nusabali

Suami Istri Tewas Tertimbun Longsor

  • www.nusabali.com-suami-istri-tewas-tertimbun-longsor

Korban Mistari dan istrinya, Murniati, ditemukan tewas tertimbun material longsoran dalam kondisi berpelukan

Bencana di Bukit Catu, Desa Candikuning

TABANAN, NusaBali
Bencana longsor yang merenggut dua korban nyawa terjadi di perbukitan kawasan Banjar Bukit Catu, Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti, Tabanan, Selasa (23/1) dinihari. Korbannya adalah pasangan suami istri (pasutri) Mistari, 43, dan Murniati, 41, yang ditemukan tewas berpelukan di dalam rumah semi permanen yang tertimbun longsor saat hujan lebat.

Selain merenggut dua nyawa, bencana longsor tebing setinggi 6 meter dengan lebar 5 meter juga menimbun satu unit motor Honda CBR nopol DK 3811 HG. Motor tersebut merupakan milik korban Mistari dan Murniati, pasutri asal Kampung Duren, Desa Gondosulo, Kecamatan Pakuniran, Probolinggo, Jawa Timur, yang merupakan pekerja di keluarga Bendesa Pakraman Bukit Catu, I Wayan Puja Umbara.

Informasi di lapangan, tebing yang longsor merupakan lahan kebun sayur mayur milik keluarga I Putu Sudarta. Sedangkan rumah semi permanen berukuran 12 meter x 6 meter yang ditempati korban, berada di bagian bawah yang merupakan lahan milik Bendesa Wayan Puja Umbara.

Tidak ada yang tahu persis kejadian maut yang merenggut nyawa pasutr Mistari dan Murniati. Yang jelas, peristiwa longsor ini baru diketahui warga, Selasa pagi sekitar pukul 08.00 Wita. Adalah seorang warga setempat, I Wayan Genah, yang pertama kali mengetahui terjadi longsor. Pagi itu, Wayan Genah kebetulan melintas hendak pergi ke kebunnya.

Wayan Genah curiga di dalam pondokan yang tertimbun longsor tersebut ada penghuninya. Sebab, biasanya dia melihat ada buruh yang tinggal di sana. Wayan Genah pun melaporkan musibah ini kepada Kelian Dinas Banjar Bukit Catu, Desa Candikuning, I Wayan Sarma. “Informasi yang disampaikan Wayan Genah selanjutnya saya teruskan ke Perbekel Candikuning, Bhabinsa Candikuning, dan Camat Baturiti,” ungkap Wayan Sarma.

Wayan Sarma bersama sejumlah warga juga langsung terjun ke lokasi TKP longsor yang lokasinya tak jauh dari Kebun Raya Bedugul. Mereka melihat ada sepeda motor Honda CBR nopol DK 3811 HG milik korban yang tertimbun material longsoran. Di sebelah motor yang tertimbun ini, ada gundukan karung.

Setelah dikorek menggunakan kayu, ternyata terlihat ada kepala manusia dalam posisi menghadap ketimur. Kepala yang dilihat pertama kali itu adalah korban Murniati, perempuan berusia 41 tahun.  Selanjutnya, Kelian Banjar Wayan Sarma bersama warga melanjutkan penggalian dengan menyingkirkan material seperti tanah, batako, dan triplek secara manulan dengan peralatan cangkul dan linggis.

Akhirnya, ditemukanlah korban satunya lagi, Mistari, yang merupakan suami dari Murniati. Ternyata, mayat kedua korban ditemukan dalam posisi saling berpelukan, di mana sang suami berada di sisi selatan, sementara istrinya di sisi utara. Menurut Wayan Sarma, proses evakuasi berlangsung selama 30 menit, dengan dibantu pula aparat kepolisian dan petugas TNI.

Wayan Sarma menjelaskan, pasutri yang kesehariannya bekerja sebagai buruh tani di keluarga Bendesa Wayan Puja Umbara ini tewas mengenaskan dalam kondisi lebam di bagian wajah dan tangan. Bahkan, korban Murniati mengalami patah kaki kiru.

Berdasarkan hasil pemeriksaan dr I Gusti Ayu Nila Kusumawati yang terjun ke lokasi TKP, Selasa pagi pukul 09.15 Wita, kematian pasutri korban longsor ini diperkirakan terjadi 6-8 jam sebelum diperiksa. Artinya, longsor yang merenggut nyawa korban diperkirakan terjadi dinihari kemarin antara pukul 01.15 Wita hingga 03.15 Wita.

Dari hasil pemeriksaan awal, korban Mistari mengalami luka robek di dahi kanan. Sedangkan istrinya, Murniati, mengalami luka lecet di lengan kiri atas, kaki kanan, dan kaki kiri. Bahkan, kaki kirinya berbuah bentuk karena patah. Jenazah pasutri Mistari dan Murniati kemartin pagi sekitar pukul 10.30 Wita langsung dibawa ke BRSUD Tabanan, untuk dibersihkan. Kemudian, siangnya sekitar pukul 14.23 Wita, jenazah pasutri dibawa pulang ke Probolinggo menggunakan mobil ambulans BRSUD Tabanan.

Pasutri Mistari-Murniati, yang tewas tertimbun longsor, sudah tempati pondokan di lahan milik Bendesa Wayan Puja Umbara di Banjar Bukit Catu, sejak 3 tahun silam. Mereka bekerja sebagai buruh tani sayur mayur di keluarga Bendesa Puja Umbara.

Menurut Wayan Sarma, pasutri Mistarei-Murniati tinggal di Banjar Bukit Catu bersama dua anaknya yang masih remaja, Ahmad Fauzi, 19, dan Asman Alhair, 17, selain juga ada saudaranya. Namun, kedua anaknya yang sama-sama jadi buruh tani itu tinggal terpisah di kos-kosan yang berjarak sekitar 1 kilometer arah utara dari lokasi longsor. “Kedua anaknya itu kos di rumah yang masih berada di wilayah Banjar Bukit Catu," terang Wayan Sarma.

Sementara, Bendesa Puja Umbara yang merupakan majikan dari pasutri Mistari-Murniati, shock dengan bencana longsor yang merenggut nyawa keperjanya itu. Puja Umbara mengaku terkejut atas musibah maut ini. Menurut Puja Umbara, dirinya baru mengetahui peristiwa ini, Seklasa pagi sekitar pukul 08.05 Wita, dari warga setemoat. “Saya pun lanysung ke kebun. Sayang, kedua pekerja saya ini ditemukan sudah dalam kondisi tewas tertimbun,” keluh Puja Umbara.

Di mata Puja Umbara, pasutri Mistari-Murniati yang tewas tertimbun longsor ini termasuk pekerja yang rajin, ulet, dan enak diajak kerja. Awal perkenalan dengan kedua korban terjadi ketika pasutri asal Probolinggo itu datang ke Desa Candikuning, 3 tahun silam. Puja Umbara kemudian menawari mereka untuk kerja kebun sayur mayurnya. “Bangunan (yang tertimpa longsor) dan lahan kebun itu saya yang punya,” jelasd Puja Umbara.

Sementara itu, dua anak korban, Ahmad Fauzi dan Asman Alhair, mengaku mereka memang tinggal terpisah dari kedua orangtuanya yang tewas tertimpa longsor. Kedua remaja ini tinggal kos. Menurut si sulung Ahmad Fauzi, dirinya masih sempat ngobrol dengan orangtuanya, Senin (22/1) malam sekitar pukul 20.30 Wita. “Habis ngobrol, saya kembali ke tempat kos sekitar pukul 21.00 Wita,” kenanah Fauzi kepada NusaBali, Selasa kemarin.

Fauzi mengaku tidak ada firasat apa pun di balak kematian tragis kedua orangtuanya ini. Hanya saja, ada yang aneh, Selasa pagi. Biasanya, sang ibu membangunkan Fauzi pagi-pagi pukul 06.30 Wita melalui telepon, agar menuju tempat kerja di kebun milik keluarga Bendesa Puja Umbara.

“Tadi pagi (kemarin) saya tidak ada ditelepon ibu. Justru saya ditelepon oleh Pak Wayan Puja Umbara (Bendesa Pakraman Bukit Catu yang notabene majikannya, Red) yang menyampaikan bahwa tempat tinggal orangtua kami tertimpa longsor,” kenanbg Fauzi diamini adiknya, Asman Alhair.

"Saya pun langsung lari ke sini (lokasi TKP longsor). Sebelum orangtua kami ditemukan, saya sempat telepon bapak, tapi ponselnya nggak aktif. Telepon ibu juga tidak ada yang mengangkat. Dari situ, saya curiga bahwa bapak sama ibu tertimbun longsor," lanjut Fauzi.

Fauzi menceritakan bahwa bibinya, Marsia, 28 (adik kandung dari korban Mistari), sebenarnya tidur di kamar sebelah timur bagunan yang tertimbun kongsor. Bahkan, Marsia sebenarnya mendengar ada suara gemuruh yang diperkirakan terjadi dinihari kemarin sekitar pukul 01.15 Wita. Hanya saja, Marsia tidak bangun.

Paginya, barulah Marsia yang juga bekerja sebagai buruh tani di kebun Bendesa Puja Umbara---bangun dan mendapati tempat tinggal kakaknya sudah tertimbun longsor. Kendati panic dan khawatir, Marsia tidak ada teriak minta tolong. "Masalahnya, bibi saya ini tidak bisa bahasa Indonesia. Dia panik sendiri, mau manggil orang, ditakutkan tidak ada yang ngerti omonganya," cerita Fauzi, yang kemarin didampingi sang binya Marsia dan adik kangsungnya, Asman. *d

Komentar