nusabali

Berangkat Sekolah, Siswa SDN 5 Ringdikit Mesti Seberangi Sungai

  • www.nusabali.com-berangkat-sekolah-siswa-sdn-5-ringdikit-mesti-seberangi-sungai

SDN 5 Ringdikit juga hanya punya 4 ruang belajar, sehingga siswa Kelas I dan Kelas II harus berdesakan menenpati satu ruangan yang sama, sementara siswa Kelas V belajar di ruangan bekas Mess Guru yang kondisinya kurang layak

Kisah Memprihatinkan dari Sekolah Terpencil di Kawasan Seririt, Buleleng Barat

SINGARAJA, NusaBali
SDN 5 Ringdikit di Dusun Rawa, Desa Ringdikit, Kecamatan Seririt, Buleleng termasuk salah satu sekolah kawasan terpencil yang siswanya paling merana. Bayangkan, untuk bisa berangkat ke sekolah buat menimba ilmu, para siswa harus menyabung nyawa menyeberangi derasnya arus Tukad (Sungai) Saba.

Sebagian murid SDN 5 Ringdikit, baik laki maupun perepuan, mulai Kelas I hingga Kelas VI, tiap hari harus pulang pergi ke sekolah menyeberangi sungai yang terbilang berbahaya. Kondisi memprihatinkan ini terpaksa dijalani semua siswa SDN 5 Ringdikit yang berasal dari Dusun Dukuh Sakti, Desa Lokapaksa, Kecamatan Seririt, Buleleng. Desa Lokapaksa merupakan tetangga dari Desa Ringdikit.

Informasi yang dihimpun NusaBali di lapangan, para siswa SDN 5 Ringdikit asal Dusun Dukuh Sakti, Desa Lokapaksa ini setiap hari harus berangkat lebih awal ke sekolah, karena harus jalan kaki menempuh medan berat yang cukup jauh. Mereka rela menantang maut, karena memang tidak ada jembatan di Tukad Saba yang airnya cukup deras. Kondisi ini jelas sangat membahayakan, karena salah-salah bisa hanyut terseret arus sungai.

Menurut Kepala Sekolah (Kasek) SDN 5 Ringdikit, I Nyoman Aryadha SPd, sedikitnya ada 75 siswa yang berasal dari Desa Lokapaksa. Sedangkan sebagian lagi berasal dari Desa Ringdikit. “Kalau dihitung, sekitar 50 persen dari total siswa kami berasal dari desa seberang (Desa Lokapaksa, Red) karena sekolah inilah yang terdekat,” ungkap Kasek Nyoman Aryadha saat ditemui NusaBali di sekolahnya, Rabu (25/5) siang.

Kasek Nyoman Aryadha menyebutkan, 75 siswa dari seberang Dusun Dukuh Sakti, Desa Lokapaksa, ini memang lebih memilih menyebrangi sungai ketimbang harus berjalan kaki sejauh 3 kilometer untuk sampai ke sekolah terdekat di desanya. Itu sebabnya, sebagian besar anak-anak di Dusun Dukuh Sakti pilih sekolah ke SDN 5 Ringdikit, yang jaraknya lebih pendek yakni sekitar 1 kolometer dengan menyeberangi Tukad Saba.

Nyoman Aryadha mengakui kondisi tersebut pastinya berubah jadi bahaya ketika musim hujan. Sebab, arus air Tukad Saba yang mengalir dari Bendungan Titab otomatis meningkat di musim hujan. Hal tersebut juga mengakibatkan kedalaman dan arus air menjadi lebih besar. Karenanya, ketika musim hujan, banyak siswa dari seberang yang tidak sekolan mengikuti pelajaran, karena mereka takut menyeberangi sungai.

“Kalau hujan, mereka tidak sekolah, karena tak bisa menyeberang lantaran airnya deras dan besar. Sedangkan untuk menempuh jalur alternatif lainnya, harus memutar ke daerah Seririt atas,” beber Aryadha.

Sebaliknya, jika hujan turun saat jam belajar sekolah, para guru di SDN 5 Ringdikit juga tidak berani memulangkan siswa-siwinya begitu saja, terutama yang dari seberang. Mereka harus menunggu jemputan orangtua dan melihat situasi air Tukad Saba untuk keselamatan anaknya.

Menurut Aryadha, kondisi para siswa menyeberang sungai untuk dapat sekolah ke SDN 5 Ringdikit ini sudah berlangsung sejak tahun 1970-an. Syukurnya, selama ini tidak pernah ada korban terseret arus ketika siswa menyeberangi sungai. Tohn, ini tetap saja menjadi ancaman bagi keberhasilan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar.

Bukan hanya masalah akses jalan menuju sekolah bagi sebagian siswa yang jadi keprihantinan SDN 5 Ringdikit. Secara fisik, fasilitas di SDN 5 Ringdikit juga masih sangat terbatas. Masalah paling mencolok adalah kurangnya ruang kelas untuk belajar mengajar.

Selama ini, di SDN 5 Ringdikit hanya ada 4 ruang belajar. Kondisi tersebut mengha-ruskan siswa Kelas I dan Kelas II harus belajar berdesakan menenpati satu ruangan yang sama. Sedangkan siswa Kelas V mengikuti proses belajar mengajar di ruangan bekas Mess Guru yang tidak terpakai lagi lantaran kondisinya juga jauh dari kategori layak. Hanya siswa Kelas III, Kelas IV, dan Kelas VI yang menempati ruangan tersendiri secara normal.

Bukan hanya itu. Sampai sekarang, SDN 5 Ringdikit juga belum memiliki ruang perpustakaan. Semua buku pelajaran masih disimpan di ruang guru. “Pada 2014 lalu kami sudah mengusulkan pembangunan ruang kelas baru, tapi yang dapat malah ruang guru ini,” keluh Kasek Nyoman Aryadha.

Sedangkan rehab terakhir kali didapatkan sekolah terpencil ini tahun 2012 silam. Namun, dari pemantauan kasat mata, beberapa kosen dan pintu sekolah tampak sudah rapuh, meskipun baru diganti 4 tahun lalu.

Sema ruangan di SDN 5 Ringdikit juga masih menggunkaan lantai semen, yang sudah berlubang-lubang. Kendati demikian, serba keterbatasan fasilitas tersebut tidak menyurutkan semangat siswa-siswanya untuk mengikuti pembelajaran. Puluhan anak-anak dari seberang Desa Lokapaksa pun tetap bersemangat dan rela berangkat lebih pagi serta menantang maut, demi mengejar impiannya.

“Kami bisa berangkat dari rumah pukul 05.30 Wita, biar tidak terlambat tiba di sekolah,” ujar salah satu siswa SDN 5 Ringdikit asal Dusun Dukuh Sakti, Desa Lokapaksa, I  Putu Arya. Dia mengaku sering berangkat bersama dengan teman-temannya dari satu kampung. Mereka biasanya melepas sepatu dan menaikkan celana atau rok, untuk menghindari jangan sampai seragam jadi basah. Sedangkan buku dan alat tulis yang dibawa pun biasanya dijunjung agar tidak menyentuh air.

Sementara itu, salah satu orangtua siswa, I Putu Adi, yang ditemui NusaBali di seberang sungai sambil menunggui anaknya pulang sekolah, mengatakan kondisi memprihatinkan ini sudah terjadi sejak dirinya masih kecil. Putu Adi pun mengalami nasib yang sama dengan anaknya, karena duli dia berangkat sekolah harus menyeberangi sungai selebar 10 meter.

“Tidak hanya anak sekolah, tapi ini (menyeberangi arus sungai) juga dijadikan jalur alternatif bagi warga,” katanya. Selaku warga kawasan terpencil, Putu Yasa berharap pemerintah membantu bangun jembatan yang menghubungkan antara Desa Ringdikit dan Desa Lokapaksa. “Jika ada jembatan, potensi bahaya di musim hujan tentunya tidak menjadi ancaman lagi,” harap Putu Yasa.

Dikonfirmasi NsaBali secara terpisah di kantornya, Camat Seririt Nyoman Riang Pustaka mengatakan sudah ada rencana pembangunan jembatan penghubung di atas Tukad Saba. Rencana pembangunan jembatan itu pun sudah diajukan saat Musrembang tingkat desa setahun lalu. Namun sayang, karena di sekitarnya hanya ada jalan desa, maka pembangunan jembatan tersebut tidak dapat menggunakan APBD Kabupaten Buleleng.

“Karena jalan desa, maka yang menanggung pembangunan jembatan adalah pemerintah desa. Tapi, karena anggaran di desa sangat minim, kami akan ajukan lagi untuk mendapatkan bantuan BKK dari Pemprov Bali,” tandas Camat Nyoman Riang. 7 k23

Komentar