nusabali

Dulu Penggerak Seni, Kini Pamangku Beji

Jalan Hidup Jero Mangku Ketut Lanus Sumatra

  • www.nusabali.com-dulu-penggerak-seni-kini-pamangku-beji

TABANAN, NusaBali
Nama Jero Mangku Ketut Lanus Sumatra,67, mungkin sudah tak asing lagi di kalangan pejabat Kabupaten Jembrana era 1979. Karena dia adalah PNS di Dinas Pariwisata Kabupaten Jembrana selama 26 tahun, lanjut lima tahun di Pemkab Badung.

Kesukaannya pada seni dan piawai berbahasa Ingris, menjadikan laki-laki yang dulunya disapa Pak Lanus ini, punya rentang pergaulan cukup luas di bidang seni, budaya, dan pariwisata.

Dalam beberapa kali event seni budaya hingga kini, Jero Mangku sering mendapat undangan dengan kapasitas sebagai pengamat seni.

Jero Mangku Lanus Sumatra adalah warga Banjar Beringkit, Desa Beringkit Belayu, Kecamatan Marga, Tabanan. Statusnya kini menjadi Jero Mangku karena ngamangkuin (ngayah jadi pamangku) di Pura Beji, Banjar Beringkit Belayu.

Sebelum ngayah jadi pamangku, dia mengabdikan diri sebagai ASN (dulu PNS,Red) selama 26 tahun di Dinas Pariwisata Kabupaten Jembrana. Sempat menjabat Staf Ahli Bupati Bidang Pariwisata pada masa kepemimpinan Bupati Jembrana I Gde Winasa. Dia juga sempat menjadi ASN 5 tahun di Dinas Pariwisata Badung sampai akhir pensiun.

Pamangku ini memang terkesan gaul. Saat diajak berbincang, tak pantang melontarkan kata ‘aku’. Dia mengakui hanya sebagai pengamat seni, bukan seniman.  “Kalau hanya sebagai abdi pemerintahan saja, sepertinya  tidak bisa berikontribusi lebih kepada masyarakat. Makanya aku ikut bergaul dengan para seniman. Baik itu ke seni rupa, gambelan, seni jegog. Kalau ada yang teater maupun baca puisi aku ikut saja. Tapi aku bukan seniman,” ujarnya, ketika ditemui di rumahnya Banjar Beringkit,  
Desa Beringkit Belayu, Kecamatan Marga, Tabanan, Kamis (18/11).

Semasih menjadi ASN di Jembrana, Jero Mangku Lanus Sumatra aktif sebagai penggerak jika ada event seni budaya. Apalagi kepiawaiannya mahir berbahasa Inggris, pamangku ini lebih leluasa mengeksplor talenta dengan banyak pihak, terutama orang asing. Kepiawaian berbahasa Inggris didapatkannya karena hobi. Hobi ini difasihkan lagi dengan menempuh pendidikan diploma bidang perhotelan dan guiding. Makanya ketika ada event kesenian di gumi makepung, Jembrana, dirinya  sering berperan menjadi komentator berbahasa Inggris. “Saya terjun saja langsung, tujuannya biar masyarakat yang hadir mengetahui arti dari kegiatan yang kami buat, biar tidak hanya sekadar,” katanya enerjik.

Bagi Jero Mangku, kesukaan pada dunia seni karena suka mempelajari antropologi. Menurutnya, antropologi bisa masuk dalam segenap aspek kehidupan manusia. “Kalau hobi seni itu mengalir saja. Mungkin secara psikologi jadi gemar mempelajari ilmu antropologi,” terang laki-laki kelahiran 12 Maret 1954 ini.

Kini dengan menyandang status sebagai pinandita, dia ingin mengabdikan sisa hidupnya untuk beryadnya. Jero Mangku mengaku mendapatkan ‘mandat’ untuk ngayah jadi pamangku karena atas sabda alam. Karena awalnya, Jero Mangku menderita sakit saraf kejepit, hampir dirasakan selama 6 bulan. Selama itu, dia tidak bisa berkaktivitas normal, karena kakinya tak bisa digerakkan, mirip orang lumpuh. Hingga akhirnya dia bersama keluarganya memilih berobat secara nonmedis. Di enam tempat paranormal yang didatangi, sebagian besar menyebutkan dirinya tak sakit. Namun cara sembuhnya harus dengan ngayah.

Namun sebelum itu, dia sempat memiliki perasaan aneh, sering bermimpi, antara lain mimpi dimandikan 11 pendeta. “Biar tidak dibilang ngae-ngae (buat-buat) jadi pamangku. Ini tentu karena sabda alam saja,” jelas pamangku yang sempat jadi kurator beberapa event seni di Bali dan Jawa ini.

Terkait pariwisata Bali, jelas Jero Mangku, Bali harus dijaga sesuai dengan karakternya. Jangan sampai diubah  hingga menghilangkan ciri khas Bali itu sendiri. “Intinya Bali harus langgeng dengan host and guest yang khas,” pesannya.

Jero Mangku, sebelum jadi pamangku, sempat kuliah S1 di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Ngurah Rai, Denpasar. Dia melanjutkan pendidikan pascasarjana di Kajian Pariwisata Universitas Udayana. Sayangnya karena sempat jatuh di kawasan Ubud, Gianyar, kakinya retak. Tesis S2-nya jadi mangkrak sampai sekarang. “Proposal penelitian pascasarjana masih aku simpan dengan baik sekarang,” jelasnya.7des

Komentar