nusabali

Mahasiswa Se-Bali Kampanye Stop Joged Jaruh

  • www.nusabali.com-mahasiswa-se-bali-kampanye-stop-joged-jaruh

Aksi memberangus konten-konten yang menyajikan tarian joged jaruh di media youtube untuk pertama kalinya dilakukan secara serentak oleh mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi negeri maupun swasta di Bali.

Kali Pertama Dilakukan Kampanye Pelaporan Joged Jaruh di Youtube


DENPASAR, NusaBali
Kampanye collective flagging (penandaan) dan reporting (pelaporan) itu dilakukan di Kampus Stikom Bali, Jalan Raya Puputan Nomor 86 Niti Mandala Denpasar, Kamis (7/12).

Upaya flagging dan reporting ke youtube terhadap tayangan-tayangan joged jaruh ini merupakan kerjasama Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Majelis Pertimbangan dan Pembinaan Budaya (Listibiya) Bali, Bogbog Cartoon Magazine, dan perwakilan dari beberapa perguruan tinggi di Bali---termasuk ISI Denpasar, Undiksha Singaraja, Unhi, IHDN Denpasar, dan Stikom Bali. Mereka serentak melakukan gerakan penandaan dan pelaporan secara online terhadap tayangan-tayangan di dunia maya.

Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Dewa Putu Beratha, mengatakan generasi muda (kalangan manahsiswa) dipilih untuk mengawal kampanye ini, karena masa depan Bali ada di pundak mereka. Melalui gerakan generasi muda, pihaknya meminta nanti digetoktularkan ke lingkungannya masing-masing, baik lingkungan kampus maupun masyarakat.

“Ada 47 mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Bali yang kita kumpulkan. Hanya dalam waktu 1 jam saja, sudah ada 4.500 pelaporan yang kita laporkan ke youtube,” ujar Dewa Beratha seusai kampanye collective flagging dan reporting di Kampus Stikom Bali, Kamis kemarin.

Dewa Beratha menegaskan, gerakan anak muda tidak berhenti sampai di situ. Gerakan ini akan diperluas lagi dengan melibatkan komponen anak muda lainnya yang peduli terhadap budaya, agama, dan adat Bali, termasuk kalangan pelajar. “Pada kampanye pertama ini, mereka diajarkan langkah-langah atau tutorial melapor ke youtube. Setelah itu, mereka langsung praktek di Laboratorium Stikom. Dengan cara ini, kita harapkan lebih banyak lagi, sehingga ada gerakan massif,” tandas Dewa Beratha.

Menurut Dewa Beratha, dalam kegiatan-kegiatan yang digelar Dinas Kebudayaan Bali tahun depan, akan digelar parade joged bumbung untuk siswa. Sangat perlu dibangun kesadaran dan rasa malu, karena selama ini telah terjadi pembiaran terhadap konten-konten joged yang tidak pantas (jaruh).

Dewa Beratha mengatakan, sebetulnya hanya sebagian kecil yang menjadi pelaku joged jaruh, baik penari, pengupah, maupun pengibing. “Kami yakin masih sebagian besar yang prihatin terhadap joged jaruh dan ada niat untuk bergerak membasminya.”

Sementara itu, Wakil Ketua Yayasan Widya Dharma Santi---yang menaungi aset pendidikan Stikom Bali---, Marlowe Bandem, mengatakan aksi flagging dan reporting secara serentak dan online joged jaruh ini dilakukan dengan penelusuran secara sederhana. Peserta (mahasiswa) hanya masuk youtube melalui akun google mail masing-masing. Kemudian, peserta memasukkan kata kunci joged, jaruh, porno, hot, dan sebagainya. Selanjutnya, peserta melakukan langkah-langkah pelaporan. Aksi ini tidak sampai satu menit. Masyarakat yang sudah memiliki HP smartphone dan aplikasi youtube di HP-nya, juga bisa melakukan ini.

Marlowe Bandem menyebutkan, berdasarkan penelusuran tayangan joged jaruh di youtube periode Oktober-November 2017, dengan kata kunci ‘joged’, Tim Stikom Bali mendapatkan 483.000 hasil. Sedangkan penelusuran dengan kata kunci ‘joged jaruh’ mendapatkan 319 hasil, penelusuran dengan kata kunci ‘joged porno’ mendapatkan 8.040 hasil, dan penelusuran dengan kata kunci ‘joged hot’ mendapatkan 24.000 hasil.

“Dari 483.000 tayangan joged, rata-rata didominasi oleh tayangan yang tidak pantas, yang melanggar kaidah-kaidah berkesenian Bali. Padahal, joged dalam bentuk aslinya tidak pernah mempertontonkan aurat, (maaf) celana dalam, dan gerakan-gerakan yang vulgar seperti itu. Apalagi, ini dilakukan di depan publik dan di hadapan anak-anak,” sesal Marlowe Bandem.

Menurut Marlowe, aksi glagging dan reporting ini dirasa jauh lebih efektif daripada hanya melakukan diskursus mengapa tayangan joged jaruh tersebut dipentaskan? Yang penting sekarang, ada pengalaman menarik yang didapatkan. Ketika tahun lalu saat Focus Group Discussion mengenai joged jaruh, beberapa kanal dan channel yang mempublikasikan joged-joged jaruh sempat dimuat di media massa. Ketika itu tersampaikan, ternyata para pemilik kanal dengan sukarela menurunkan konten-konten tersebut. Tapi, tidak jarang juga ada pemilik kanal yang sengaja menutup akses alamat dan kolom komentar.

“Kita sadari bahwa tidak semua kanal bisa dihubungi secara langsung. Banyak kanal yang tidak menyebutkan alamat email, nomor kontaknya, dan malah banyak yang menutup akses komentar. Setelah dimuat di media massa, ini menjadi suatu pendekatan yang persuasif. Tidak ada maksud mengkriminalisasi atau menghambat kreativitas seniman. Tapi, ketika kesenian itu menjadi sebuah bentuk pelecehan, ini yang perlu kita bina,” beber Marlowe.

“Ini sebagai bentuk mawas diri masyarakat Bali, melihat perkembangan kesenian Bali di masa depan. Jangan sampai kita di Bali melakukan pembiaran yang akhirnya mengakibatkan peliaran. Akhirnya, yang rugi ya kita sendiri,” lanjut putra dari akademisi-budayawan Prof Dr I Made Bandem ini.

Marlowe menambahkan, pihaknya akan bekerjasama dengan seluruh kampus untuk menayangkan lebih banyak tayangan-tayangan joged yang benar dan santun di youtube, sebagai tandingan. “Tari Joged merupakan satu dari sembilan tarian Bali yang ditetapkan Unesco sebagai warisan budaya dunia tak benda. Jangan sampai kita setelah ditetapkan sebagai milik kita sendiri, malah tidak rawat.”

Sementara, pemberatasan joged jaruh secara offline di lapangan sesungguhnya sudah dilakukan, melalui Surat Edaran (SE) Gubernur Bali sejak 2016. Isi SE Gubernur itu lengkap menyangkut penegakan hukum yang sudah langsung ditujukan ke Polda Bali, perangkan desa adat, dan desa dinas untuk pemantauan di wilayah joged tersebut. “Secara moral, SE Gubernur juga disampaikan kepada PHDI yang menjaga moral umat di Bali. Sedangkan dari Dinas Kebudayaan, sudah terus berupaya membina dan menampilkan pakem-pakem joged,” ungkap Kadis Kebudayaan Bali, Dewa Beratha.

Mengingat pentingnya pemulihan citra joged sebagai tari pergaulan yang adiluhung, kata Dewa Beratha, pihaknya akan segera menggelar rapat koordinasi untuk melakukan pembinaan bersama-sama. Saat ini sedang diinvetarisasi nama-nama sekaa dan penari joged di Bali. Menurut Dewa Beratha, sejauh ini sudah terinventarisasi ada 114 sekaa joged se-Bali, belum termasuk Jembrana dan Klungkung. Sekaa Joged terbanyak ada di Buleleng, Tabanan, dan Badung.

“Kita akan melakukan pembinaan secara bersama, tidak hanya penari dan sekaa, atau penari lepas saja, tapi juga bendesa adat-nya. Sebab, joged jaruh tidak hanya membawa nama buruk diri sendiri, tapi juga nama desa, seperti Desa Sinabun (Kecamatan Sawan, Buleleng, Red), Desa Silangjana (Kecamatan Busungbiu, Buleleng), dan Banjar Payuk (Desa Peninjoan, Kecamatan Tembuku, Bangli). Kita pendekatan humanis dulu, sebelum dilakukan penegakan hukum jika sudah tidak bisa dibina lagi,” tandas Dewa Beratha. *ind

Komentar