nusabali

Bendesa-Krama Kanorayang Rancang Damai

Soal Kasus Adat Jro Kuta Pejeng, Gianyar

  • www.nusabali.com-bendesa-krama-kanorayang-rancang-damai

Meskipun kedua belah pihak sudah sepakat damai, namun draf belum ditandatangani.

GIANYAR, NusaBali

Bendesa bersama Prajuru Desa Adat Jro Kuta Pejeng, Desa Pejeng, Kecamatan Tampaksiring, Gianyar, dan  krama yang kena sanksi kanorayang (pengucilan secara adat), berhasil merancang draf perdamaian, Kamis (21/10). Rancangan itu dibuat dalam pertemuan kedua belah pihak di Kantor Badan Kesbangpol Gianyar.

Rancangan damai itu dibuat menjelang rencana pengenaan sanksi adat kepada krama kanorayang di Desa Adat Jro Kuta Pejeng. Pertemuan itu awalnya diagendakan di Kantor Bupati Gianyar pukul 08.00 Wita, namun dialihkan ke Kantor Kesbangpol Kabupaten Gianyar.

Pertemuan tersebut dipimpin Kepala Badan Kesbangpol Gianyar I Dewa Gede Putra Amerta. Kedua belah pihak menyepakati 3 poin yang sudah disetujui oleh Bupati Gianyar Made ‘Agus’ Mahayastra. Mulai dari pembatalan sertifikat tanah tebak rama atas nama desa adat, pencabutan sanksi adat kanorayang, dan penghentikan proses hukum pidana untuk Bendesa Desa Adat Jro Kuta Pejeng Cokorda Gde Putra Pemayun. Hanya saja, pihak krama meminta agar teknis penyertifikatan tanah teba menjadi hak milik di kemudian hari, agar tidak dipersulit. Pertemuan berlangsung hingga pukul 09.45 Wita.

Kepala Badan Kesbangpol Gianyar Dewa Gede Putra Amerta menjelaskan pertemuan dua pihak yang sempat bersitegang ini atas perintah Bupati Gianyar. "Kami harap draf kesepakatan yang sudah disetujui ini ditindaklanjuti,  sehingga permasalahan ini cepat selesai," jelasnya.

Ada tiga poin yang menjadi tuntutan warga maupun prajuru yang disepakati. Pertama sertifikat dinolkan, kedua pencabutan sanksi adat, dan ketiga pencabutan laporan warga yang mengakibatkan bendesa ada jadi tersangka.

Meskipun kedua belah pihak sudah sepakat damai, namun draf belum ditandatangani. Pihaknya akan mengagendakan pertemuan kembali dengan menghadirkan para pihak terkait.

Bendesa Adat Jro Kuta Pejeng Cokorda Gede Putra Pemayun mengatakan setuju dengan draf kesepakatan tersebut. "Pada intinya tiyang saking desa, apa yang diupayakan sama Bupati, pihak desa tetap akan berpedoman pada draf yang sudah disetujui. Apalagi itu sudah dasar pertimbangan dari kepolisian, Kejaksaan, BPN, tiyang tetap ikuti," jelasnya.

Hal serupa juga diungkapkan perwakilan krama, I Ketut Sudiarta. Bahwasanya, warga siap mendukung penyelesaian kasus ini. "Warga tidak bisa mencabut status tersangka. Itu ranah hukum, yang jelas kami mendukung dan berharap kasus ini tidak berlanjut. Mohon juga BPN diikutsertakan. Supaya secara teknis agar yang disepakati tidak terlalu jauh melenceng," pintanya.

Ketut Sudiarta juga menegaskan, apabila di kemudian hari warga melakukan permohonan pengajuan sertifikat, dijamin agar prajuru adat dan dinas tidak boleh menghalang-halangi.

Sebelumnya diberitakan, kisruh penyertifikatan tanah teba krama desa oleh Desa Adat Jro Kuta Pejeng dan krama se-tempat, memasuki babak baru. Bendesa Adat Jro Kuta Pejeng Cokorda Gde Putra Pemayun, telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan pemalsuan surat proses pensertifikatan. Sebaliknya, dua krama yang kena sanksi kanorayang (dikucilkan secara adat), I Made Wisna dan I Ketut Suteja, diberi waktu dua minggu untuk angkat kaki. Sejumlah krama lainnya juga diultimatum segera cabut keberatannya.

Keputusan untuk 'mengusir' 2 krama kanorayang dan telah ditetapkannya Bendesa Cokorda Gde Putra Pemayun sebagai tersangka dugaan pemalsuan surat ini terungkap saat digelarnya Paruman Agung Desa Adat Jro Kuta Pejeng, di jaba Pura Dalem Tenggaling pada Radite Wage Wariga, Minggu (10/10) sore. Di hadapan krama yang hadir dalam paruman tersebut, Bendesa Cok Putra Pemayun mengakui dirinya sudah jadi tersangka. *nvi

Komentar