nusabali

3 KK Tinggal Bersama, 8 Anak Mereka Menderita Lumpuh

  • www.nusabali.com-3-kk-tinggal-bersama-8-anak-mereka-menderita-lumpuh

Di tengah-tengah gemerlapnya Kota Denpasar, terdapat tiga kepala keluarga (KK) yang hidupnya sangat memprihatinkan.

Serangkaian HUT ke-22, Harian NusaBali Berbagi Kasih dengan Keluarga Miskin


DENPASAR, NusaBali
Bayangkan, 8 dari total 15 anak yang lahir di tiga KK miskin ini menderita lumpuh sejak kecil. Ketiga KK asal Banjar Abian Canang, Desa Ulakan, Kecamatan Manggis, Karangasem ini ting-gal dalam satu bangunan rumah di lahan milik Pemporov Bali kawaswan Jalan Kapten Tantular Gang Kehutanan Niti Mandala Denpasar.

Serangkaian peringatan HUT ke-22 yang jatuh 3 Oktober 2016 nanti, Harian Umum NusaBali sempat menyambangi tiga KK miskin yang 8 anaknya menderita lumpuh ini, Kamis (29/9) pagi. NusaBali sekalian berbagi kasih dengan menyalurkan dari BPD Bali, Aqua, dan donatur lainnya. Terekam, kehidupan ketiga keluarga ini cukup memprihatinkan, di mana 8 anak yang menderita lumpuh terlihat tiduran berjejer di teras bangunan rumah milik Pemprov Bali.

Ketiga KK miskin yang masing-masing memiliki anak lumpuh ini adalah pasutri I Nyoman Sadra, 51, dan Ni Nengah Sumerti, 44 (Keluarga I), I Made Kari, 51, dan Ni Nyoman Simpen; 40 (Keluarga II), serta pasutri I Nyoman Darma, 51, dan Ni Nyoman Sarmini, 48.

Pasutri I Nyoman Sadra dan Ni Nengah Sumerti memiliki 6 anak, di mana 3 orang di antaranya lumpuh. Mereka masing-masing I Wayan Suantika, 24 (menderita lumpuh), Ni Kadek Swastini, 22 (normal), Ni Komang Supartika, 20 (lumpuh), Ni Ketut Sumarni, 17 (normal), Ni Luh Sariani, 16 (normal), dan Ni Luh Ayu Sekarini, 4 (gejala lumpuh).

Sedangkan pasutri I Made Kari dan Ni Nyoman Simpen dikaruniai 3 anak, di mana 1 orang di antaranya lumpuh. Mereka masing-masing Ni Luh Indah, 24 (lumpuh), I Made Sumerta, 22 (normal), Ni Nyoman Sariasih, 13 (normal). Yang memprihatinkan, ayah mereka, yakni I Made Kari selaku kepala keluarga, justru harus tergolek karena menderita stroke.

Sementara, pasutri I Nyoman Darma dan Ni Nyoman Sarmini dikaruniai 6 anak, di mana 4 orang di antaranya menderita lumpuh. Mereka masing-masing I Wayan Sudarma, 20 (lumpuh), I Kadek Sudarsana (lumpuh), 17, Ni Nyoman Mariyati, 15 (normal), I Ketut Suartama, 12 (lumpuh), Ni Luh Nanda Febri Astari, 4 (gejala lumpuh), dan I Gede Adi Gunawan, 2 (normal).

Awalnya, ketiga KK miskin asal sekampung dari satu keluarga besar ini tinggal di Jalan Bung Tomo X Denpasar, tepatnya Lingkungan Banjar Mekar Manis dan Banjar Mertayasa, Desa Pemecutan Kaja. Gubernur Bali Made Mangku Pastika mendapati merka dalam kondisi memprihatinkan. Maka, sejak 2 tahun lalu, ketiga keluarga miskin dengan 8 anak lumpuh ini diboyong Gubernur Pastika untuk menempati lahan dan bangunan milik Pemprov Bali di Jalan Kapten Tantular Gang Kehutanan Niti Mandala Denpasar kawasam Banjar Jayagiri, Desa Dangin Puri Kelod, Kecamatan Denpasar Timur.

Prahara lumpuhnya 8 dari 15 anak tiga KK miskin ini diduga disebabkan oleh kelainan genetik. Bahkan, ada yang kawin incest (sedarah). Faktanya, antara satu keluarga dengan keluarga yang lainnya masih ada hubungan darah. Menurut keterangan

Ni Nyoman Sarmini, yang 4 anaknya menderita lumpuh, leluhurnya memang ada riwayat menderita lumpuh. Meski mengetahui hal tersebut, Nyoman Sarmini justru menambah keruwetan, karena menikah dengan I Nyoman Darma, yang notabene kakak misannya (sepupu).

“Memen ragane (ibu dari suami saya) ajak bapan tiyange menyame adi (dengan ibu saya bersaudara kandung). Tiyang nganten ajak misan (saya menikah dengan sepupu, Red),” jelas Nyoman Sarmini.

Dari pernikahan dengan Nyoman Darma, Sarmini dikaruniai 6 anak yang 3 orang di antaranya mengalami lumpuh total, sementara 1 anak lagi mulai gejala lumpuh. Dalam kondisi seperti ini, Sarmini terpaksa harus meninggalkan pekerjaannya sebagai tukang suwun (buruh jinjing barang) di Pasar Badung, demi mengurus anak-anaknya. hanya sang suami, Nyoman Darma, yang bekerja sebagai tukang kebun di Kantor Gubernur Bali.

Maklum, selain harus melayani 3 anaknya yang lumpuh, Sarmini juga mesti mengasuh 2 anaknya yang masih balita. “Dulu masih bisa maburuh nyuwun di Pasar Badung. Tapi, setelah punya bayi, tak bisa lagi,” kenang perempuan berusia 48 tahun ini. Semasih menjadi tukan suwun di Pasar Badung pun, Sarmini hanya bekerja ketika anak-anaknya telah tertidur lelap. Dia biasa berangkat kerja mulai dinihari pukul 02.00 Wita hingga pagi pukul 06.00 Wita.

Sarmini sejatinya sudah menjalankan program KB. Namun, tetap saja kebobolan hingga melahirkan 6 anak. Diawali dengan menggunakan KB suntik pasca anak keempat lahir. Tapi, saat memakai KB suntik, dirinya mengalami menstruasi secara terus menerus selama seminggu. Dia pun memutuskan untuk istirahat sejenak menggunakan KB. Ketika istirahat KB suntik inilah, Sarmini kebobolan anak kelima, yang kini memperlihatkan gejala lumpuh.

Pasca lahir anak kelima, Sarmini langsung menggunakan KB spiral. Namun, lagi-lagi kebobolan, sehingga KB-nya dilepas sampai lahir si bungsu, I Gede Adi Gunawan, yang kini berusia 2 tahun.  “Setelah Gede Adi, tiyang langsung steril, biar nggak ruwet lagi,” tuturnya.

Sarmini mengisahkan, 3 dari 6 anaknya yang sudah lumpuh total ini rata-rata menunjukkan gejala kelumpuhan sejak lahir. Gejalanya, kedua bola mata mereka terlihat tidak normal, terus saja melirik kanan-kiri secara cepat. Sementara ketika tumbuh balita, anak-anak ini sempat bisa berjalan. Namun, menjelang usia 6 tahun, kekuatan kaki mereka mulai menurun, hingga akhirnya hanya bisa terbaring di kasur. Gejala yang sama juga dialami 3 anak lumpuh keluarga pasangan Nyoman Sadra dan Ni Nengah Sumerti serta 1 anak lumpuh keluarga pasangan I Made Kari dan Ni Nyoman Simpen.

Menurut Sarmini, anaknya yang dalam kondisi lumpuh memerlukan perhatian ekstra. Semua hal harus dilayani, mulai dari makan, minum, mandi, hingga buang air. Dulu anaknya sempat memakai kursi roda bantuan dari sebuah yayasan. Namun, saat ini kondisi kursi roda itu dalam keadaan rusak, sehingga terpaksa diletakkan begitu saja di pojok pekarangan rumah yang tanpa pagar. “Katanya mau diperbaiki, tapi sampai sekarang belum ada yang datang. Saya mana bisa,” ujar Sarmini, yang merantau ke Denpasar sejak 1997. * nvi

Komentar