nusabali

Ada Pembagian Sembako bagi Keturunan Pimpinan Perang

Peringatan Perang Banjar Bangkitkan Spirit Perlawanan terhadap Kolonial

  • www.nusabali.com-ada-pembagian-sembako-bagi-keturunan-pimpinan-perang

Ida Made Rai yang memimpin Perang Banjar saat melawan Belanda 20 September 1868, telah diusulkan sebagai Pahlawan Nasional. Selain itu, juga dikaji pembangunan Monumen Perjuangan di Banjar.

SINGARAJA, NusaBali

Perang Banjar yang terjadi pada 20 September 1868 kembali diperingati untuk membangkitkan spirit perlawanan kepada kolonial. Serangkaian peringatan 153 tahun Perang Banjar ini, dilakukan pembagian paket sembako kepada para keturunan pimpinan perang, di Pura Melanting, Desa/Kecamatan Banjar, Buleleng, Minggu (19/9) sore.

Dalam acara kemarin sore, sebagian dari kaum lanjut usia (Lansia) keturunan pimpinan Perang Banjar diantarkan dan dituntun anak cucu mereka memasuki Madya Mandala Pura Melanting, untuk mengambil paket sembako. Ada 300 paket sembako yang dibagikan oleh Paiketan Sameton Perang Banjar.

Perang Banjar pada 20 September 1868 meletus seusia Perang Jagaraga di kawasan Desa Jagaraga, Kecamatan Sawan, Buleleng. Perang Banjar berpusat di Desa Temukus, Kecamatan Banjar. Perang untuk melawan kolonial Belanda ini dipimpin oleh Ida Made Rai, tokoh besar dari Griya Gede Banjar, Desa/Kevamatan Banjar.

Menurut keturunan Kelima Griya Gede Banjar, Ida Bagus Wika Krisna, terjadinya Perang Banjar berawal dari pemberhentian Raja Ida Made Rai sebagai punggawa di Distrik Banjar. Dia diberhentikan oleh Regen (Raja) I Gusti Ketut Jelantik atas perintah dari Residen Belanda di Buleleng.

Ida Made Rai saat itu diberhentikan, karena dianggap lalai menjalankan perintah, sehingga harus menjalani hukuman dengan dibuang ke Banyuwangi, Jawa Timur. Namun, hukuman yang diterima Ida Made Rai membuat tokoh besar di Banjar ini marah. Pasalnya, keputusan itu dinilai sebagai penyimpangan tradisi dan desa adat. Selain Ida Made Rai adalah tokoh besar di Banjar, warga setempat saat itu juga tidak suka dengan punggawa yang baru.

Maka, setelah kembalinya Ida Made Rai dari hukuman pembuangan di Banyuwangi, para tokoh dan seluruh rakyat Banjar merasa senang dan terharu. Ida Made Rai sempat diusulkan kembali untuk duduk sebagai punggawa Distrik Banjar, namun ditolak oleh kolonial Belanda. “Dari situ para tokoh Banjar di bawah pimpinan Ida Made Rai melakukan perlawanan dan akhirnya terjadi Perang Banjar tahun 1868,” terang IB Wika Krisna di sela acara pembangian sembako kemarin sore.

Dikisahkan, tidak terima sikap perlawanan Ida Made Rai tersebut, Belanda di bawah pimpinan Mayor van Heemskrek melakukan serangan militer terhadap Banjar pada 20 September 1868. Dalam pertempuran pertama, Laskar Banjar yang dipimpin Ida Made Rai berhasil menuai kemenangan, ditandai dengan gugurnya Letnan Stegman dan Nijs, serta 20 serdadu Belanda di Desa Temukus, Kecamatan Banjar.

“Perang Banjar berlangsung hampir sebulan penuh sejak 20 September sampai Oktober 1868. Terjadi empat kali serangan dari Belanda dan hampir tak pernah kalah. Pusat perang di Desa Temukus,” ungkapWika Krisna.

“Terakhir, Ida Made Rai menyerah karena Belanda menyandera ibu dan dua anaknya, sehingga di situ terjadi pertukaran. Ida Made Rai menyerah untuk menyelamatkan ibu dan dua anaknya,” lanjut dosen STAHN Mpu Kuturan Singaraja ini.

Setelah menyerah, Ida Made Rai bersama sejumlah pimpinan perangnya dari beberapa desa di Kecamatan Banjar diasingkan dan dipenjara di Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat. Saat itu, Ida Made Rai dipenjara bersama sejumlah tokoh Banjar, seperti Ki Kamasan (dari Desa Kalianget, Kecamatan Seririt), Ida Made Tamu dan I Gusti Landa (dari Desa/Kecamatan Banjar), Ni Blegug dan Kumpi Nari (dari Desa Sidetapa, Kecamatan Banjar), I Dade (dari Desa Cempaga, Kecamatan Banjar), dan Ida Bagus Kaler (dari Desa Kayuputih, Kecamatan Banjar).

“Setelah beberapa tahun menjalani hukuman penjara, akhirnya semua pimpinan perang dilepas oleh Belanda. Tapi, Ida Made Rai tidak dilepas, karena dianggap memimpin pemberontakan. Nah, saat itu ada juga pengempu Ida Made Rai, yakni Ni Blegug, juga tidak mau pulang ke Banjar. Ni Bledug putuskan menemani Ida Made Rai menjalani penjara seumur hidup di Sukamiskin,” jelas Wika Krisna.

Sementara, para pimpinan perang dan tokoh-tokoh Banjar lainnya pilih kembali melakukan perlawanan, setelah mereka dilepas dari Sukamiskin dan pulang ke Buleleng. Bahkan, sejumlah pejuang perempuan dari keturunan pejuang Perang Banjar ikut terlibat sebagai relawan dan pembawa makanan prajurit saat perangh kemerdekaan RI dan revolusi fisik.

Perang Banjar sendiri diperingati oleh Paiketan Sameton Perang Banjar sejak 3 tahun terakhir, untuk mewarisi spirit perjuangan Ida Made Rai dan pasukannya. Sebagai generasi penerus, Paiketan Sameton Perang Banjar memiliki angan untuk terus menghormati jasa leluhur mereka. “Peringatan Perang Banjar ini bukan konteks membesarkan nama besar keluarga, tetapi spirit perjuangannya yang harus diwariskan. Perjuangan pun tak harus perang, tetapi lebih pada ideologis dan kecintaan tanah air,” tegas Wika Krisna.

Menurut Wika Krisna, peringatan kali ini yang disertai pembagian sembako kepada para Lansia keturunan pimpinan Perang Banjar, merupakan pengganti perayaan seremonial yang biasanya dilangsungkan besar-besaran. Aksi peduli sosial di masa pandemi Covid-19 ini merupakan wujud kecintaan tanah air, dengan membantu sesama warga yang membutuhkan.

Sementara itu, sebagai bentuk penghormatan terhadap Ida Made Rai, kata Wika Merta, Pemkab Buleleng dan Pemprov Bali telah mengkaji untuk membangun Monumen Perjuangan. Selain itu, Ida Made Rai juga diusulkan sebagai Pahlawan Nasional. Menurut Wika Krisna, usulan sudah diajukan tahun 2019 silam. *k23

Komentar