nusabali

Batu Belah Art Space Menangkap Energi Masa Lampau dari Tiga Artefak Ritus

  • www.nusabali.com-batu-belah-art-space-menangkap-energi-masa-lampau-dari-tiga-artefak-ritus

SEMARAPURA, NusaBali.com - Komunitas seni Batu Belah Art Space menggelar event kesenian ‘Spirit Artefak Ritus Nusantara’ pada Senin (18/10/2021) di Batu Belah Art Space, di Desa Lepang Klungkung.

Sehari sebelumnya, Mingggu (18/10/2021), para seniman yang tampil melakukan napak tilas ke tiga tempat, yakni, Candi Gunung Kawi, Relief Yeh Pulu, dan Taman Kertha Gosa. Dari artefak ritus yang ada di ketiga tempat tersebut, para seniman yang tampil menangkap energi masa lampau untuk ditampilkan dalam seni rupa pertunjukan.

“Kenapa kami melakukan itu (napak tilas), dalam upaya menangkap energi dari masa lampau Bali , memiliki konsep yang luar biasa dan jarang diangkat menjadi satu bentuk pertunjukan kontemporer,” ujar I Wayan Sujana pendiri sekaligus ketua Komunitas Batu Belah Art Space, di sela acara.

I Wayan Sujana yang akrab dipanggil Suklu menambahkan, para seniman yang tergabung dalam Komunitas Batu Belah Art Space memiliki ideologi penciptaan karya seni sendiri, di mana satu karya seni haruslah berangkat dari konsep lokal yang hari-hari ini di Bali artefaknya masih ada dan masih dijaga oleh masyarakat pangempon, bahkan masih rutin diupacarai.

“Dari perjalanan itu, hari ini, dirumuskan gagasannya, dibuatkan design bridge, dibuatkan konsep-konsep, kemudian langsung melakukan semacam ritual atau performance yang juga sesuai dengan ruang dan waktu konteks di Batu Belah,” kata Suklu yang juga akademisi ISI Denpasar.

Dari kesenian semacam itu, Suklu berharap muncul konsep-konsep baru tapi tetap kontekstual dengan masa lampau. Sehingga pada akhirnya dapat memberikan rekomendasi, bisa menjadi pengetahuan, dan dapat dipelajari oleh generasi berikutnya.  

Para seniman yang tampil menawarkan satu bentuk seni rupa pertunjukan, di mana seni tubuh itu melampaui tubuh itu sendiri. “Artinya nampak tubuh yang bergerak tapi yang ingin diekspresikan adala nilai-nilai kelokalan yang ada di masa lampau dikontekskan dengan hal-hal yang masa kini,” ungkap Suklu.

Suklu mengungkapkan jika event kali ini merupakan bagian dari agenda rutin Batu Belah Art Space, di mana dalam satu tahunnya Batu Belah Art Space bisa sampai enam kali melakukan kegiatan. Tidak melulu berupa art performance, event yang digelar bisa berupa pameran seni, workshop, diskusi, ataupun berupa festival.

Dalam performance terlihat seniman Made Kaek Susila menampilkan demo lukis di atas pelat diiringi musik Pandukusuma, sementara seniman Tebo Aumbara tidak kalah ekspresif dengan menampilkan tarian kontemporer. Pegiat seni dan lingkungan dengan pendekatan spiritual-meditatif asal Yogyakarta, Iwan Wijono, juga mempersembahkan perenungan dan pemaknaan kehidupan dari sudut pandang seni dan hakikat diri.

Seniman Made Kaek Susila mengungkapkan kenapa ia memilih medium pelat untuk menyampaikan gagasannya. “Bagi saya medium plat itu lentur, kedua bisa berbunyi, bisa dimainkan, bisa bergelombang, dan dia menghasilkan efek-efek suara bahkan cahaya juga karena kena matahari dia mantul,” ungkap Made Kaek yang kali ini menggunakan warna dasar kuning untuk mewarnai pelat.  

Dituturkannya, jika penggunaan media pelat bukanlah kali pertama ia lakukan. Sebelumnya performance melukis di atas lembaran pelat sudah ia lakukan di Rumah Paros miliknya (menggunakan warna dasar putih) dan di Jatijagat Kehidupan Puisi (menggunakan warna dasar merah).

“Olah kreatif penting bagi saya untuk healing saya, paling penting olah tubuh saya, saya senang bergerak, hari tanpa gerak itu akan mati, bergerak terus,” pungkas Made Kaek, yang mendirikan Ruma Paros di Sukawati, Gianyar. *adi

Komentar