nusabali

Diguyur Hujan, Ngider Bhuwana Dilakukan Sekali

  • www.nusabali.com-diguyur-hujan-ngider-bhuwana-dilakukan-sekali

Desa Pakraman Kesiman, kembali menggelar Tradisi Ngerebong yang merupakan rangkaian Hari Raya Galungan dan Kuningan, di Pura Agung Petilan, Kesiman, Denpasar Timur, Redite Paing Medangsia, Minggu (19/11).

Ngerebong, Meredam Aspek ‘Asuri Sampad’

DENPASAR, NusaBali
Upacara ini rutin dilakukan setiap satu minggu setelah Raya Kuningan dengan tujuan untuk meredam Asuri Sampad (sifat buruk) dan menciptakan keseimbangan dunia. Walaupun hujan mengguyur kawasan Kesiman sejak Minggu siang, tradisi Ngerebong tetap dilaksanakan sesuai jadwal. Hanya saja, dalam rangkaian Ngider Bhuwana' yang biasanya dilakukan tiga kali, kali ini dilakukan hanya sekali untuk menghindari kerusakan pada Petapakan Ida Bhatara.

Sebelum tapakan serta pengiringnya dilakukan 'Ngerebong', tepat pukul 14.30 Wita, krama se-Kesiman dengan membawa pralingga terlebih dulu ke Pura Musen untuk nunas pesucian, yang dilanjutkan berbalik arah menuju Pura Penataran Agung Petilan, untuk persembahyangan.

Setelah melakukan rangkaian persembahyangan, sekitar pukul 16.30 Wita para pemangku mulai melakukan nedunang Bhatara, sehingga pralingga berupa rangda, barong dan para pepatih pun kerauhan (kesurupan). Bahkan para pepatih yang kerauhan itu, tak hanya laki-laki saja, perempuan juga ikut kerahuan dalam tradisi tersebut.

Dalam pelaksanaan Ngerebong, yang unik adalah Keris, Ngurek dan Penjor yang megah. Dalam tradisi ini, sejumlah pamedek trance (kasurupan) dengan menusukkan keris ke tubuhnya, bahkan ada yang menusukkan di bagian matanya.

Selanjutnya, para pemedek yang sudah kerauhan diajak menuju wantilan untuk Maider Bhuwana. Bhatara-bhatari para manca dan Prasanak Pangerob dengan semua pengiringnya mengelilingi wantilan tiga kali dengan cara Pradaksina atau berlawanan dengan arah jarum jam.

Bahkan disela-sela berkeliling, para pepatih laki-laki melakukan ‘ngurek’ (menusukkan keris) tak hanya di dada, bahkan ada di kepala. Tajamnya keris, tak sedikitpun melukai dada para pepatih.

Mangku Pura Kahyangan Bajangan Kesiman, Made Karda, ditemui disela-sela upacara mengatakan, tradisi Ngerebong merupakan tradisi krama Desa Adat Kesiman yang dilakukan setiap enam bulan sekali tepatnya di Redite Medangsia. Dalam ngerebong ini, yang lunga (datang) merupakan pralingga-pralingga yang ada di pura-pura di Desa Pakraman, Kesiman.

Selain itu kata Mangku Karda, selain dari Kesiman, Bhatara lunga juga dari Banjar Singgi, Sanur, bahkan juga dari Sawangan, Bualu, Nusa Dua. “Saat ngerebong yang paling pokok yaitu upacara maider bhuwana sebanyak tiga kali ke arah kiri (balik arah), namun karena hujan ngider bhuwana hanya dilakukan sekali saat ini. Maider bhuwana ini untuk menyucikan jagat atau ngerebu gumi (membersihkan tanah atau pertiwi),’’ terangnya.

Dikatakannya lagi, Ngerebong merupakan sebuah pangilen yang dilaksanakan di Pura Agung Petilan untuk menciptakan keseimbangan dunia. Maka dari itu tradisi yang sudah dilaksanakan secara turun temurun ini melibatkan semua Mangku Pepatih yang menguasai wilayah Desa Kesiman terdahulu.

"Dulu diyakini Puri Kesiman memiliki wilayah yang sangat luas, hingga ke Desa Sanur dan Pemogan. Jadi, yang tangkil ke Pura Agung Petilan setiap pelaksanaan pangerebongan adalah sesuhunan yang merupakan warih Puri Kesiman,” jelasnya.

Sementara salah satu tokoh sekaligus budayawan Desa Kesiman, I Gede Anom Ranuara mengatakan, dalam sejarahnya tradisi ini sudah dipatenkan sejak tahun 1937, namun telah dilaksanakan dengan kapasitas yang lebih kecil di area Kerajaan atau Puri Kesiman. Ada beberapa rangkaian yang wajib dilaksanakan sehubungan dengan Ngerebong, yakni Ngerebek yang dilaksanakan pada Umanis Galungan, dilanjutkan dengan Pamendakan Agung pada Paing Kuningan, dan terakhir adalah Ngerebong.

Pihaknya sendiri tidak dapat memprediksi berapa jumlah pepatih yang mengikuti prosesi ini. Jika ditafsir lebih dari seratus orang yang bergerak mengelilingi wantilan. Sedangkan di waktu yang sama dilaksanakan Tabuh Rah di Wantilan Pura, yang disaksikan langsung oleh Jro Mangku Pura Dalem, Jro Mangku Pura Desa, dan Patih Cakra Ninggrat yang berdiri di Pamedalan Agung. *m

Komentar