nusabali

Berisi Kisah Cinta Nyoman Rai Srimben-Raden Soekemi

17 Relief Hiasi Ruang Terbuka Hijau (RTH) Bung Karno di Sukasada, Buleleng

  • www.nusabali.com-berisi-kisah-cinta-nyoman-rai-srimben-raden-soekemi

Patung Sungkeman Bung Karno kepada ibunya, Nyoman Rai Srimben, sudah dikirim ke Buleleng dari Bantul, Jogjakarta. Sedangkan Patung Bung Karno sebagian masih berada di Bantul danm sebagian lagi telah tiba di Buleleng.

SINGARAJA, NusaBali

Sebanyak 17 relief berbahan perunggu akan menjadi daya tarik tersendiri dalam bangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Bung Karno di Kelurahan /Kecamatan Sukasada, Buleleng yang kini tengah dibangun. Relief-relief tersebut menceritakan kisah cinta orangtua Bung Karno, yaini Raden Soekemi dan Ni Nyoman Rai Srimben---perempuan Bali asal Banjar Bale Agung, Kelurahan Paket Agung, Kecamatan Buleleng.  

Relief yang rata-rata berkuran 210 cm x 90 cm ini sudah terpasang di bagian bawah pedestal, yang di atasnya nanti akan berdiri Patung Bung Karno setinggi 8 meter.

Relief tersebut juga dibuat pematung di kawasan Bantul, Jogjakarta, yang selama ini menggarap Patung Bung Karno dan Patung Sungkeman Bung Karno dengan ibunya.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (LH) Buleleng, I Gede Melanderat, menjelaskan secara runut kisah cinta orangtua Bung Karno—Presiden RI pertama---yang diabadikan melalui pahatan berbahan perunggu di RTH Bung Karno tersebut. Menurut Made Melanderat, 17 relief ini memang sudah masuk dalam rancangan pembangunan RTH Bung Karno, sebagai upaya penghormatan dan penghargaan kepada orangtua sang Proklamator.

Made Melanderat menyebutkan, kisah cinta Nyoman Rai Srimben dan Raden Soekemi didapatkan pemerintah dari cerita dan penuturan keluarga ibunda Bung Karno di Bale Agung, Kelurahan Paket Agung. Raden Soekemi sendiri merupakan pria asal Blitar, Jawa Timur yang dulu jadi guru di SDN 1 Banjar Agung---sekolah tertua di Bali.

“Terkait relief ini kami memang meminta masukan kepada kelurga besar Bale Agung. Relief ini merupakan bentuk penghormatan. Pengerjaan untuk tahun ini 8 relief, sisanya sudah dikerjakan pada tahap sebelumnya,” jelas Melanderat saat dikonfirmasi di Singaraja, Minggu (12/9).

Kisah cinta orangtua Bung Karno dimulai saat Raden Soekemi yang seorang guru di Sekolah Rakyat (SR) Banjar Paketan---kini menjadi SDN 1 Banjar Paketan. Karena bertugas di Singaraja, Raden Soekemi sering berkeliling dengan sepeda ontelnya. Soekemi pun diceritakan dalam relief mulai mengenal sosial budaya Bali di sekitar tempat mengajarnya.

Salah satunya, menyaksikan gadis yang menari di Pura Desa Adat Buleleng, juga gadis yang sedang menenun. Ternyata, salah satu gadis yang sering dilihatnya menari dan menenun itu adalah Nyoman Rai Srimben, yang kemudian dinikahinya hingga melahirkan Bung Karno.

Dikisahkan, di tengah tugasnya sebagai guru saat itu, Soekemi jatuh hati dengan sosok Rai Srimben. Mereka pun sempat menjalin hubungan secara diam-diam. Hingga akhirnya hubungan asmara mereka diketahui oleh keluarga besar Rai Srimben di Bale Agung. Pihak keluarga tidak menyetujui hubungan mereka.

Saat itu, keluarga besar Bale Agung meyakini tidak ada anak perempuan yang menikah dengan pria dari luar desa maupun luar daerah. Jika sampai terjadi, maka harus menempuh jalan kawin lari. Kondisi hubungan tanpa restu itu pun diperkeruh dengan pengaruh kolonial Belanda, yang semakin membuat suasana keluarga Rai Srimben di Bale Agung memanas.

Namun, karena saling cinta, Soekemi tetap menikahi Rai Srimben dengan jalan kawin lari. Mereka akhrinya kembali ke Surabaya. Hubungan Rai Srimben dengan keluarga besar Bale Agung pun retak. Namun, Rai Srimben dan Soekemi tetap merupaya untuk menjalin silaturahmi dengan mengirimkan surat ke Bale Agung. Surat pertama yang dikirimkan menikah terjadi tahun 1901. Dalam suratnya itu, di-informasikan bahwa Rai Srimben telah melahirkan anak keduanya pada tanggal 6 Juni 1901, yakni Soekarno (Bung Karno).

Menurut Melanderat, kisah cinta orangtua Soekarno yang dikemas dalam relief itu nantinya akan memperkuat keberadaan RTH Bung Karno dari sisi sejarah. Di pedestal yang telah disiapkan sebagai dasar berdirinya Patung Bung Karno, juga telah dipasang sejumlah kata-kata motivator dan puisi milik Sang Proklamator.

“RTH ini memang dirancang sebagai bagian dari heritage Bung Karno. Di sisi awalnya, wisatawan bisa menikmati wisata sejarah, setelah itu turun ke rumah keluarga Rai Srimben di Bale Agung, kemudian SDN 1 Banjar Paketan, dan terakhir tur ke Kantor Bupati Buleleng (di Jalan Pahlawan Singaraja) dengan bangunan tua peninggalan Kolonial Belanda,” jelas mantan Kadis Ketahanan Pangan dan Perikanan (KKP) Buleleng ini.

Sementara itu, memasuki minggu ke-16 progres pembangunan RTH Bung Karno progresnya sudah mencapai 42,3 persen. Sejumlah paket pekerjaan masih berproses, termasuk pengerjaan Patung Singa Ambara Raja di open stage RTH Bung Karno, pengerjaan amanisasi, aula, saluran drainase.

Sedangkan untuk pengiriman Patung Bung Karno yang akan menjadi ikon RTH Bung Karno, sudah dilakukan tahap pertama akhir Agustus 2021 lalu. Sementara pengiriman tahap kedua Patung Bung Karno dari Bantul akan dilakukan dalam pekan ini. “Sebagian Patung Bung Karno memang sudah sampai di sini, tetapi setelah perakitan dan finishing baru nanti dipasang. Kami baru bisa terima berupa paket pekerjaan setelah patung berdiri,” jelas Melanderat.

Menurut Melanderat, bagian Patung Bung Karno yang sudah sampai di Buleleng, antara lain, kaki, lengan, dan perut. Selain itu, sejumlah relief dan Patung Sungkeman Soekarno dengan ibunya, Rai Srimben, juga sudah tiba di Buleleng. Sedangkan bagian Patung Bung Karno yang baru akan dikirim tahap kedua adalah dada dan kepala. *k23

Komentar