nusabali

Orang Bali Memanggil Roh

  • www.nusabali.com-orang-bali-memanggil-roh

Seperti etnik lain, orang Bali punya banyak kegemaran.

Aryantha Soethama

Pengarang

Berkesenian menjadi kegemaran orang Bali yang paling menonjol. Ada pula kegemaran menonjol lain: orang Bali dikenal suka sekali memanggil roh. Perhatikanlah jika menjelang hari baik ngaben, tempat praktek para pemanggil roh, orang Bali memanggilnya sebagai sedahan, sangat ramai dikunjungi. Mereka meminta roh yang akan diaben diturunkan oleh dukun tenung itu.

Si sedahan akan memanggil roh, dan menjadikan si dukun sebagai medium. Kegiatan ini disebut sebagai meluasang. Jika roh datang, ia akan bicara melalui si dukun. Biasanya, didahului oleh pertanyaan oleh sedahan benarkah roh yang datang ini sesuai dengan permintaan? Jika dijawab ya oleh yang meluasang, maka mulailah sedahan itu menjadi aktor, meniru perilaku sehari-hari roh ketika masih hidup.

Roh akan bertanya, siapa saja yang datang? Biasanya disertai isak tangis menanyakan kabar keluarga yang ditinggalkan. Jika roh yang turun itu meninggal karena peristiwa yang mengenaskan, dibunuh ditikam belati atau diracun misalnya, suasana haru dan mencekam akan menjadi ciri pertunjukan meluasang itu.

“Relakan saya pergi, saya sedang mengumpulkan tenaga untuk membalas kejahatan yang ditimpakan kepadaku,” tutur roh yang diracun itu lewat dukun tenung. Kerabat yang hadir pun, kendati sedih, manggut-manggut, karena dendam akan terbalaskan. “Kami akan mengabenkan engkau, semoga engkau bersedia,” ujar seorang sanak saudara.

Si dukun tenung kembali manggut-manggut. “Bersedia tentu, biar segera aku dapat tempat yang nyaman untuk membalaskan dendam ini.”

Jika pemanggilan roh berjalan lancar, keluarga sudah tenang untuk ngaben, lazimnya ada saja adegan-adegan ikutan yang biasanya serba ringan. Misalnya, roh menanyakan kabar beberapa anggota keluarga. “Putu, bagaimana sekolahnya?” Keluarga yang ditanya saling pandang, karena di keluarga itu ada banyak yang bernama Putu. “Putu yang mana?” “Ah, itu, si putu yang suka menabuh kendang.”

Keluarga kembali saling pandang, karena tidak ada di keluarga itu yang senang menabuh kendang. “Putu siapa? Kan nggak ada yang jadi penabuh kendang, keluarga kita biasanya jadi pemukul cengceng dan pemukul terompong. Putu siapa ya?”

Anggota keluarga saling pandang. “Ooo... mungkin yang dimaksud Putu yang ikut drum band di kampus,” sahut salah seorang. Maka seseorang segera melontarkan jawaban, “Kalau Putu drum band baik-baik saja, sekarang sudah semester tujuh.”

Dukun tenung itu kembali manggut-manggut. “Suruh dia rajin belajar, agar cepat jadi sarjana,” ujar si dukun. Kerabat kembali saling pandang. Ada yang berbisik, “Kan nggak bisa cepat-cepat jadi sarjana, kuliah kan berbatas waktunya?”

Memanggil roh tidak hanya dilakukan ketika hendak ngaben, juga ketika seseorang mengalami kecelakaan. Dulu, jika di tepi jalan ada sekelompok orang bersama pemangku menghaturkan sesaji, pertanda ada orang mengalami kecelakaan di tempat itu. Mungkin ada yang terkapar karena ulah sendiri, ngebut, tergelincir menggilas pasir. Mungkin ada kecelakaan besar, seseorang menyeberang jalan dan ditabrak mobil. Upacara kecil di tepi jalan itu disebut ngulapin, ritual memanggil roh.

Jika kecelakaan itu menyebabkan seseorang meninggal, ngulapin diperlukan agar roh tidak bingung, siapa tahu pergi ke tempat jauh, yang tidak dikenal. Ngulapin dilaksanakan agar roh tidak nyasar. Roh diupacarai untuk diajak pulang. Jika yang celaka itu cuma lecet-lecet, ngulapin tetap dilaksanakan, agar yang celaka tidak kaget, mengalami guncangan jiwa. Kadang ngulapin dianggap tidak cukup, korban harus diupacarai dengan mebayuh, agar si celaka, kendati cuma lecet-lecet, bisa tenang.

Sekarang ngulapin karena kecelakaan jarang dilakukan. Jika masih dilakoni seperti dulu, wah, bakalan berderet-deret ritual ngulapin di tepi jalan, karena saban hari banyak sekali orang celaka naik motor dan mobil. Bisa-bisa macet lalu lintas gara-gara orang Bali memanggil-manggil roh di tepi jalan yang hiruk pikuk. *

Komentar