premack memiliki keterbatasan, tanggapan amat bergantung pada konteks, pilihan individu berfrekuensi tinggi lebih memenuhi libido, sesendok sayuran tidak sama dengan satu jam bermain elektronik! Saat dimana virus corona bermutasi produktif, ketiga faktor, yaitu prokes, cuci tangan dan jaga jarak mesti disempurnakan. Kerumunan harus dihindari dengan cerdas, kebersihan diri merupakan kewajiban, pelebaran jarak harus diyakini dengan benar. Ketiga faktor hanya dapat membentuk sistem imunitas bawaan yang primitif. Sistem imunitas primitif harus diperkuat dengan sistem imunitas vertebrata agar lebih efektif. Dengan penguat demikian, imunitas humoral akan memproduksi antibodi dan proses aksesorinya. 

Apakah antibodi humoral dapat diciptakan pada tradisi? Meskipun krama Bali memiliki keterikatan emosional, namun karakteristik ‘guyub’ tidak dapat disamakan. Kenyataan ini mengisyaratkan agar elite banjar adat atau desa adat arif dan bijak dalam mengambil kebijakan. Dewasa ini letupan keberagaman muncul ke permukaan ‘tanah’ Bali, setiap guyub sosial mencari bentuk dan berusaha mengenali wajahnya dalam sejarah masa lalu. Dalam suasana seperti ini, keadilan merupakan kebutuhan mendesak, pemahaman multi-kultural menjadi penting artinya bagi kedamaian dan keadilan. 

Dinamika sosial berbentuk persaingan sosial, politik, dan ekonomi telah menciptakan perubahan pada berbagai pranata kekerabatan Bali. Dinamika demikian sering memicu konflik, pertentangan antar-individu atau anta-kelompok yang bersifat menyeluruh dalam kehidupan. Dikenalinya wajah dalam sejarah masa lalu akan mempertegas perbedaan, memperluas kesenjangan, memperkuat integrasi dan soliditas internal kelompok. Dampak paling negatif dan merugikan bagi krama yang berkonflik, antara lain jatuhnya korban jiwa atau kerugian moral (moral loss). 

Kehilangan moral merupakan krisis tidak memeroleh pembelajaran dari praktek terbaik (best practices) kebudayaan. Krisis moral terjadi dikarenakan adanya pengingkaran dan pemungkaran pada nilai, norma, dan etika adiluhung! Bagaimana mengatasi kehilangan moral tersebut?   Mungkin cara mudahnya, yaitu elit di keluarga, sekolah, masyarakat maupun pemerintahan harus menumbuh-kembangkan pribadi  pribadi jujur dan punya moral yang baik. Kelak, kejujuran dan moral yang baik akan menjadi kunci kesuksesan! Kejujuran dan moral adalah antibodi normatif, tetapi welas asih, baik hati, penuh hormat, bertanggung jawab, dan murah hati adalah antibodi humoral. 

Anti bodi humoral akan lebih efektif ketika krama Bali berpikir kritis terhadap penjelasan tentang konsekuensi pemungkaran atau kesetiaan terhadap sebuah tradisi. Orangtua, guru, manajer, elit politik memiliki kekuasaan, kewenangan yang didapatkan. Seseorang atau sekelompok orang yang diberikan wewenang atas kekuasaan harus bisa bertanggungjawab, jangan sampai menyalah-gunakan sehingga dapat menimbulkan dampak yang negatif. Sering terjadi penangkapan orang yang memiliki kekuasaan, dikarenakan kehilangan moral tersebut. Ketidak-adilan juga dapat menimbulkan perpecahan, menimbulkan ketidak-percayaan, baik internal maupun eksternal. Semoga penciptaan imunitas humoral dalam budaya akan menafikan konflik di gumi Bali. 7

Prof.Dewa Komang Tantra,MSc.,Ph.D.

Komentar