nusabali

Jam Tidur Berkurang, Jenguk Pengungsi di Tenda Larut Malam

  • www.nusabali.com-jam-tidur-berkurang-jenguk-pengungsi-di-tenda-larut-malam

Bupati Nyoman Suwirta juga luncurkan program brother school di mana siswa sekolah setempat diarahkan bantu antar jemput siswa pengungsi yang nebeng belajar

Bupati Klungkung Nyoman Suwirta, Salah Satu Kepala Daerah yang Supersibuk karena Gunung Agung


SEMARAPURA, NusaBali
Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta menjadi salah satu kepala daerah yang paling sibuk, menyusul luberan pengungsi bencana Gunung Agung dari Karangasem sejak empat pekan lalu. Konsekuensinya, jam tidur berkurang, waktu bersama keluarga pun amat terbatas. Bupati Nyoman Suwirta sendiri kerap datang ke tenda pengungsian larut malam, karena khawatir kondisi pengungsi.

Jumlah pengungsi dari desa-desa Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gunung Agung di Karangasem yang mengungsi ke wilayah Klungkung sempat mencapai 22.829 jiwa. Mereka tersebar di 122 titik penungsian, termasuk GOR Suwecapura Desa Gelgel, Kecamatan Klungkung yang jadi Posko Induk. Mereka berdatangan ke Klungkung sejak beberapa hari sebelum Gunung Agung naik status awas (Level IV), 22 September 2017.

Menurut Bupati Suwirta, jauh-jauh hari sebelum status awas Gunung Agung ditetapkan, Pemkab Klungkung di bawah pimpinannya sudah melakukan langkah antisipasi. Diditandai dengan rapat gabungan lintas OPD lingkup Pemkab Klungkung di Ruang Rapat Bupati Klungkung, 19 September 2017, ketika Gunung Agung masih berstatus siaga (Level III).

Dalam rapat itu, Pemkab Klungkung langsung mepersiapkan dua lokasi utama posko pengungsian, yakni Lapangan Puputan Klungkung (untuk pendataan) dan GOR Swecapura (sebagai Posko Induk). Hanya berselang dua hari kemudian, 21 September 2017, ratusan pengungsi Gunung Agung mulai berdatangan ke Klungkung. Lonjakan pengungsi mencapai ribuan orang terjadi setelah status Gunung Agung naik ke Level IV, 22 September 2017 malam.

Mneurut Bupati Suwirta, pihaknya tidak kaget dengan luberan pengungsi Gunung Agung ini, karena sudah diantisipasi sejak awal. Konsekuensinya, Bupati Suwirta bersama jajarannya harus rela berjibaku menangani pengungsi. “Saya sejak awal sudah tugaskan bentuk tim, bila nanti ada sameton kita dari Karangasem datang ke Klungkung untuk mengungsi, sehingga mereka bisa terlayani dengan baik,” kenang Suwirta kepadsa NusaBali di Semarapura, Rabu (11/10) malam.

Tim yang dibentuk lebih awal itu bertugas mulai membersihkan GOR, memasang tenda, menyiapkan air, hingga kebutuhan lainnya. Luberan pengungsi ke Klungkung memang di luar dugaan, karena jumlahnya sempat mencapai 22.926 jiwa. Meski demikian, kata Suwirta, Pemkab Klungkung tetap berusaha memberikan pelayanan yang terbaik. “Di benak saya sendiri, saya merasa terpanggil bahwa ini semua (pengungsi) adalah sameton kita,” ujarnya.

Karena kondisi Gunung Agung, Suwirta selaku Bupati bersama jajaran Pemkab Klungkung, termasuk Sekda Gede Putu Winastra, harus mencurahkan perhatian untuk pengungsi. Apalagi, sekitar 5.000 pengungsi anak-anak juga harus mendapat pelayanan pendidikan di dekat tempat pengungsiannya.

Mengalirnya sumbangan dari donatur dan berdatangannya relawan untuk membantu penungsi Gunung Agung, kata Suwirta, juga harus dibarengi dengan manejemen yang baik. Termasuk manajemen dalam pendataan logistik, pemberdayaan para relawan, pelayanan kesehatan, hingga mengurus pendidikan anak-anak di pengungsian.

“Saya berusaha selalu hadir untuk menata memanajemen tim dan sekeligus memberi semangat saat teman-teman bekerja. Supaya berjalan dengan baik sesuai tupoksinya masing-masing, tentu memerlukan waktu. Setidaknya, itu sudah berjalan beberapa hari,” ujar Bupati Klungkung pertama dari kawasan seberang Nusa Penida ini.

Selaku Bupati, Suwirta berupaya luncurkan terobosan untuk melayani pengungsi anak-anak yang berstatus siswa sekolahan. Salah satunya, menerapkan program ‘brother school’. Dalam program ini, siswa sekolah yang dituju wajib turut membantu siswa pengungsi bak saudara sendiri. Caranya, mereka ikut antar jemput siswa pengungsi dengan naik motor (bagi SMA/SMK).

Karena perhatian banyak tersita untuk mengurusi pengungsi, jam tidur Bupati Suwirta pun berkurang jauh, bahkan sempat selama beberapa hari cuma tidur rata-rata 3 jam dalam sehari. “Namun, setelah lima hari berjalan dan sistem menajemen berjalan dengan baik, pola tidur saya berangsur normal kembali,” papar Bupati asal Banjar Ceningan, Desa Lembongan, Kecamatan Nusa Penida, Klungkung ini.

Pengalaman lainnya, Bupati Suwirta kerap datang malam-malam ke tenda pengungsian, karena khawatir kondisi para pengungsi. Suatu ketika, turun hujan deras larut malam. Bupati Suwirta yang tidak bisa tidur karena terus kepikiran kondisi pengungsi, pilih datang ke tenda pengungsian di sekitar GOR Suwecapura, dinihari pukul 02.30 Wita.

Waktu itu, Suwirta memutuskan untuk menemui para pengungsi yang berada di tenda pengungsian. Ternyata, kekhawatirannya terbukti, banyak anak-anak pengungsi menangis karena tidak bisa istirahat, lantaran tenda pengungsian kemasukkan air dari bawah. “Saya langsung minta kepada sameton kita itu untuk masuk ke dalam gedung di GOR Suwecapura,” kenang Suwirta.

Karena fokus dengan tugas-tugasnya sebagai kepala daerah, Bupati Suwirta pun jarang punya waktu untuk bersama keluarganya. Waktunya sangat terbatas untuk bercengkrama dengan sang istri, Nyonya Ayu Suwirta, serta tiga anaknya: Ni Putu Maetri Megantari, 19 (kini mahasiswi Jurusan Akutansi Gakultas Ekonomi Unud), Ni Made Ayu Ratna Ginanti, 15 (siswi Kelas IX SMPN 2 Semarapura), dan I Nyoman Rai Nanda Suwirta, 7 (masih Kelas II SD).

Untungnya, kata Suwirta, sang istri dan anak-anak memahami tugas serta tanggung jawab suami dan ayah mereka sebagai Bupati. Sang istri setia mengurus buah hatinya di rumah. “Namun, saya merasa bersalah juga karena jarang bertemu dengan anak-anak. Ini akan saya jadikan evaluasi supaya tugas tetap berjalan dengan baik dan keluarga juga tertata dengan baik,” jelas Bupati yang pernah sukses mendandani Koperasi Pasar Srinadi, Klungkung ini. *wa

Komentar