nusabali

Desa Selabih Kembangkan Pengobatan Terapi Lebah

Sakit Pinggang, Rematik hingga Asam Urat Bisa Sembuh

  • www.nusabali.com-desa-selabih-kembangkan-pengobatan-terapi-lebah

TABANAN, NusaBali
Desa Selabih, Kecamatan Selemadeg Barat, Tabanan memiliki potensi unik di bidang pengobatan alternatif.

Lewat Kelompok Tani Hutan (KTH) Madu Sari mereka mengembangkan Terapi Lebah. Manfaatnya sakit pinggang, sakit kepala, rematik hingga asam urat bisa sembuh. Cara pengobatannya pun bisa dibilang unik, yakni lebah dewasa sengaja disengatkan ke aliran saraf.

Sebelum mengembangkan terapi lebah tersebut, KTH Madu Sari yang beranggotakan 15 orang warga Desa Selabih ini adalah petani madu. Maklum saja, Desa Selabih yang juga memiliki kawasan hutan, sangat cocok untuk berbudidaya madu. Karena itu mereka kemudian mendapat pelatihan dari Dinas Kehutanan Provinsi Bali cara menghasilkan madu dengan kualitas bagus.

Berbarengan dengan itu pula karena madu memiliki banyak khasiat, mereka pun mengembangkan inovasi terapi lebah ini. Persisnya awal mula mereka kembangkan terapi lebah di tahun 2017. Ketua KTH Madu Sari, I Nengah Retiasa mengatakan ada beberapa orang yang tak boleh mengikuti terapi lebah tersebut, yakni orang yang memiliki sakit jantung dan darah rendah mengingat sengatan lebah lumayan paten dan mengagetkan. “Selain penderita penyakit tersebut bisa mengikuti terapi unik ini,” ujar Retiasa di sela-sela membuka terapi pengobatan Sengat Lebah di Kantor Desa Selabih, Kecamatan Selemadeg Barat, Tabanan, Rabu (20/10).

Disebutkan, cara kerja terapi lebah yang dikembangkan ini cukup sederhana. Pasien yang memiliki keluhan sakit pinggang, sakit kepala hingga asam urat  bersedia untuk diobati alternatif dengan cara disengat. Kemudian mereka terlebih dahulu dicek kesehatannya, dan ditanya seputaran penyakit yang dimiliki. Jika sudah memenuhi syarat, dua ekor lebah dewasa yang berasal dari kungkungan (rumah) langsung diambil dan disengatkan di areal yang sakit.

Titik sengatan mencari aliran saraf. Lama sengatan menunggu lebah itu lepas sendirinya, kira-kira 1 menit. Misalnya kalau sakit kepala, lebah disengatkan di bagian leher, kalau di pinggang langsung di pinggang.  “Apabila ada efek samping ketika disengat atau tidak cocok mereka akan dikasih madu, CTM, dan air. Biasanya bagi orang yang tidak cocok kena sengatan daerah yang disengat akan bengkak,” bebernya.

Dituturkan Retiasa lebah yang disengatkan adalah lebah dewasa. Bagi mereka yang baru mengikuti permulaan terapi, lebah yang disengatkan sebanyak 2 ekor, namun apabila sudah sering, lebah yang disengatkan sebanyak 4 ekor. Proses penyembuhannya, biasanya pasien mengikuti terapi sebanyak 2 kali dengan rentan waktu seminggu. “Kalau sudah dua kali ikut terapi biasanya pasien langsung sembuh,” jelasnya.

Hanya saja, meskipun Desa Selabih memiliki potensi unggulan tersebut, kelompok ini belum bisa membuka praktek, sebab harus ada izin dan sekarang sedang diurus. “Kita belum bisa buka praktek langsung. Sertifikat ijin sedang diurus. Untuk mendapatkan sertifikat ini, hanya mengikuti pelatihan ke Jakarta. Sebenarnya tahun 2019 rencananya sudah bisa pelatihan, karena pandemic terpaksa diundur,” terangnya.

Menurut Retiasa, selama ini terapi lebah yang sudah dilakukan ramai ketika ada undangan sosial. Biasanya ketika praktek dibuka bisa 30 orang yang bersedia mengikuti terapi lebah tersebut. Namun sehari-hari pihaknya juga melayani terapi ini. “Peminat terapi lebah ini banyak, biasanya yang paling sering ikut adalah yang memiliki sakit pinggang dan rematik,” kata Retiasa.

Dia berharap lewat potensi yang dikembangkan tersebut, Desa Selabih bisa dikenal, utamanya bisa membantu perekonomian masyarakat. Karena yang memberikan terapi adalah orang yang sudah terlatih.

Mereka mendapat pendampingan dari Dinas Kehutanan Provinsi Bali. Sehingga untuk sekarang tinggal menunggu sertifikat keluar dan begitu sertifikat keluar rencanaya langsung akan mmbuka praktek. Bagaimana dengan tarif terapi? Retiasa mengatakan pihaknya tidak akan mematok harga. “Sifatnya nanti semacam dana punia, kami tidak akan mematok harga,” tegasnya.

Sementara di sisi lain, penjualan madu yang dihasilkan KTH Madu Sari tergantung musim. Jika musim yang tahun ini antara bulan Agustus hingga Novermber, hasilnya lumayan bagus. Sekali panen satu rumah bisa menghasilkan lebih dari 1 botol dengan ukuran 620 ml. Sementara sekarang kelompok telah memiliki 600 buah rumah. “Jadi yang tahun ini mendapatkan panen banyak karena musim, dari Januari hingga Agustus sudah dapat 453 botol,” jelasnya.

Mengenai harga yang ditawarkan KTH Madu Sari bervariasi sesuai dengan ukuran botol kemasan. Mulai dari harga Rp 75.000 hingga Rp 300.000. Selama ini pemasaran madu yang dibudidayakan baru dipasarkan sekitaran Bali. “Kami kewalahan memunuhi permintaan konsumen, jadi pemasaran baru sekitaran Provinsi Bali saja,” imbuh Retiasa. *des

Komentar