nusabali

Kejaksaan Tunggu Pelimpahan Polisi

Pasca Penetapan Tersangka Bendesa Adat Jro Kuta Pejeng

  • www.nusabali.com-kejaksaan-tunggu-pelimpahan-polisi

GIANYAR, NusaBali
Pasca ditetapkan sebagai tersangka, Bendesa Adat Jro Kuta Pejeng, Desa Pejeng, Kecamatan Tampaksiring Cokorda Gde Putra Pemayun belum ditahan.

Kejaksaan Negeri Gianyar masih menunggu pelimpahan dari Polres Gianyar. "Berkas lengkap tinggal pelimpahan tersangka dan barang bukti, tapi saat ini belum," jelas Kasi Intel Kejari Gianyar Gede Ancana didampingi Kasi Pidum I Wayan Sukardiasa seizin Kepala Kejari Gianyar Ni Wayan Sinaryati saat ditemui Senin (11/10).

Kenapa belum, Gede Ancana menyarankan untuk konfirmasi ke Polres Gianyar. "Tergantung Polres. Kita di posisi menunggu kapan diserahkan, apa kendalanya tanya disana," ujar Ancana. Bahkan dikatakan, berkas sudah P-21 alias lengkap pergantian tanggal 27 Agustus 2021. Biasanya ada batas waktu pelimpahan sebulan pasca penetapan tersangka. "Ada batas waktu sebulan. Kalau belum ya kita bersurat lagi, menanyakan," jelasnya. Tersangka Bendesa Cok Pemayun kata Ancana disangkakan dugaan pemalsuan isi dari surat permohonan sertifikat. "Diduga melanggar Pasal 263 KUHP," jelasnya.

Terpisah, kasus adat ini mendapat atensi dari Anggota DPR RI Nyoman Parta. Politisi asal Desa Guwang, Kecamatan Sukawati ini meminta kepada pemerintah dan aparat kepolisian untuk memberikan perlidungan kepada krama yang dikenakan sanksi.

Parta menilai dengan penetapan tersangka Bendesa, berarti proses pensertifikatan tersebut cacat hukum. "Berati ada petunjuk awal bahwa proses pensertifkatan itu cacat hukum. Sehingga apa  yang dilakukan oleh mereka yang keberatan tanah miliknnya dijadikan tanah  PKD berarti benar," jelasnya. Dengan demikian pula, sanksi kanorayang atau kesepekang tersebut dinilai tidak tepat. "Tidak pas ditimpakan kepada mereka," ujarnya.

Parta melihat, kasus ini sejatinya sederhana. Jika saja Bendesa mau menyampaikan ada kekeliruan pembuatan PTSL tanah PKD sampai memasukan tanah milik pribadi ke BPN. "BPN pasti mau merubah," jelasnya.

Dengan tegas, Parta menyatakan dukungannya terhadap krama yang Kanorayang maupun yang keberatan. "Saya  telah mempelajari kasus ini, saya memberikan dukungan kepada KK yang memperjuangkan hak-haknya. Saya mohon kepada pemerintah maupun pihak kepolisian agar  memberikan perlindungan kepada mereka. Desa adat harus menghentikan cara-cara paruman briuk siyu dalam mengambil keputusan," tegasnya.

Sementara itu, Bupati Gianyar Made Mahayastra mengatakan akan berusaha menyelesaikan kasus Desa Adat Jro Kuta Pejeng ini. Meski dirasakan semakin rumit, karena sudah masuk ranah hukum, Mahayastra memastikan akan berusaha menjaga kondusifitas warganya. "Terkait kasus Pejeng ini, tadi malam sudah kita atensi. Kita sudah jauh-jauh hari ambil langkah," ujarnya.

Kata Mahayastra, beberapa kali perwakilan 70 song krama yang keberatan sudah menghadap. Begitu pula pihak Prajuru Desa Adat Jro Kuta Pejeng. "Lebih dari sekali, kedua pihak sudah datang. Kita sampaikan, bahwa tidak ada suatu lembaga tanpa bermasalah. Sehingga kita mohon, kasus ini diselesaikan secara jernih," ujar Mahayastra.

Meskipun kedua belah pihak mengklaim kebenaran masing-masing, kata Mahayastra saling ngotot tidak akan menyelesaikan masalah. "Jangka panjang harus dipikirkan, jangan selalu egois masing-masing merasa memenuhi unsur kebenaran. Karena benar belum tentu menyelesaikan masalah, duduk bareng," pintanya.

Mahayastra yakin, baik Desa Adat maupun krama punya maksud baik. "Maksud desa adat sertifikatkan pasti ada benarnya. Krama yang keberatan, mungkin tidak pas saat menerima sosialisasi. Diluar sikut satak juga ada benarnya," ujar Mahayastra.

Diberitakan sebelumnya, kisruh penyertifikatan tanah teba antara Desa Adat Jro Kuta Pejeng, Desa Pejeng, Kecamatan Tampaksiring, Gianyar dan sejumlah krama se-tempat, memasuki babak baru. Bendesa Adat Jro Kuta Pejeng, Cokorda Gde Putra Pemayun, telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan pemalsuan surat. Sebaliknya, dua krama yang kena sanksi kanorayang (dikucilkan secara adat), I Made Wisna dan I Ketut Suteja, diberi waktu dua minggu untuk angkat kaki. Sejumlah krama lainnya juga diultimatum segera cabut keberatannya. *nvi

Komentar