nusabali

Hutan Pinus Glagah Linggah Dijajaki Jadi Destinasi Wisata

  • www.nusabali.com-hutan-pinus-glagah-linggah-dijajaki-jadi-destinasi-wisata

BANGLI, NusaBali com – Hutan pinus di Desa Glagah Linggah, Kintamani, menjadi salah satu spot berfoto bagi wisatawan. Kini kawasan hutan lindung di Kabupaten Bangli itu pun dijajaki menjadi destinasi wisata.

Saat ini, hutan pinus tersebut masih dalam tahap analisis potensi destinasi wisata yang berkolaborasi dengan PoltekPar (Politeknik Pariwisata) Bali. “Pada tahun 2018 saya mengajukan diri ke PoltekPar untuk mendapatkan bimbingan, pendampingan tersebut masih terjalin hingga sekarang, dalam mengembangkan destinasi wisata hutan pinus ini,” ujar Wayan Sumadi, Bendesa Desa Adat  Glagah Linggah, Kamis (9/9/2021).

Setelah tiga tahun memperoleh pendampingan oleh PoltekPar Bali, dirinya telah mendapatkan beberapa gambaran mengenai potensi wisata yang dimiliki oleh hutan pinus tersebut. “Nantinya seiring berjalannya waktu, kami akan mengemas hutan pinus tersebut sebagai tempat pra wedding, camping dan pengambilan gambar untuk pembuatan film,” ujar bendesa berusia 52 tahun ini, Kamis (9/9/2021) sore.

Wayan Sumadi pun tidak ingin bergesa- gesa dalam menggali potensi wisata dari hutan pinus tersebut. “Selama pendampingan, yang saya harapkan yakni dapat membuka wawasan dan pikiran masyarkat, sebagai sumber daya manusia yang berkompeten, yang dapat melayani pengunjung dengan baik apabila nanti hutan pinus tersebut secara resmi menjadi sebuah destinasi pariwisata,” ujarnya.

Lebih lanjut ia menyampaikan, bahwa latar belakang masyarakat Desa Glagah Linggah memiliki keinginan untuk mengemas hutan pinus yang dimiliki menjadi destinasi wisata, yakni agar masyarakat desa dapat merasakan manfaat ekonomi dari keberadaan hutan pinus tersebut. “Karena masyarakat Desa Glagah Linggah lah yang sehari-hari merawat, dan menjaga hutan pinus ini secara swadaya,” tuturnya.

Lebih lanjut Wayan Sumadi pun menjelaskan keberadaan hutan pinus di Desa Glagah Linggah tersebut, telah mendapat perlindungan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di tahun 2018 yang lalu. “Salah satu dari isi perlindungan tersebut, yakni masyarakat dapat mengambil dan memanfaatkan hasil hutan bukan kayu. Seperti rumput, sayur-sayuran yang ada di hutan boleh dimanfaatkan oleh masyarakat yang memiliki izin terhadap hutan tersebut,” jelasnya.

Dalam merawat kelestarian hutan pinus tersebut, Wayan Sumadi pun secara ketat mengawasi para pengunjung meskipun hutan pinus tersebut saat ini belum resmi berdiri sebagai sebuah destinasi wisata. Pengunjung diharapkan tidak merokok dan membuang sampah di tengah hutan. Rokok dapat berpeluang menjadi kebakaran hutan, dan membuang sampah sembarangan dapat menyebabkan pencemaran hutan dan dapat mengganggu kelestarian dari hutan tersebut.

Wayan Sumadi pun tidak melarang masyarakat untuk berkegiatan di dalam hutan pinus, asal saja para pengunjung hutan pinus terlebih dahulu harus mendapatkan izin dari desa. “Karena tanggung jawab keselamatan wisatawan, dan keberadaan hutan tersebut berada di tangan desa Glagah Linggah itu sendiri,” ujarnya.

Dirinya pun kemudian mengungkapkan, bahwa kunjungan sebelum masa pandemi, di hari libur sekolah, weekend dan hari raya tertentu, hutan pinus tersebut dapat dikunjungi 1.200 – 1.500 pengunjung per harinya. “Maka dari itu saya optimis melihat potensi wisata yang dimiliki oleh hutan pinus ini,” ungkapnya.

Luas dari hutan pinus Desa Glagah Linggah tersebut yakni 50 hektare, dan pohon-pohon pinus yang ada di hutan tersebut merupakan pohon generasi kedua. “Umur pohon pinus yang ada di hutan ini yakni 50 tahun, yang merupakan generasi ke dua. Era generasi pertama sudah hancur dilanda bencana alam letusan Gunung Agung pada saat 1963,” tuturnya.

Saat dikunjungi pada Kamis (9/9/2021) sore, hutan pinus Desa Glagah Linggah terlihat sepi, dan hanya terlihat masyarakat desa setempat yang hadir mencari rumput untuk pakan ternak. “Semua tanaman di hutan ini dirawat oleh masyarakat Desa Glagah Linggah, bahkan rumputnya juga dirawat, karena rumput tersebut digunakan sebagai pakan ternak oleh masyarakat desa,” ujarnya.

Wayan Sumadi pun kemudian mengungkapkan, bahwa pendampingan oleh PoltekPar Bali telah memberikan berbagai macam inovasi dan inspirasi untuk dirinya maupun masyarakat desa, dalam mengembangkan hutan pinus tersebut hingga nanti akan dapat resmi menjadi sebuah destinasi wisata, yang nyaman, aman, dan memuaskan bagi para wisatawan. “Saya ada rancangan membuat agroforestry, yang merupakan pengelolaan lahan hutan untuk ditanami tanaman rempah, obat-obatan dan tanaman yang bermanfaat lainnya yang dikemas dalam bentuk wisata. Nanti pengunjung dapat memetik, atau memanen hasil dari tanaman rempah yang ada,” ujarnya.

Selain itu Wayan Sumadi pun telah merancang sebuah kemasan wisata yang bernama Taman Bumi Banten. “Nanti akan ada wilayah khusus yang akan ditanami tanaman-tanaman kebutuhan upacara keagamaan Hindu di Bali, nanti masyarakat desa maupun wisatawam apabila butuh sarana upacara dapat diperoleh di tempat tersebut,” jelasnya.

Wayan Sumadi pun berharap agar masyarakat Desa Glagah Linggah maupun masyarakat Bali pada umumnya dapat saling menjaga kelestarian hutan, karena seperti yang diketahui hutan merupakan salah satu sumber penghasil mata air untuk kehidupan. Selain itu dirinya pun juga berharap agar destinasi wisata hutan pinus tersebut, dapat secara perlahan ditata, dan dapat terwujud sebagai sebuah destinasi wisata dalam waktu yang tepat. “Nanti diharapkan keberadaan hutan pinus ini juga dapat memberikan manfaat kepada masyarakat luas, khususnya manfaat ekonomi, bagi masyarakat Desa Glagah Linggah,” harap Wayan Sumadi.

Perlu diketahui Desa Glagah Linggah merupakan desa yang terdiri dari 100 persen pendatang. Dan telah diresmikan menjadi sebuah desa adat, pada tahun 1990an. “Masyarakat berasal dominan berasal dari Karangasem dan Bangli. Terdiri dari 205 KK desa adat, dan 240 KK desa dinas,” ungkap Wayan Sumadi. *rma

Komentar