nusabali

Ke Sekolah Jalan Kaki 6 Km

  • www.nusabali.com-ke-sekolah-jalan-kaki-6-km

Meski hidup dari keluarga miskin, Ni Putu Yuliantari,16, tidak patah semangat untuk menuntut ilmu.

Anak Miskin di Desa Peninjoan, Tembuku, Bangli

BANGLI, NusaBali
Anak yang duduk di kelas XI Jurusan Farmasi SMKN 1 Tembuku, Bangli ini rela ke sekolah dengan berjalan kaki. Jaraknya hampir 6 km dari rumahnya di Banjar Pulesari Kangin, Desa Peninjoan, Kecamatan Tembuku, Bangli, ke SMKN 1 Tembuku di Desa Bangbang, Kecamatan Tembuku, Bangli.

Ditemui di rumahnya, Yuliantari mengaku berangkat ke sekolah pukul 05.30 Wita. Dia tak punya sepeda motor, seperti anak lainnya. Tak jarang teman yang merasa kasihan, mau memboncengnya. "Pas di jalan ada teman yang mau bonceng, saya ikut. Kalau tidak ada harus jalan kaki sampai sekolah," ujarnya.

Begitu pula, saat pulang sekolah, dia kembali berjalan kaki hampir 6 km. Kadang ke sekolah tanpa bekal atau uang saku. "Kalau jam istirahat saya hanya di kelas saja, kalau tidak baca-baca buku," ujarnya.

Dia mengakui ada saja teman yang berbaik hati membagi makanan, seperti roti. Tidak jauh berbeda dengan dua adiknya, Ni Kadek Sinta Anjani,9, dan Ni Komang Suci Sucipta,8, sekolah di SDN 4 Peninjoan. Keduanya harus berjalan kaki sekitar 3 ke sekolah. Agar punya uang saku, mereka rela bekerja di rumah warga di Dusun Kebon, Desa Penijoan, untuk membuat canang. Ibu anak tersebut, Ni Kadek Ngetis menangis menceritakan kondisi keluarganya. Sebagai buruh serabutan, dia hanya punya penghasilan

Rp 10.000 – Rp 25.000/hari. Dia mengaku sempat datang ke sekolahnya Yuliantari untuk meminta izin agar anak bisa berhenti sementara bersekolah. "Saya merasa tidak mampu menanggung biaya sekolah. Maunya saya ajak kerja anak saya, setelah ada uang baru sekolah dilanjutkan. Tapi pihak sekolah tidak mengizinkan, katanya kasian kalau anak saya berhenti sekolah," ungkapnya dengan derai air mata.

Sekolah pun memberikan keringan biaya SPP selama kelas XI. Namun sebentar lagi Yuliantari akan mengikuti praktik kerja dan pasti perlu biaya. "Katanya, praktik di RS Bangli. Saya masih bingung biaya gimana, kendaraan tidak ada, kalau kos biaya juga tidak ada,"ujarnya.

Dia juga kebingunan untuk membayar hutang Rp 71 juta, tersebar di beberapa tempat. Antara lain, di LPD Pulesari dan KSP Surya Multidana Klungkung. Hidupnya makin berat sejak ditinggal sang suami, I Komang Tegteg sekitar tiga tahun lalu. Namun karena demi anak-anak, dia mencoba bertahan, meski dalam keterbatasan. Dulu dia dan suaminya berjualan di Denpasar, namun karena kena musibah dirampok orang, maka mereka didera hutang.

Mereka pun pulang kampung dan membangun rumah dengan uang pinjaman. Setelah rumah jadi, suaminya meninggal karena sakit jantung. "Kesana kemarin saya ngutang, kadang untuk membeli beras saya harus ngutang," ucapnya.

Untuk air konsumsi, keluarga ini mencari di sungai. Yuliantari mencari air dengan membawa jerigen isi 30 liter. Listrik memakai sambungan dari tetangga dengan saja setiap bulan membayar Rp 20.000 - Rp 25.000.

Ngetis juga ngadas (memelihara sapi milik orang). Selama ini, dia belum mendapat bantuan raskin atau pun jaminan kesehatan. Kepala Dusun Pulesari Ketut Wika mengakui, Kadek Ngetis belum masuk rumah tangga miskin. Pihaknya sudah mengajukan nama, namun belum turun. "Kami sudah ajukan untuk perubahan data, namun yang keluar nama yang dulu, kami juga bingung dengan kondisi ini," ujarnya. *e

Komentar