nusabali

Pasangan Kekasih Nikah di Pengungsian

  • www.nusabali.com-pasangan-kekasih-nikah-di-pengungsian

Sepasang kekasih asal Desa Pakraman Sukaluwih, Desa Amerta Bhuana, Kecamatan Selat, Karangasem, I Wayan Basirana, 20, dan Ni Kadek Sintia, 22, menikah di lokasi pengungsian pada Buda Umanis Julungwangi, Rabu (18/10). 

Satu Tenda dengan Pengungsi Lainnya, Sulit Memadu Kasih

AMLAPURA, NusaBali
Setelah menikah, mereka kesulitan memadu kasih di malam pertama, karena menempati tenda pengungsian bersama-sama warga sekampung.

Upacara pawiwahan (pernikahan) pasangan I Wayan Basirana dan Ni Kadek Sintia, Rabu kemarin, dilangsungkan di bangunan milik keluarga I Dewa Putra Utama di Desa Talibeng, Kecamatan Sidemen. Bangunan tersebut sejak beberapa pekan terakhir dijadikan Kantor ‘Sementara’ Desa Amerta Bhuana---yang penduduknya mengungsi karena masuk Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gunung Agung.

Pasangan Wayan Basirana-Kadek Sintia sendiri selama ini mengungsi di Banjar Cegeng, Desa Kerta Buana, Kecamatan Sidemen, bersama warga asal sekampung lainnya. Kendati digelar di pengungsian, upacara pernikahan pasangan Wayan Basirana-Kadek Sintia tetap berlangsung khusyuk. 

Upacara pernikahan di pengungsian ini disaksikan Bendesa Pakraman Sukaluwih Kadek Sudarmanta, Perbekel Amerta Bhuana I Wayan Suara, Kelian Adat Banjar Tangkas (Desa Pakraman Sukaluwih) I Nengah Sikiarta, Kelian Adat Banjar Kayu Selem Kadek Sudarmanta, Kelian Adat Banjar Catur Warga I Nyoman Arnawa, orangtua kedua mempelai, serta krama sekampung.

Seluruh krama Desa Pakraman Sukaluwih memang sengaja dihadirkan bersama segenap prajuru Desa Pakraman Sukaluwih, untuk menyaksikan jalannya upacara pernikahan yang dipuput Jro Mangku Kertiasa tersebut. Sebelum ritual pamuspaan, lebih dulu diadakan pembicaraan dan nasihat dari bendesa dan kelian banjar kepada kedua mempelai, yang didampingi orangtua masing-masing. 

Mempelai pria Wayan Basirana, yang sehari-harinya sebagai pengrajin batu tabas, didampingi kedua orangtuanya, yakni I Ketut Gatri dan Ni Wayan Jani. Sedangkan mempelai wanita Kadek Sintia didampingi ayahnya, I Komang Sutama, sementara ibu kandungnya tidak hadir karena telah bercerai.

Pernikahan pasangan Wayan Basirana-Kadek Sintia sudah direncanakan sejak 1,5 bulan lalu, jauh sebelum ada ancaman bencana Gunung Agung meletus. Dua sejoli beda usia ini telah berpacaran selama 2 tahun. Setelah status Gunung Agung naik ke level IV (awas), 22 September 2017, seluruh krama Desa Pakraman Sukaluwih mengungsi ke dua lokasi berbeda di Kecamatan Sidemen. Titik pengungsian pertama, di Banjar Cegeng, Desa Kerta Buana. Titik pengungsian kedua, di Banjar Talibeng, Desa Talibeng. Kantor Desa Amerta Bhuana buat sementara dipindahkan ke Desa Talibeng.

Pasangan Wayan Basirana-Kadek Sintia dan keluarganya pilih mengungsi di Banjar Cegeng, Desa Kerta Buana. Pasangan kekasih muda usia ini mengungsi sambil mempersiapkan pernikahannya di pengungsian. Untuk kelancaran upacara pernikahannya, Perbekel Amerta Bhuana yang juga prajuru Desa Pakraman Sukaluwih memfasilitasi mereka dengan meminjam tempat di aula Kantor ‘Sementara’ Desa Amerta Bhuana di Desa Talibeng.

Pasca melangsungkan pernikahan, Rabu kemarin, pasangan Wayan Basirana-Kadek Sintia langsung kembali ke tenda pengungsiannya di Banjar Cegeng, Desa Kerta Buana. Pengantin baru ini berbaur kembali dengan pengungsi bencana Gunung Agung lainnya sesama asal Desa Pakraman Sukaluwih, Desa Amerta Bhuana, Kecamatan Selat.

Karena berada di tenda pengungsian, tentu saja mereka tidak bisa memadu kasih layaknya pengantin baru. Wayan Basirana sendiri hanya tersenyum kecut ketika ditanya bagimana menjalani malam pertamanya. "Belum terpikirkan menghadapi malam pertama, lihat situasi saja," ujar pria berusia 20 tahun ini dengan dibalas senyum malu-malu oleh istrinya, Kadek Sintia.

Sementara itu, Perbekel Amerta Bhuana, I Wayan Suara, mendukung pernikahan pasangan Wayan Basirana-Kadek Sintia di pengungsian. Namun, buat sementara pasangan pengantin baru ini tidak diizinkan pulang kampung ke Desa Pakraman Sukaluwih untuk sembahyang di sanggah masing-maisng, karena situasi bencana Gunung Agung. 

"Kami tidak berani mengizinkan mereka pulang,” ujar Perbekel Wayan Suara, Rabu kemarin. “Yang jadi masalah sekarang adalah menghadapi malam pertama, karena mereka mengungsi satu tenda dengan pengungsi lainnya. Silahkan atur di sana," lanjut Wayan Suara. * k16

Komentar