nusabali

Pemilik Tanah Tembok Gerbang Gardu Induk PLN

  • www.nusabali.com-pemilik-tanah-tembok-gerbang-gardu-induk-pln

Ahli Waris Juga Tuntut Ganti Rugi Kontrak Tanah

DENPASAR, NusaBali

Ahli waris I Gusti Made Mentog, asal Banjar Tampak Gangsul, Desa Dangin Puri Kauh, Denpasar Utara, kembali menyegel Gardu PLN Imam Bonjol, Sabtu (14/10). Kali ini penyegelan yang dilakukan oleh ahli waris Mentog bukan hanya memasang spanduk seperti sebelumnya, melainkan dengan mendirikan tembok batako setinggi 1,5 meter tepat di pintu gerbang utama Gardu PLN Imam Bonjol di Jalan Imam Bonjol, Pemecutan, Denpasar.

Penembokan tersebut dilakukan lantaran saat melakukan mediasi pada Kamis, 12 Oktober 2017, pihak ahli waris merasa tidak mendapatkan respons positif dari pihak PLN yang diduga melakukan penyerobotan lahan seluas 20 x 210 meter sejak pembangunan gardu PLN dilakukan pada 2005 silam.

“Kami sebenarnya sudah melakukan negosiasi pada tanggal 12 Oktober 2017 ini. Namun, saat itu kami tidak mendapatkan hasil yang baik, malahan mentok, dan PLN bersikeras bahwa pihaknya tidak menyerobot lahan kami. Ya kami langsung segel. Sebenarnya sudah pekan lalu kami akan segel, namun karena disuruh negosiasi ya kami undur. Dan hingga saat ini kan mentok, jadi kami baru lakukan penembokan,” kata Anak Agung Ngurah Semara Adnyana selaku pengacara keluarga almarhum Gusti Made Mentog.

Menurutnya, pihak keluarga Gusti Made Mentog sudah bertahun-tahun berjuang demi mendapatkan kembali tanah tersebut. Dari tahun 2005, tanah yang saat itu masih ditumbuhi padi yang sudah menguning diuruk begitu saja. Perjuangannya untuk menuntut hasil padi yang diuruk hingga kini tidak pernah ada itikat baik dari PLN untuk mengganti rugi. Sehingga pihaknya saat ini selain menuntut tanah tersebut untuk dikembalikan, juga menuntut ganti rugi itu, dan kontrak selama 12 tahun tanahnya dipakai oleh PLN. Karena selain kerugian fisik, kata Adnyana, pihaknya juga rugi dari segi ekonomi atas tanah tersebut.

“Kami juga akan melanjutkan tuntutan ganti rugi hak kami dulu padi kami yang sudah menguning malah diuruk begitu saja. Dan tentunya kontrak tanah yang selama ini dipakai oleh PLN dari tahun 2005 itu. Karena ketika kami menuntut padi kami hingga pembangunan selesai 2008, juga tidak digubris, bahkan hingga kini. Jadi dalam hal ini dengan keputusan mediasi kemarin, untuk sementara pemenangnya adalah kami. Karena bukti-bukti yang kami berikan valid berupa bukti iuran pajak dari tahun 2005 hingga sekarang. Karena tidak tanggung-tanggung kami selalu membayar pajak dari Rp 2.800 hingga Rp 3 juta per tahun,” tegas Adnyana.

Adnyana yang juga keponakan Mentog, mengatakan, pihaknya sudah melapor ke Ombudsman, ke BPN, dan memang diputuskan tanah tersebut milik 12 ahli waris Mentog yang kini tengah memproses sertifikat tanah per 30 Agustus 2017 lalu. Adnyana mengungkapkan, penembokan yang saat ini dilakukan untuk memperingatkan pihak PLN.

Kemungkinan, lanjut Adnyana, jika dalam kurun waktu satu bulan dari hari penembokan tersebut tidak juga kembali dilakukan mediasi, maka pihaknya akan terus melakukan penembokan sepanjang tanah waris milik keluarga Mentog. Bahkan, dia akan membongkar paksa tembok pembatas tanah tersebut.

“Kami berikan batas satu bulan lagi dari sekarang untuk melakukan mediasi. Jika tidak, tembok sebelah barat yang menghalangi tanah kami akan kami bongkar, dan tanah yang berbatasan dengan PLN akan kami tembok juga. Karena selama bertahun-tahun perjuangan kami tetap saja penyelesaiannya mentok bahkan kami disuruh menuntut ke pengadilan. Bagaimana kami  menuntut, kami punya bukti semua sementara mereka tidak. Mereka disuruh menuntut juga tidak mau,” jelas Adnyana.

Dari pantauan di lokasi, pihak ahli waris Mentog mengawasi penembokan tersebut dengan mengeluarkan seluruh kendaraan karyawan PLN yang bekerja saat itu. Kendati ditembok, pihak ahli waris masih memberikan celah kecil agar petugas yang berjaga bisa keluar – masuk areal gardu. Sementara sejumlah polisi berjaga-jaga di lokasi.

Dikonfirmasi secara terpisah, Manager Area Pelaksana Pemeliharaan (APP) Bali Ika Sudarmaja, mengatakan pihaknya sudah melaporkan penembokan pintu utama Gardu PLN Imam Bonjol ke pihak kepolisian. Menurutnya, dengan adanya penembokan tersebut pihak PLN akan mengalami kesulitan melakukan perbaikan jika terjadi gangguan, karena di dalam gardu tersebut terdapat alat berupa trafo 2 x 60 MVA, kapasitor saluran transmisi menuju Pesanggaran dan Padang Sambian, bahkan dardu tersebut juga menghubungkan listrik ke kawasan Kabupaten Badung Selatan dan Kota Denpasar. Jika pemadaman terjadi, menurutnya maka yang berdampak adalah kawasan tersebut. Sehingga, dengan ditutupnya jalur tersebut akan menyusahkan mobil masuk membawa material.

“Kami sedang tahap pelaporan, karena ini kapasitas aspeknya nasional. Dan kami juga sudah memberikan data kepemilikan yang sah kepada polisi. Bahkan jika kami membuka data kepemilkan, kami ingin mereka juga membuka bukti sertifikat kepemilikannya karena selama ini mereka ngotot minta itu. Kami hanya bisa membuka di pengadilan, karena ini dokumen negara, sebenarnya harus di pengadilan. Karena sekarang situasinya seperti ini kami sudah menyerahkan ke pihak kepolisian sertifikat itu, maka prosesnya kami katakan ke polisi ini sifatnya confidential,” ungkap Ika.

Ika juga mengatakan, pihak ahli waris yang mengklaim itu tanah mereka tidak memiliki bukti sertifikat kepemilikan, karena tanah dalam sertifikat bukan atas nama I Gusti Made Mentog. Di dalam sertifikat hak milik (SHM) yang sah, tanah itu milik atas nama I Gusti Putu Pemecutan. Sehingga jika memang ingin menuntut, pihak yang melakukan penyegelan itu seharusnya menuntut ke jalur hukum.

“Kami kan sudah bilang, silakan tuntut ke ranah pengadilan, karena ini aspeknya ke nasional, biar jelas. Jika kami terbukti bersalah, biar dipenuhi tuntutan mereka. Jadi semuanya dibuka di pengadilan. Karena jika itu ditembok efeknya akan besar. Jika memang terjadi kerusakan nantinya dan itu masih ditembok, maka berimbas pada Kabupaten Badung Selatan dan Denpasar karena pusat listriknya berada di tempat tersebut. Sedangkan untuk kerugian kami jika dihitung tidak bisa diprediksi. Jadi efeknya bakal luas,” tandasnya.

Sebelumnya diberitakan, Gardu PLN Imam Bonjol disegel oleh ahli waris I Gusti Made Mentog, Sabtu (9/9) pagi. Pihak penyegel merasa lahannya diserobot saat pembangunan gardu oleh PLN.

Disebutkan, persoalan tanah tersebut sempat dimediasi sejak 2005, namun hingga kini belum mendapat solusi. Akhirnya pihak yang merasa dirugikan menggembok sekaligus menyegel Gardu PLN Imam Bonjol, Sabtu (9/9).

Anak Agung Ngurah Semara Adnyana selaku pengacara keluarga almarhum Gusti Made Mentog, mengatakan, pihaknya sudah berjuang sejak tahun 2005 untuk mendapatkan kembali tanah keluarga seluas 20 x 210 meter yang diduga diserobot pihak PLN. “Kami tak pernah menjual tanah tersebut, tahu-tahu PLN menembok keliling tanah kami berikut mendirikan bangunan,” kata Adnyana.

Pihaknya sebenarnya sudah mengusahakan cara damai dengan pihak PLN termasuk menemui BPN Denpasar untuk menyelesaikan masalah tersebut. Namun hingga belasan tahun perjuangan keluarga almarhum I Gusti Made Mentog ini mentok. Bahkan pihaknya telah difasilitasi oleh Ombudsman, namun tak membuahkan hasil.

“Karenanya kami terpaksa menempuh cara ini. Kami tetap membuka ruang untuk berdialog dengan berbagai pihak terkait masalah ini. Kami intinya ingin masalah ini cepat selesai,” tegas Adnyana.

Asisten Manajer Administrasi dan Umum PLN APP Bali I Made Suantara, mengatakan, tidak bisa memenuhi keinginan ahli waris untuk memperlihatkan dokumen-dokumen tanah yang diminta tersebut. Menurutnya, gardu PLN itu awalnya dibangun oleh Unit Induk Pembangunan (UIP) ring III PLN, dan yang memegang dokumen-dokumen adalah UIP. Selain itu, sampai saat ini juga sedang proses sertifikasi di Badan Pertanahan Negara (BPN), dan sejak 2008 pihak BPN telah melakukan penetapan areal tersebut.

Suantara juga mengaku saat memeriksa di BPN tidak ada nama I Gusti Made Mentog pada saat ganti rugi lahan. “Dari ahli waris memaksa kami memperlihatkan bukti dari proses sertifikasi tersebut. Karena itu rahasia negara, kami tidak bisa memperlihatkan. Kecuali ada proses sisi penegakan hukumnya, pengadilan yang memerintahkan kami untuk memperlihatkan bukti-bukti tersebut,” tandasnya.

Sementara itu, Naval Rudiyanto, 20, petugas bagian jaringan gardu induk PLN Pemecutan Kelod, menyebut penyegelan tersebut bisa berakibat fatal, yakni padamnya aliran listrik di wilayah bandara dan Bali Selatan, karena mesin pengatur gardu induk tak dimonitor. “Risikonya kalau ada gangguan, padamnya bisa lebih lama. Karena kami tak bisa masuk. Kalau terjadi gangguan arus listrik di bandara harus dinormalkan, di sini juga. Kalau di sini tak bisa, berarti tak bisa,” ucapnya.

Naval Rudiyanto menyebut alat pengatur arus listrik tersebut hanya ada di Gardu PLN Imam Bonjol. “Di sini ada 100 peralatan yang mengatur keluar masuknya arus listrik. Tak bisa ditinggalkan, sebenarnya,” tandasnya. Dia menyebut, ada kemungkinan risiko terbakar.

Dari pantauan, aksi penyegelan selain disaksikan keluarga almarhum Gusti Made Mentog, juga oleh puluhan warga sekitar. *m

Komentar