nusabali

Hibridasi Budaya

  • www.nusabali.com-hibridasi-budaya

Pelestari tradisi amat terobsesi untuk memertahankan keaslian. Sedangkan, pembaharunya bersikap memahami perubahan, maklum akan perkembangan, dan bahkan tidak gundah pada kehilangan. Obsesi demikian disepadankan sebagai hypebeast.

Awalnya, hypebeast erat kaitannya dengan dunia fesien, sebagai sesuatu yang sedang tren atau seseorang yang terobsesi berat (slang Inggris: beast)! Perbedaan sikap antara pelestari dan pembaharu merupakan proses hibridasi budaya.

Hibridisasi budaya adalah penyampuran budaya yang berbeda, misalnya: budaya tradisional dengan kekinian, pembelajaran tatap muka dengan daring, pengusungan dijungjung dengan berkendaraan! Hibridasi demikian kadang dipolemikkan, sering didiamkan, tetapi yang pasti menghasilkan budaya adaptif atau kompromistis!

Hibridasi merupakan aktivitas kompromi, penerimaan dua kultur  berbeda ke dalam sebuah bentuk budaya, diyakini masih bersendikan kearifan lokal, tidak tercerabut akar asalinya. Semasa pandemi, pembelajaran tatap muka diselang-seling, atau bahkan tergantikan oleh pembelajaran daring. Walau ada protes dan/atau kelemahan, peserta didik, orangtua, dan masyarakat maklum akan situasi darurat! Hibridasi dalam budaya pembelajaran konvensional sudah berbaur dengan model teknologikal.

Revolusi Industri 1.0 sudah bercampur dengan Revolusi Industri 5.0 dalam pembelajaran! Jadi, karena situasi darurat, maka hibridasi pembelajaran menjadi sebuah keharusan. Faktor ekonomi dapat juga mendorong hibridasi dalam berkesenian. Seni pertunjukkan sering dikomodikasi agar berkesesuaian dengan waktu dan patrum pariwisata. Makanan tradisional juga diglokalisasi rasa maupun kemasannya sebagai sebuah pencitraan. Dengan pencitraan demikian, makanan tradisional dihibridasi agar penikmat kuliner terobsesi untuk membeli tanpa mengindahkan ruang dan waktu! Faktor ekonomi pula yang mendorong hibridasi dalam pertanian.

Buah yang belum matang sering direkayasa dengan perlakuan tertentu agar kelihatan matang, segar dan menarik. Demikian juga bahan-bahan bangunan yang kurang atau tidak berkualitas diberi perlakuan agar kelihatan tua, berkualitas, dan kuat.

Saat ini, situasi darurat menjadi pertimbangan pentingnya hibridasi dalam aktivitas krama Hindu Bali. Penyederhanaan yadnya merupakan proses hibridasi tingkatan utama-madya-kanista.  Situasi ‘kali sengaran’ seharusnya menyadarkan krama Hindu Bali akan pentingnya memertahankan esensi dibandingkan eksistensi! Proses hibridasi dalam pelaksanaan yadnya dapat dilakukan dengan menimbang kekuatan-kelemahan Purwa Drsta, pelaksanaan yadnya berdasarkan warisan leluhur; Kuna Drsta, pelaksanaan yadnya yang pernah dilakukan sebelumnya;  Desa Drsta, pelaksanaan yadnya sesuai dengan kondisi sosial-budaya riil; Sastra Drsta,  pelaksanaan yadnya yang dianggap benar berdasarkan kitab suci !

Hibridasi pelaksanaan yadnya sering ditingkahi negatif di Bali. Ada krama Hindu Bali berpendapat bahwa pelaksanaan yadnya tidak relevan dengan jaman, memakan waktu dan biaya banyak, dan bahkan menengarai ia tidak memberi manfaat. Dengan pemikiran demikian, mereka berkesimpulan agar pelaksanaan yadnya diganti dengan bentuk lain yang bersifat universal. Ada juga pemikiran rasional, seperti menggunakan hanya seekor ayam, bukan 12 ekor! Mereka ini berkeyakinan bahwa satu ekor memiliki makna sama dengan 12 ekor ayam, kanistaning nista sama utamanya dengan utamaning-utama, hanya ukuran yang berbeda tetapi memiliki makna utama!

Di era homogenisasi dan kontestasi nilai, hibridasi budaya adalah sebuah proses menuju kemenjadian yang kompromis. Kegelisahan terhadap kearifan lokal akan terpinggirkan tidak harus menjadi hypebeast! Melalui hibridasi kultural, maka akulturasi hiper (hyper acculturation) akan mudah terwujud. Asosiasi, akomodasi dan harmonisasi berbagai unsur budaya akan dapat menyiapkan krama Hindu Bali di masa sekarang dan masa depan. Melalui pendidikan enkulturasi, pendidikan yang berorientasi pada harmonisasi berbagai nilai, krama Hindu Bali yang berakal budi. Semoga! *

Prof.Dewa Komang Tantra,MSc.,Ph.D.

Komentar