nusabali

Norma Sosial Membelit dan Menyulitkan?

  • www.nusabali.com-norma-sosial-membelit-dan-menyulitkan

Norma sosial adalah kebiasaan umum yang menjadi patokan perilaku dalam suatu kelompok masyarakat. Biasanya, norma berkembang sesuai kesepakatan-kesepakatan sosial. Jadi, norma menyangkut perilaku-perilaku yang pantas dilakukan dalam menjalani interaksi sosial. 

Prof Dewa Komang Tantra MSc PhD
Pemerhati Masalah Sosial dan Budaya

Keberadaan norma bersifat memaksa individu atau kelompok agar bertindak sesuai dengan norma yang telah disepakati. Pada intinya, keberadaan norma ada hubungannya dengan ketertiban dalam bermasyarakat. Sehingga, norma tidak boleh dilanggar. Siapa yang melanggar norma akan memeroleh sanksi. Misalnya, siswa yang terlambat akan dihukum. Siswa yang menyontek tidak diizinkan meneruskan ulangan.

Dilihat dari sanksi, norma dapat dibedakan menjadi lima, yaitu tata cara, kebiasaan, kelakuan, adat, dan peraturan. Tata cara merupakan perbuatan bersanksi ringan bagi pelanggarnya. Misalnya, tata cara memegang sendok dan garpu ketika makan. Ketika tidak sesuai tata caranya, biasanya tidak akan mengakibatkan hukuman berat. Contoh pelanggaran terhadap norma, seperti makan mendecak atau bersendawa ketika sedang makan. Keduanya dianggap kurang atau tidak sopan. 

Kebiasaan merupakan cara-cara bertindak dan dilakukan secara berulang. Kebiasaan bersifat mengikat. Misalnya, mengucapkan salam ketika bertemu, membungkukkan badan sebagai tanda hormat atau membuang sampah pada tempatnya. Jika hal-hal tersebut tidak dilakukan, maka dianggap penyimpangan terhadap kebiasaan umum. Sanksinya dapat berupa celaan, cemohan, teguran, sindiran atau bahkan digunjingkan orang.

Tata kelakuan merupakan norma yang bersumber kepada filsafat, ajaran agama, atau ideologi tertentu. Pelanggarnya disebut penjahat. Misalnya, larangan berzina, berjudi, minum minuman keras, penggunaan narkotika atau mencuri. Fungsi moral adalah memberikan batas-batas tingkah laku, mengidentifikasi individu dengan kelompoknya, menjaga solidaritas antar-anggota masyarakat. Tujuannya jelas, yaitu mengukuhkan ikatan dan mendorong tercapainya integrasi sosial.

Adat merupakan norma yang tidak tertulis namun sering membelit dan mengikat. Anggota masyarakat yang melanggarnya akan dikenakan sanksi berat. Misalnya, pada komunitas Hindu di Desa Bayunggede, poligami tidak dibenarkan. Pelanggar terhadap norma ini akan dikenakan sanksi. Sanksi atas pelanggaran adat dapat berupa pengucilan, dikeluarkan dari masyarakat atau harus memenuhi persyaratan tertentu, seperti melakukan upacara tertentu untuk media rehabilitasi diri.

Hukum merupakan norma yang bersifat formal dan tertulis. Sanksi terhadap pelanggar sifatnya paling tegas dibanding dengan norma lainnya. Hukum adalah suatu rangkaian aturan yang berisi ketentuan, perintah, kewajiban, atau larangan. Tujuannya, agar tercipta ketertiban dan keadilan. Ketentuan dalam norma hukum lazimnya dikodifikasikan.  Sanksi yang diberikan dapat berupa denda atau hukuman fisik.

Dilihat dari sumbernya norma dibedakan menjadi empat, yaitu norma-norma agama, kesopanan, kesusilaan, dan hukum. Norma agama sering bersifat mutlak dan tidak bisa ditawar, sehingga membelit krama Hindu. Pelanggaran terhadap norma agama dikategorikan sebagai dosa. Norma kesopanan berkenaan dengan bertingkah laku wajar dalam bermasyarakat. Pelanggaran terhadap norma ini akan mendapatkan celaan, kritik, dan lain-lain tergantung pada tingkat pelanggaran. Norma kesopanan bersifat relatif, artinya apa yang dianggap sebagai norma kesopanan berbeda-beda di berbagai tempat, lingkungan, atau waktu.

Sedangkan, norma kesusilaan merupakan aturan sosial yang berasal dari hati nurani. Ia menghasilkan akhlak untuk membedakan yang baik dan buruk. Pelanggaran terhadap norma ini berakibat sanksi pengucilan secara fisik atau dijauhi. Contohnya, seseorang yang berhubungan intim di tempat umum akan dicap tidak susila. Norma hukum adalah aturan sosial yang dibuat oleh lembaga tertentu, misalnya pemerintah atau desa pakraman. Pelanggaran terhadap norma ini berupa sanksi denda sampai hukuman fisik, seperti dipenjara atau bahkan hukuman mati.

Jadi, tata cara, kebiasaan, kelakuan, adat, dan peraturan yang ada di gumi Bali sering membelit dan menyulitkan krama Bali itu sendiri. Pelanggaran terhadap norma sosial mendapat hukuman dan ganjaran yang kadang keras, takrasional atau bahkan penafian fisik maupun eksistensi. Sebagai krama Bali dengan kebudayaan adiluhung, krama Bali terikat, terbelit, dan dikungkung oleh norma-norma agama, kesopanan, kesusilaan, dan awig yang kompleks. Semoga kebijaksanaan terwujud di gumi Bali melalui kearifan budaya Bali yang adiluhung. 7

Komentar