nusabali

New Normal: Jalan Spiritual

Satyena labhyas tapasa hy esa atman, Samyagjnena brahmacaryena nityam. (Mundaka Upanisad III.1.5)

  • www.nusabali.com-new-normal-jalan-spiritual

Atman ada di dalam diri, murni dan menyinari. Ia dapat dicapai melalui satya, tapa, brahmacari dan samyagjnana

COVID-19 mengajarkan setiap orang untuk aware terhadap dirinya, lebih memperhatikan dirinya. Dalam teks Mundaka Upanisad di atas, diri sejati yang mesti disadari disebut dengan atman. Kondisi-Nya selalu murni dan menyinari. Bagaimana memahami sang diri itu? Sebagaimana Covid-19 pesankan: menjaga jarak, memakai masker, mencuci tangan, menghindari kerumunan, dan mengurangi bepergian. Menjaga jarak artinya terbebas dari identitas apapun yang ada di luar Diri sejati; memakai masker artinya tidak menebarkan penyakit yang bersumber dari mulut sendiri; menghindari kerumunan artinya pikiran harus senantiasa fokus pada diri sejati dan tidak membiarkan pikiran-pikiran liar berkerumun di kepala; mencuci tangan artinya senantiasa membersihkan diri dari berbagai kekotoran yang datang; mengurangi bepergian artinya selalu berada di dalam sang diri, keinginan tetap dijaga agar tidak liar ke mana-mana.

Jika demikian, 5 M dari protokol kesehatan pandemi Covid-19 tersebut tidak lain sebenarnya adalah jalur spiritual yang pendekatannya sesuai dengan teks di atas. Jika 5 M itu telah menjadi kenormalan baru, telah menjadi bagian dari aktivitas sehari-hari, rasa jenuh yang dirasakan awal-awal, lama-kelamaan akan menjadi sebuah turning poin penjalanan ke dalam diri. 5 M itu akan bertransformasi menjadi satya, tapa, brahmacari, dan samyagjnana. Satya artinya kebenaran, sesuai dengan prinsip semesta. Setiap makhluk yang ada di alam semesta diarahkan menuju ke arah kesadaran dirinya. Ini adalah satya. Tapa artinya praktik asketis. Praktik ini dilakukan dalam rangka memutus berbagai tendensi yang mengalihkan arah kebenaran. Brahmacari artinya senantiasa menjaga kesucian diri, dan samyagjnana artinya memiliki pengetahuan yang benar atas kehidupan.

Jika transformasi 5 M ini menjadi satya, tapa, brahmacari, dan samyagjnana, saat kejenuhan dan kebosanan hidup dengan prokes berubah menjadi gaya hidup baru, tentu ini adalah sebuah perubahan besar bagi arah kesadaran manusia. Covid-19 akan menjadi alarm bagi kesadaran manusia, membangunkan kesadarannya yang selama ini tertidur, kesadaran yang selama ini dininabobokkan oleh kebodohan dan jeratan klesa. Bagaimana Covid-19 ini berperan terhadap itu? Dengan kehadirannya saja, kesadaran semua orang tergoyang. Goyangannya semakin kencang ketika mengancam keselamatannya, mengancam perekonomiannya, mengancam masa depannya. Saat ancaman ini terus-menerus menekan, maka imunitas diri seseorang secara bertahap terbangun. Jika imunnya telah kuat, kehidupan dengan kenormalan baru menjadi gaya hidup. Gaya hidup ini ketika dijalankan akan bertransformasi menjadi satya, tapa, brahmacari, dan samyagjnana. Ia akan terbiasa berjalan di jalan kebenaran (satya). Ia akan terbiasa dengan segala tekanan (tapa), sebab tekananlah yang
melahirkan diamond. Ia akan selalu menjaga kesucian dan selalu hidup dalam pengetahuan yang benar.

Apa yang muncul jika transformasi ini terjadi? Akan hadir sebuah peradaban baru, yakni peradaban yang berkesadaran, peradaban yang memuliakan, peradaban yang menjadikan perjalanan sebagai sebuah tujuan. Akankah itu muncul? Jika terjadi transformasi, dipastikan peradaban yang berkesadaran itu muncul. Apakah pernah sebuah peradaban yang berkesadaran muncul dari sebuah pandemi? Dalam taraf individu-individu itu dipastikan terjadi dan selalu terjadi. Mengapa? Karena banyak individu yang tersadarkan, yang tercerahkan oleh sebuah peristiwa-peristiwa, termasuk peristiwa pandemi.

Jika transformasi itu terjadi pada level individu, lalu mengapa disebut peradaban yang berkesadaran? Peradaban yang berkesadaran tidak pernah terjadi dalam bentuk kolektif massa. Kerumunan tidak pernah mengalami transformasi. Hanya individu yang bisa mengalami transformasi. Sehingga, peradaban yang berkesadaran itu artinya peradaban yang berkembang pesat di dalam diri individu masing-masing. Jika transformasi itu terjadi, maka peradaban berkesadaran itu mulai terbangun di dalam dirinya. Peradaban material yang terbangun, betapa pun megahnya, bersama waktu akan hancur seperti pasir yang terhempas ombak. Peradaban yang berkesadaran adalah peradaban abadi, karena jalurnya berada dalam keabadian. Jalur yang mengarah ke arah keabadian inilah secara sederhana disebut jalan spiritual. Mengapa disebut jalan spiritual? Karena peradaban yang berkesadaran tersebut terbangun dari laku kesehariannya. *

I Gede Suwantana

Komentar