nusabali

Terdakwa Kompak Serang Bupati

  • www.nusabali.com-terdakwa-kompak-serang-bupati

Dua mantan Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Kadispenda) Bangli, Bagus Rai Dharmayuda (periode 2006-2009) dan AA Gede Alit Darmawan (periode 2009-2010), yang jadi terdakwa kasus dugaan korupsi upah pungut, kompak membela diri.

Eksepsi Kasus Korupsi Upah Pungut Bangli


DENPASAR, NusaBali
Keduanya ancam akan seret semua pejabat yang terlibat dalam perkara ini, termasuk Bu-pati Bangli. Terdakwa Bagus Rai Dharmayuda telah lebih dulu berkoar tentang keterlibatan para pejabat lain, bahkan kirim surat ke KPK untuk menyeret Bupati Bangli Made Gianyar. Setelah Rai Dharmayuda, kini giliran terdakwa AA Gede Alit Darmawan (mantan Kadispenda yang kini menjabat sebagai Asisten II Setda Kabupaten Bangli) yang menggaungkan ancaman serupa.

Ancaman ini disampaikan terdakwa Alit Darmawan melalui kuasa hukumnya, Robert Khuana dan I Ketut Ngastawa, dalam eksepsi (keberatan atas dakwaan jaksa) yang dibacakan dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi upah pungut Kabupaten Bangli di Pengadilan Tipikor Denpasar, Rabu (26/10) sore. Persidangan dengan agenda pembacaan eksepsi yang dipimpin majelis hakim pimpinan Sutrisno kemarin sore digelar hanya 30 menit, mulai pukul 15.00 Wita hingga 15.30 Wita.

Usai sidang, Robert Khuana mengatakan ada dua hal penting yang ditanggapi dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di persidangan sebelumnya, Rabu (19/10) lalu. Salah satunya, tudingan jaksa yang menyebut terdakwa Alit Darmawan sebagai inisiator dalam pembagian upah pungut.

Menurut Robert Khuana, inisiatif pembagian upah pungut tersebut memang dari terdakwa Alit Darmawan. Namun, harus diingat, inisiatif saja tidak cukup, karena harus dituangkan dalam produk hukum yaitu SK Bupati. Robert pun membeber mekanisme pembuatn SK Bupati yang menjadi dasar pembagian upah pungut.

Disebutkan, dari inisiatif Kadispenda, draft pembagian upah pungut diserahkan kepada Biro Hukum Setda Kabupaten Bangli. Kemudian, dilanjutkan kepada Sekertaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bangli. Setelah direview, dilanjutkan ke Bupati Bangli yang kemudian mengeluarkan SK Bupati dan menandatanganinya. Selanjutnya, SK Bupati tersebut diserahkan kepada Bagian Keuangan.

“Jadi, terdakwa (Kadispenda Bangli) hanya menjalankan keputusan Bupati dan bukan sebagai inisiator. Apakah layak orang yang menjalankan kebijakan dipidana? Harusnya kan Bupati-nya dong atau Sekda,” jelas Robert. “Kalau ini merupakan pintu masuk, kita tagih konsistensinya. Setelah ini, siapa?” lanjut advokat senior ini.

Sedangkan advokat Ketut Ngastawa menambahkan, selain dua mantan Kadispenda Bangli yang sudah diseret sebagai terdakwa, harusnya yang paling bertanggung jawab dalam kasus upah pungit ini adalah Bupati dan jajaran. “Dalam eksepsi, nama Bupati Arnawa dan Bupati Made Gianyar kami sebut secara jelas. Tapi, kenapa mereka tidak diproses? Ini kan kesannya jaksa tebang pilih,” tandas Ngastawa.

Dalam kasus upah pungut ini, terdakwa Alit Darmawan disebut hanya kebagian Rp 4 juta. Namun, oleh jaksa, terdakwa diminta menanggung kerugian negara yang mencapai Rp 392 juta. Ngastawa menyebutkan, dari hasil pengecekan, sebagian besar penerima sudah mengembalikan upah pungut yang disebut dalam kerugian negara tersebut.  

Hampir sama dengan eksepsi terdakwa Alit Darmawan, dalam eksepsi yang dibacakannya di persidangan Rabu kemarin, terdakwa Bagus Rai Dharmayuda juga menyatakan dakwaan jaksa kabur dan subjek perkara tidak lengkap. Eksepsi terdakwa Rai Dharmayuda dibacakan kuasa hukumnya, Made Suardika Adnyana.

Suardika Adnyana menyebutkan, jika melihat penerima upah pungut sektor pertambangan Kabupaten Bangli periode 2006-2008, seharusnya bukan hanya Rai Dharmayuda yang dijadikan tersangka. Tapi, semua orang yang menerima aliran upah pungut juga harus dijadikan tersangka.

Bahkan, aliran upah pungut periode 2009 sampai 2011 juga harus diproses dan diajukan ke Pengadilan Tipikor Denpasar. Untuk tahun 2011, kata Suardika Adnyana, jelas-jelas Bupati Made Gianyar juga menerbitkan SK Nomor 977/153/2011 untuk pembagian upah pungut sektor pertambangan kepada pejabat-pejabat Kabupaten Bangli yang dibagikan Kadispenda, I Wayan Riang. Namun, JPU seolah-olah tutup mata dengan masalah ini.

“Kami menganggap klien kami (Rai Dharmayuda) sudah dikriminalisasi dan diperlakukan tidak adil serta sewenang-wenang oleh JPU. Terdakwa ibaratnya tumbal atau TO (target operasi) oleh Kejari Bangli. Sedangkan pejabat lain yang jelas menerima insentif upah pungut, dibiarkan bebas berkeliaran. Ataukah disembunyikan atau dilindungi oleh JPU?” beber Suardika Adnyana.  rez

Komentar