nusabali

Djamur Komunitas, Salah Satu Pelopor Street Art di Bali

  • www.nusabali.com-djamur-komunitas-salah-satu-pelopor-street-art-di-bali

DENPASAR, NusaBali.com – Djamur Komunitas, sebuah nama yang sudah tidak asing lagi bagi para seniman di Bali, khususnya para pegiat seni mural di Bali.

Djamur Komunitas merupakan sebuah wadah penampung ide-ide kreatif bagi para anggotanya, yang telah terbentuk sejak tahun 2007. “Nanti pada 27 Desember 2021, Djamur Komunitas berumur 14 tahun,” ujar Gede Sumarjaya alias Bull yang menjadi pegiat  Djamur Komunitas.

Djamur Komunitas memiliki keunikan tersendiri menjalankan sebuah perkumpulan, yakni dengan memberikan ruang bebas berpendapat bagi seluruh anggota yang ada di dalamnya. “Misalnya ingin membuat suatu kegiatan, setiap anggota wajib memberikan idenya masing-masing,” ujar Bull.

Dirinya pun menambahkan, bahwa salah satu kegiatan dari Djamur Komunitas yang paling berkesan, yakni gelaran ‘Gift From The Street’ yang diselenggarakan pada 3 Januari 2018, di Bentara Budaya Bali,  Bypass Prof Ida Bagus Mantra, Ketewel, Sukawati, Gianyar.

FOTO: Pegelaran musik, pada kegiatan 'Gift From the Street' oleh Djamur Komunitas, Januari 2018 -IST

“Pada saat itu Djamur Komunitas mengadakan pameran, namun bukan pameran karya lukisan biasa yang dipajang. Namun pameran mural. Muralnya itu kami langsung gambar di tembok galeri yang ada di Bentara Budaya Bali, jadi setiap tembok ada muralnya,” ungkapnya.

Adapun personel dari Djamur Komunitas yakni Mankgen alias Genetik, Arde Wiyasa alias Sangut, Anak Agung Gede Wira Merta, Icha Capunk, Perwira Kusuma alias PWRK, Arsew Made, Gede Sumarjaya alias Bull, Gede Agustinus Darmawan alias Timbool, I Kadek Surya Darma alias Guswah, I Wayan Wasudewa alias Datuk Artwork, Gede Bambang Yoga, I Nyoman Suradman, Jombool, I Ketut Bagia Yasa, dan Gede Adi Semarajaya. “Penggagas pertamanya ada Mankgen, lalu Guswah, yang merupakan mahasiswa ISI pada saat itu, dan terbentuklah Djamur Komunitas pada 27 Desember 2007,” ujar Bull.

Dirinya pun menambahkan para personel Djamur Komunitas memiliki latar belakang kemampuan dan profesi yang berbeda. “Ada yang jadi guru, ada yang jadi fotografer, videografer, penari, bahkan penyanyi. Tidak semua bisa gambar kok,” ungkap Bull.

Nama Djamur Komunitas menurut Bull yakni memiliki makna agar kelangsungan wadah atau perkumpulan tersebut, layaknya jamur yang dapat bertumbuh di banyak tempat. “Sama halnya dengan mural kami, agar bertumbuhan layaknya jamur,” ujar Bull.

Bull pun menjelaskan bahwa Djamur Komunitas memiliki sistem yang unik saat perekutan personel. Tidak melalui seleksi formal, maupun seleksi ketat lainnya, melainkan para calon anggota baru harus memiliki rasa kebersamaan, dan kekeluargaan yang kuat agar dapat bergabung di dalam Djamur Komunitas. “Yang terpenting nyambung aja dulu, tidak harus pintar menggambar. Banyak seniman yang ingin bergabung, tapi Djamur Komunitas tidak bisa asal terima anggota baru,” ujarnya.

Lebih lanjut Bull pun menyebutkan bahwa banyak karya yang telah disuguhkan oleh Djamur Komunitas dalam berseni mural di Bali, dan menyuarakan kritik-kritik ringan, seperti kritik lingkungan. “Beberapa mural Djamur Komunitas dapat dilihat di Jalan Nusa Indah Denpasar, Jalan Pakisaji Denpasar, Jalan Serma Dita Denpasar, dan Jalan Setia Budi Denpasar,” tuturnya.

Bull pun mengungkapkan bahwa di 13 tahun lebih perjalanan di dunia street art, Djamur Komunitas telah banyak mengikuti acara-acara mural, dan telah banyak menerima panggilan untuk mengerjakan mural di sebuah kafe, bahkan di badan truk. “Kalau acara mural yang terakhir kami ikuti, di Bulan Mei 2021 nama acaranya ‘Bali yang Binal’ acara mural yang diselenggarakan di Nusa Penida, lalu ada di Bulan Juni 2021 juga nama acaranya ‘Temple Land Collective’ yang diadakan di Niki Galery Ubud, Gianyar,” tuturnya.

Dirinya pun mengatakan bahwa citra dan pandangan masyarakat terhadap seni mural dari waktu ke waktu mengalami dinamika. “Dulu pada tahun 2007 sampai 2010 itu mural masih dipandang sebagai aksi vandalisme, tapi saat ini mural pun telah menjadi seni yang cukup menjanjikan apabila dikomersilkan,” tuturnya.

Bull pun berharap agar solidaritas dari para personel Djamur Komunitas selalu terjaga, dan tetap terjalin dari waktu ke waktu. “Kini mural tidak hanya sebagai media untuk bersuara, namun jika dikemas sedemikian rupa dan dikomersilkan, dapat menjadi sesuatu yang menjanjikan,” ujarnya.

Bull pun sedikit berpesan kepada para seniman mural khususnya seniman mural di Bali, agar memikirkan dengan sangat matang terkait tema mural atau kritik yang akan dikerjakan. “Jangan sampai karya yang telah dibuat susah payah, menjadi bumerang sendiri di kemudian hari. Jadi harus pintar memilih tema dan bahasa yang digunakan. Tidak hanya sekadar corat-coret,” tutupnya. *rma

Komentar