nusabali

Koster Minta Komisi II DPR Bahas RUU Provinsi Bali

  • www.nusabali.com-koster-minta-komisi-ii-dpr-bahas-ruu-provinsi-bali

DENPASAR, NusaBali
Gubernur Bali Wayan Koster kembali sodorkan usulan Rancangan Undang-undang (RUU) Provinsi Bali kepada Komisi II DPR RI (yang antara lain membidangi pemerintah daerah).

Gubernur Koster meminta RUU Provinsi Bali, yang merupakan Revisi UU Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Provinsi Bali-NTB-NTT, secepatnya dibahas DPR RI di Senayan. Usulan pembahasan RUU Provinsi Bali ini disampaikan kembali Gubernur Koster saat menerima kunjungan kerja Komisi II DPR RI, di Gedung Wiswa Sabha Utama Kantor Gubernur Bali, Niti Mandala Denpasar, Senin (11/10) siang. Rombongan wakil rakyat yang berkunjung kemarin dipimpin langsung Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia Tanjung (dari Fraksi Golkar).

Anggota Komisi II DPR RI yang ikut dalam rombongan ke Gedung Wiswa Sabha Utama, masing-masing Anak Agung Bagus Adhi Mahendra Putra alias Gus Adhi (dari Fraksi Golkar Dapil Bali), Ahmad Muzani (dari Fraksi Gerindra), Cornelis (Fraksi PDIP), Yanuar Prihatin (Fraksi PKB), Miftahul Coiry (Fraksi PPP), dan Guspardi Gaus (Fraksi PAN). Hadir juga dalam pertemuan itu Ketua KPU Bali I Dewa Agung Gede Lidartawan, Ketua Bawaslu Bali Ni Ketut Ariyani, dan sejumlah Kepala OPD Pemprov Bali.

Gubernur Koster menyebutkan, RUU Provinsi Bali bisa mulai dibahas DPR RI tahun 2022 mendatang. Gubernur Koster berharap pembahasan RUU Bali disegerakan dan cepat disahkan menjadi Undang-undang. Menurut Gubernur Koster, payung hukum baru sangat urgen bagi Provinsi Bali, karena saat ini masih berlaku regulasi UU Nomor 64 Tahun 1958 yang sudah tidak relevan lagi.

Disebutkan, UU Nomor 64 Tahun 1958 mengacu pada konsideran UUD Sementara 1950, di mana bentuk negara masih Negara Indonesia Serikat (RIS). "Mengacu UU Nomor 64 Tahun 1958 itu, Provinsi Bali masih masuk dalam wilayah Sunda Kecil dengan ibu kotanya adalah Singaraja. Setiap produk hukum yang kami susun, harus merujuk pada UU itu. Jadi, rasanya tanpa makna, secara esensi juga bertentangan,” ujar Gubernur Koster.

Versi Koster, apabila dikaitkan dengan prinsip ketatanegaraan, sangat tidak baik jika hal ini dibiarkan terlalu lama. Syukurnya, tiga provinsi yang terikat dalam satu produk hukum ini---Bali, NTB, NTT---tidak ada yang ‘aneh-aneh’. Makanya, sejauh ini belum muncul persoalan. "Kalau ada yang ‘nakal’, ini bisa jadi ruang munculnya sparatisme baru dengan memanfaatkan kesempatan, karena lemahnya perundang-undangan. Ruang ini yang harus kita tutup agar tidak ada celah,” tegas Gubernur yang juga Ketua DPD PDIP Bali ini.

Koster mengatakan sangat terbuka dan menyerahkan sepenuhnya pembahasan RUU Provinsi Bali ini kepada DPR RI. Mantan anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PDIP Dapil Bali tiga kali periode ini pun bernostalgia dengan sesama kawannya di Senayan.

Koster kembali meyakinkan kalau RUU Provinsi Bali sama sekali tak mengundang kepentingan meminta ‘kekhususan’. Semangat yang tertuang dalam RUU Provinsi Bali adalah bagaimana menjaga kearifan lokal Bali dan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang dimiliki dalam bingkai NKRI, Pancasila, dan UUD 1945. “Intinya, kami ingin Bali dibangun sesuai potensi. Dengan UU ini, Bali akan bisa di-empowerment sesuai dengan kemampuan dan potensi yang dimiliki. Kami sama sekali tidak meminta kekhususan,” tandas politisi senior asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng ini.

Koster juga menyinggung sejumlah regulasi yang menerjemahkan NKRI dalam keseragaman. “Banyak regulasi yang didasari pada semangat NKRI harus sama, padahal potensi tiap daerah berbeda-beda. Ada yang menonjol dalam potensi laut, darat, atau budayanya.”

Sementara itu, Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tanjung mengatakan RUU Provinsi Bali akan diagendakan untuk dibahas awal tahun 2022 depan. Sebelum dibahas, lebih dulu akan dikomunikasikan dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dan Menteri Hukum & HAM Yasonna Laoly.

"RUU Provinsi Bali ini harus tetap menonjolkan kekhasan Bali, tidak meminta kekhususan daerah seperti Aceh dan Papua. Misalnya, Bali sebagai daerah pariwisata. Nanti RUU Provinsi Bali ini akan kami komunikasikan dengan Mendagri dan Menkum HAM," ujar Doli Kurnia.

Wakil Ketua Umum DPP Golkar ini menyebutkan ada 13 provinsi di Indonesia yang masih menggunakan regulasi lama, ketika Indonesia masih berbentuk RIS. "Benar juga apa yang disampaikan Gubernur Bali, bahwa Bali masih menggunakan dasar hukum UUD Sementara 1950, saat Indonesia masih berbentuk Republik Indonesia Serikat," katanya.

"Maka, kondisi ini harus kami sampaikan kepada pemerintah pusat nanti. Saat ini ada 13 provinsi nasibnya sama dengan Bali, mereka menyampaikan aspirasi yang sama seperti Provinsi Bali, agar regulasi yang mengatur pemerintahan di daerah mengacu dengan UUD 1945 (bentuk negara NKRI)," lanjut politisi Golkar asal Sumatra Utara ini. *nat

Komentar