nusabali

Roadshow Tengok Petani Garam, Koster Ditodong Palungan Uyah Bali

  • www.nusabali.com-roadshow-tengok-petani-garam-koster-ditodong-palungan-uyah-bali

AMLAPURA, NusaBali
Gubernur Wayan Koster secara marathon meninjau sentra garam tradisional lokal Bali di Desa Tianyar, Kecamatan Kubu (Karangasem) dan Desa Les, Kecamatan Tejakula (Buleleng), Senin (6/12).

Dalam kunjungan tersebut, Gubernur Koster ditodong petani agar memfasilitasi sarana produksi berupa palungan uyah (alat produksi garam tradisional berbentuk bak penampungan). Gubernur Koster langsung meluncur ke sentra produksi garam tradisional lokal Bali di Desa Tianyar, seusai mengunjungi Kantor Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pelayanan Pajak dan Retribusi Daerah Karangasem di Jalan Ahad Yani Amlapura, Senin (6/12), Senin siang pukul 12.05 Wita. Gubernur Koster didampingi Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Bali I Made Santha, Kepala Dinas Koperasi-UKM Provinsi Bali I Wayan Mardiana, Kelompok Ahli (Pokli) Gubernur Bali Bidang Kelautan dan Perikanan Ketut Sudiarta, dan Wakil Bupati Karangasem Wayan Artha Dipa.

Kehadiran Gubernur Koster disambut antusias para petani garam di Desa Tianyar.  Ketua Kelompok Mina Karya Satu, organisasi yang membawahi petani garam Desa Tianyar, Ni Made Sri Mariati, menjelas-kan petani garam di desa ini kebanyakan kaum ibu rumah tangga. Mereka terbagi menjadi 6 kelompok, yang setiap kelompoknya beranggotakan 10 orang.

Menurut Sri Mariati, dalam proses produksinya, petani garam setempat menggunakan teknik menjemur air laut yang sudah terkumpul pada lahan petakan tanah, dengan dibantu prasarana plastik geomembran. “Dulunya Kami menggunakan prasarana palung yang berbahan kayu kelapa. Namun, karena bahan palung ini rusak dan kami sebagai petani tidak ada uang untuk membelinya, maka kami gunakan bahan plastik geomembran untuk memproduksi garam,” ujar Sri Mariati.

Sri Mariati menyebutkan, garam tradisoonal yang berhasil diproduksi petani di Desa Tianyar rata-rata mencapai 100 kg per minggu. “Kalau cuaca mendukung, paling banyak kami bisa memproduksi garam sampai 250 kg,” katanya.

Sedangkan salah satu petani garam di Desa Tianyar, Nengah Kari, menyampaikan rasa bahagia dikunjungi dan diperhatikan oleh Gubernur Koster. “Kedatangan Bapak Gubernur Bali akan menjadi harapan kami untuk melestarikan kembali produksi garam tradisional lokal Bali yang terdapat di sepanjang pesisir pantai Desa Tianyar sampai Desa Tianyar Barat sepanjang 10 kilometer ini. Kami tidak lagi tergantung pada tengkulak untuk menjual garam ini, namun ada harapan untuk bisa diju-al ke pasar modern dengan bantuan pemerintah,” harap Nengah kari.

Antusiasme serupa juga ditunjukkan petani garam tradisional di Desa Les, Kecamatan Tejakula saat dikunjungi Gubernur Koster seusai dari kunjungan di Desa Tianyar, Senin menjelang sore. Petani garam setempat mengaku senang dikunjungi Gubernur Koster, yang kemarin didampingi Wakil Bupati Buleleng, Nyoman Sutjidra.

Salah satu petani garam di Desa Les, Wayan Sriarta, mengatakan sudah empat generasi di keluarganya sebagai petani garam. Selama itu, baru kali ini dia merasakan kehadiran Gubernur Bali untuk memberikan perhatian kepada petani garam tradisional lokal Bali di Desa Les. "Merinding saya, Pak Gubernur. Sudah 4 generasi, baru sekarang saya merasakan adanya perhatian dari Gubernur Bali. Semoga Pak Gubernur sehat selalu. Kunjungan Bapak memberikan kami semangat untuk berproduksi garam, apalagi akan dibantu prasarana produksinya berupa alat palungan," jelas Wayan Sriarta.

Petani garam Desa Les lainnya, Ni Putu Somayanti, memanfaatkan pertemuan dengan Gubernur Koster untuk menyampaikan unek-uneknya. Menurut Putu Somayanti, garam traidisional lokal Bali produksi Desa Les sempat coba dipasarkan ke Kota Denpasar. Namun, kalah saing dari garam dari Jawa yang dijual lebih murah di Bali dengan harga Rp 3.000. “Sedangkan kami menjual garam Rp 10.000 per kilogram. Sehingga yang beli garam kami saat ini hanya warga lokal dan dijual di pasar tradisional Desa Les saja," keluh Putu Somayanti.

Agar uyah (garam tradisional) Desa Les tidak kalah saing dari garam luar Bali, Putu Somayanti pun memohon kepada Gubernur Koster supaya memberikan bantuan pemberdayaan berupa cara memproduksi, memasarkan, hingga memberikan manfaat secara berkelanjutan untuk para petani. “Saya mohon Bapak Gubernur Koster bisa membantu kami dan memberikan program pemberdayaan hingga bantu prasarana produksinya, seperti palung,” pintanya.

Sementara itu, Koster menjelaskan kehadirannya ke sentra produksi garam lokal tradisional ini untuk melihat langsung kondisi para petani berikut prasarana produksinya, serta permasalahan yang dihadapi. Gubernur Koster menegaskan, mengenai sentra garam tradisional lokal Bali di Desa Tianyar dan di Desa Les, yang perlu dikerjakan dari sekarang adalah menjaga wilayah pesisir pantainya agar tetap menjadi tempat produksi uyah Bali.

Menurut Gubernur Koster, sekarang sudah ada Surat Edaran (SE) Gubernur Bali Nomor 17 Tahun 2021 tentang Pemanfaatan Produk Garam Tradisional Lokal Bali, yang memungkinkan produk garam tradisional lokal masuk ke pasar modern. Maka, yang perlu disiapkan untuk petani garam di Desa Tianyar dan di Desa Les adalah memfasilitasi Indikasi Geografis (IG) garam tradisional ini.

“Karena izin Indikasi Geografisnya belum keluar, saya akan perintahkan Badan Riset dan Inovasi Daerah Provinsi Bali untuk segera memproses izin tersebut agar cepat terbit,” tegas Gubernur Koster.

Gubernur asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng ini juga memohon kepada petani garam setempat agar kembali melakukan produksi uyah Bali secara tradisional. Sedangkan apa yang menjadi masalah di prasarana produksi, seperti palung, nantinya akan dibantu pemerintah. “Karena dengan menggunakan bahan palung ini, cita rasa garam tradisional lokal Bali akan terjaga dan makin banyak diminati masyarakat,” tegas Gubernur yang juga Ketua DPD PDIP Bali ini.

Gubernur Koster perintahkan Dinas Koperasi-UKM Provinsi Bali agar segera hadir di tengah-tengah petani garam tradisional, untuk memberikan program pemberdayaan mulai dari membentuk koperasi yang pengurus dan anggotanya berasal dari para petani garam itu sendiri. Tidak berhenti sampai di sana, para petani garam yang tergabung dalam koperasi harus dibekali cara mengemas produk garamnya agar memiliki daya tarik kepada konsumen, melalui desain kemasan yang bagus.

“Terakhir, saya akan minta bupati/walikota mulai memberikan penegasan kepada pasar modern di kabupaten/kota se-Bali agar menjual produk garam tradisional lokal Bali. Dengan begitu, barulah petani garam akan merasakan manfaatnya,” jelas Koster, yang kemarin menyerahkan batuan beras kepada petani garam di Desa Les dan Desa Tianyar. *nat

Komentar