nusabali

Tradisi Ngerebong Digelar dengan Prosesi Lengkap

Prokes Diawasi Ketat, Persembahyangan Diatur Bergiliran

  • www.nusabali.com-tradisi-ngerebong-digelar-dengan-prosesi-lengkap

DENPASAR, NusaBali
Tradisi ritual ngerebong kembali akan digelar di Pura Agung Petilan (Pura Pengerebongan) Desa Adat Kesiman, Kecamatan Denpasar Timur, Denpasar pada Radite Pon Medangsia, Minggu (28/11) nanti.

Kali ini, ritual ngerebong akan dikembalikan seperti semula dengan rangkaian prosesi yang lengkap, namun pamedek akan diatur secara bergilir sesuai waktu yang ditentukan panitia.

Tradisi ngerebong ini sempat dua kali beruntun dilaksanakan secara ngubeng akibat pandemi Covid-19. Masalahnya gara-gara dilakukan ritual ngerebong secara ngubeng, banyak pamangku yang kerauhan (kesurupan). Sehingga, sejak 6 bulan lalu, ngerebong akhirnya diputuskan kembali digelar sesuai dengan tatanan upacaranya.

Tradisi ritual ngerebong (berarti berkumpul, yakni berkumpulnya para dewa) yang diyakini sudah ada sejak tahun 1937 ini rutin dilaksanakan Desa Adat Kesiman di Pura Agung Petilan atau yang dikenal dengan Pura Pengerebongan 6 bulan sekali (210 hari sistem penanggalan Bali) setiap Radite Pon Medangsia.

Bendesa Adat Kesiman, I Ketut Wisna, Senin (22/11) mengungkapkan saat digelar prosesi ngerebong secara ngubeng beberapa waktu lalu terjadi peristiwa niskala di mana sejumlah pamangku mengalami kerauhan. Mereka ada yang mengalami kerauhan di rumahnya, ada pula saat keluar dari Pura Pangerebongan. Kerauhan itu diyakini karena prosesi ngerebong dilakukan secara ngubeng.

Dengan dua kejadian beruntun tersebut, kata Ketut Wisna, prajuru Desa Adat Kesiman kemudian menggelar paruman untuk menyongsong pelaksanaan tradisi ritual ngerebong berikutnya. Dari paruman tersebut, diputuskan upacara ritual ngerebong pelaksanaannya dikembalikan seperti semula (tidak lagi ngubeng), namun dengan protokol kesehatan (Prokes) yang ketat.

"Nah dari 6 bulan lalu kami gelar kembali ritual ngerebong ini dan sekarang juga dilaksanakan hal yang sama seperti 6 bulan lalu. Untuk ngurek (ngunying) juga tetap kita laksanakan karena selama prosesi kita tidak bisa melarang ataupun mengetahui kapan warga pengempon kerauhan. Jadi, kami tidak bisa membatasi itu,” jelas Ketut Wisna dalam keterangan persnya di Denpasar, Senin kemarin.

Menurut Ketut Wisna, teknis pelaksanaannya nanti, sebelum prosesi ngerebong dimulai tidak lagi dilakukan patirtan dengan mengiringi langsung pratima ke Pura Musen. Tetapi, kali ini hanya dilakukan nuur tirta oleh pamangku tanpa membawa pratima. Setelah itu, tirta akan dipercikkan ke pratima yang ditempatkan di Pura Agung Petilan.

"Kalau rangkaian biasanya selama ini, pratima diiring ke Pura Musen untuk melakukan pasucian. Tetapi, sekarang pratima melinggih di Pura Petilan, sementara yang nuur tirta adalah pamangku," jelas Ketut Wisna. Saat prosesi ritual ngerebong nanti, kata Ketut Wisna, teknisnya akan dibagi sedemikian rupa untuk menghindari kerumuman. Di mana waktu persembahyangannya dibagi dalam tiga sesi berdasarkan wilayah.

Krama yang menonton ritual ngerebong di Wantilan Pura Pangrebongan jumlahnya juga dibatasi 50 persen dari kapasitas. “Ini agar bisa menerapkan protokol kesehatan khususnya social distancing (jaga jarak),” tandas Ketut Wisna. Dalam prosesi ngerebong nanti, kata Ketut Wisna, juga akan disiapkan tim medis dari Puskesmas dan Satgas Covid-19 untuk bertugas di sekitar Pura Pangerebongan, yang berlokasi di Jalan WR Supratman Denpasar Timur. Sedangkan pecalang yang dilibatkan bertugas berasal dari semua banjar pengempon.

"Kalau dulu (sebelum pandemi Covid-19, Red), yang ditugaskan hanya 60 orang pecalang Desa Adat Kesiman. Nah, sekarang kita minta bantuan ke semua banjar yang ikut ngempon agar menerjunkan pecalangnya, biar personel lebih banyak dan bisa mengurai krama yang berkerumun," tegas Ketut Wisna. *mis

Komentar