nusabali

Dipercaya Jadi Pilot Pesawat Evakuasi 26 WNI dari Afghanistan

Kapten Pnb Sang Made Krishna Yuliastawa SS Than, Putra Bali yang Kini Kasubsiopsud Siops Skadron Udara 17

  • www.nusabali.com-dipercaya-jadi-pilot-pesawat-evakuasi-26-wni-dari-afghanistan

Kapten Pnb Sang Made Krishna Yuliastawa kembali ditugasi evakuasi WNI dari Afghanistan pasca Taliban berkuasa, karena sebelumnya berpengalaman terbang ke negara konflik itu sebagai Tim Aju Kunjungan Presiden Jokowi tahun 2018

JAKARTA, NusaBali

Pemerintah gunakan pesawat TNI AU dengan mengerahkan personel Skadron Udara 17 Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur, untuk mengevakuasi WNI dari Afghanistan, pekan lalu. Salah satu pilot yang dipercaya menerbangkan pesawat tersebut adalah Kapten Pnb Sang Made Krishna Yuliastawa SS Than, 31, anggota TNI AU asal Banjar Tengah, Desa/Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar.

Kapten Pnb Sang Made Krishna Yuliastawa terpilih menjadi salah satu pilot evakuasi WNI dari Afghanistan, karena dia memiliki pengalaman pernah ke negara konflik tersebut pada tahun 2018. Ketika itu, Krishna Yuliastawa menjadi anggota Tim Aju (Persiapan) TNI AU saat kunjungan Presiden Jokowi ke Afghanistan, 29 Januari 2018. Waktu itu, kondisi Afghanistan juga masih tegang. Selain Krishna Yulistawa, ada satu perwira TNI AU dari Skadron Udara 17 lagi yang berpengalaman terbang ke Afghanistan, yakni Mayor Pnb Mulyo Hadi.

Krishna Yuliastawa sendiri mendapat info akan kembali diberangkatkan ke Afghanistan sebagai pilot pesawat evakuasi WNI, 16 Agustus 2021 malam. Kemudian, surat keputusan keluar keesokan harinya, 17 Agustus 2021. Hari itu juga, anggota TNI AU yang kini menjabat Kasubsiopsud Siop Skadron Udara 17 Halim Perdana Kusuma ini langsung menjalani tes PCR.

Kemudian, Krishna Yuliastawa mengabari istrinya, I Dewa Ayu Sri Purnama, yang berprofesi sebagai Wara TNI AU, perihal penugasan berangkat ke Afghanistan untuk kedua kalinya ini. Selain itu, dia juga menginformasikan berita penugasan ini kepada keluarganya di Bali.

Menurut Krishna Yuliastawa, keluarga sebenarnya agak keberatan dia berangkat ke Afghanistan, yang kondisinya masih genting pasca Thaliban berkuasa. "Anak sulung saya (Sang Putu Vikrama Eka Praditya, Red) jadi rewel, sementara istri saya menangis. Bahkan, ibu saya tidak bisa tidur mendengar kabar itu. Namun, sebagai prajurit TNI, saya harus siap menjalankan tugas. Apalagi, bapak saya pernah ber-pesan agar saya jangan pernah menghindari tugas," tutur Krishna Yuliastawa kepada NusaBali di Jakarta, Senin (23/8) lalu.

Singkat cerita, Krishna Yuliastawa berserta tim evakuasi WNI berkekuatan total 13 personel pun terbang ke Afghanistan, 18 Agustus 2021 atau sehari pasca HUT ke-76 Proklamasi Kemerdekaan RI. Mereka berangkat dari Lanud Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur, Rabu (18/8) pagi pukul 06.00 WIB.

Dalam penerbangan itu, Krishna Yuliastawa dapat giliran menjadi pilot pertama dengan rute Halim Perdana Kusuma-Aceh yang menghabiskan waktu 2 jam 30 menit. Kemudian, penerbangan dilanjutkan oleh pilot lainnya sesama dari personel TNA AU.

Krishna Yuliastawa menyebutkan, mereka memang tidak terbang langsung ke Afghanistan, melainkan transit di beberapa tempat. Dari Halim Perdana Kusuma ke Aceh. Dari situ, lanjut ke Kolombo (Sri Lanka), Karachi (Pakistan), Islamabad (Pakistan), hingga Kabul (ibukota Afghanistan). Mereka tiba di Bandara Hamid Karzai Kabul, Jumat (20/8) dinihari pukul 04.30 waktu setempat.

Versi Krishna Yuliastawa, kondisi Bandara Hamid Karzai Kabul berdekatan dengan gunung dan tidak ada fasilitas pendaratan, sehingga mereka berbagi tugas untuk membantu pilot saat pendaratan. Krishna Yuliastawa duduk di belakang pilot dengan tugas membacakan emergency dan prosedur pendaratan. “Ketika mendarat, kami melihat di bandara telah banyak orang menunggu untuk dievakuasi,” terang alumnus Akademi Angkatan Udara (2012) dan Sekolah Penerbang (2014) ini.

Krishna Yuliastawa mengaku sempat membaca berita di sebuah media online yang menyebut bahwa di luar bandara tersebut sedang terjadi baku tembak. Otoritas Afghanistan pun tidak menjamin mereka selamat saat mendarat.

Mendapat info seperti itu, Krishna Yuliastawa sempat khawatir. Namun, hal itu tidak membuatnya semangat. Krishna Yuliastawa  cs justru semangat dan bertekad untuk tetap mengevakuasi WNI. Mereka pun sukses mendarat dan mengevakuasi 26 orang WNI, 5 warga negara Filipina, serta 2 orang warga negara Afghanistan yang merupakan staf lokal dan suami dari WNI.

Mereka kemudian terbang dari Kabul ke tanah air dengan rute Kabul-Islamabad-Karachi-Kolombo-Aceh-Jakarta. Dalam penerbangan pulang, Krishna Yuliastawa kembali kebagian giliran menjadi pilot rute Karachi-Kolombo, yang menghabiskan waktu 3 jam 35 menit. Selama perjalanan pulang, berhasil ditempuh dengan lancar dan aman.

"Paling hanya cuaca saja yang agak jelek dalam perjalanan Karachi-Kolombo. Tapi, semua berjalan aman dan sukses sampai tiba di Lanud Halim Perdana Kusuma, Sabtu (21/8) dinihari pukul 03.00 WIB," kenang anak kedua dari empat bersaudara pasangan Kapten Sang Putu Kertha (almrhum) dan Ni Nengah Reni ini.

Saat tiba Lanud Halim Perdana Kusuma, Krishna Yuliastawa cs dan 26 WNI yang berhasil dievakuasi dari Afghanistan disambut oleh Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, dan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Fadjar Prasetyo. Selanjutnya, Krishna Yuliastawa cs menjalani karantina selama 8 hari di sebuah hotel di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.

Sang Made Krishna Yuliastawa sendiri lahir di Jakarta, 19 Juli 1988, sebagai anak kedua dari empat bersaudara. Ayahnya, Kapten Sang Putu Kertha, juga merupakan perwira TNI AU yang pensiun tahun 2000. Ayahnya ini dulu sempat bertugfas di Puskah, pasukan elite TNI AU. Sedangkan ibunya, Ni Nengah Reni, berprofesi sebagai guru. Sementara kakaknya bekerja pada salah satu BUMN. Sebaliknya, salah satu adiknya sudah meninggal dunia, sedangkan satunya lagi masih kuliah.

Krishna Yuliastawa menempuh pendidikan dasar di Jakarta. Demikian pula pendidikan menengah pertrama ditempuh di Jakarta sampai Kelas II SMP, sebelum keluarganya pulang ke Bali tahun 2000 setelah ayahnya pensiun dari dinas militer. Krishna Yuliastawa pindah ke SMPN 1 Tampaksiring, Gianyar. Sedangkan ibunya, Nengah Reni, pindah mengajar ke SMAN 1 Tampaksiring.

Tamat dari SMAN 1 Tampaksiring tahun 2006, Krishna Yuliastawa langsung mendaftar ke Akademi Angkatan Udara, namjun gagal. Setahun berikutnya, dia mendaftar lagi dan kembali gagal. Dia pun sempat setahun kuliah di Politeknik Pos Indonesia Bandung, Jawa Barat, ambil jurusan Teknik Informatika.

Namun, kuliah di Teknik Informatika ditinggalkan pada 2008 setelah Krishna Yuliastawa akhirnya dinyatakan lolos tes (pasa percobaan ketiga kalinya) di Akademi Angkatan Udara (AAU) Jogjakarta. Ayah dua anak dari pernikahannya dengan I Dewa Ayu Sri Purnama ini kemudian lulus AAU tahun 2012 dan dilantik sebagai perwira dengan pangkat Letnan Dua (Letda) oleh Presiden SBY, di Magelang, Jawa Tengah, 12 Juli 2012.

Setelah lulus dari AAU, Krishna Yulisatawa mengikuti tes untuk masuk Sekolah Penerbang dan berhasil lolos. Dia menjalani pendidikan sebagai penerbang selama 2 tahun di Jogajakarta sampai lulus pada 2014. Pasca lulus, dia ditugaskan sebagai pilot di Skadron Udara 17 Lanud Halim Perdana Kusuma, sejak 2014 sampai sekarang.

Skadron Udara 17 di mana Krishna Yulistawa berdinas, tugasnya mengoperasikan pesawat TNI AU serta menerbangkan VIP dan VVIP, seperti Presiden, Wakil Presiden, menteri, dan pejabat lainnya. Selama bertugas di sana, Krishna Yuliastawa pernah menerbangkan pesawat ke Kamboja dan Australia. "Penerbangan terjauh saya ke Sydney, Australia," cerita perwira yang pegang jabatan sebagai Kasubsiopsud Siops Sadron Udara 17 sejak 23 September 2019 ini. *k22

Komentar