nusabali

Status Siaga Gunung Agung, Upaya Membersihkan Cuntaka

  • www.nusabali.com-status-siaga-gunung-agung-upaya-membersihkan-cuntaka

Inilah hasil penerawangan niskala Jro Mangku Gede Wangi terkait status siaga Gunung Agung di Karangasem.

Hasil Penerawangan Jro Mangku Gede Wangi


AMLAPURA, NusaBali
Pamangku Pura Sad Kahyangan Lempuyang, Desa Pakraman Purwayu, Kecamatan Abang, Karangasem ini mengingatkan status siaga merupakan upaya membersihkan akumulasi cuntaka (kotor secara niskala) di Gunung Agung.

Jro Mangku Wangi menyatakan, Gunung Agung disebut cuntaka karena selama ini silih berganti datang wisatawan mendaki gunung tertinggi di Bali tersebut. Nah, wisatawan yang mendaki itu belum tentu datang dengan pikiran yang bersih. “Lagipula, pula secara fisik, belum tentu mereka bersih,” jelas Jro Mangku Wangi saat dikonfirmasi NusaBali di kediamannya, Selasa (19/9).

Bukan tak mungkin, wisatawan yang mendaki Gunung Agung, terutama perempuan, dalam kondisi sedang datang bulan. Jadi, bagi mereka yang cuntaka dan memiliki pikiran kurang bersih, hendaknya jangan memaksakan diri mendaki Gunung Agung yang amat disucikan selama ini.

Pasalnya, kata Jro Mangku Wangi, Gunung Agung merupakan hulu Pulau Bali dan selama ini disucikan. Di samping itu, Gunung Agung juga merupakan kepalanya Pulau Bali. "Mendaki kepala yang disucikan, mestinya perlu pikiran yang suci pula. Apalagi, secara fisik mereka datang kurang bersih, itu yang menyebabkan Gunung Agung jadi cuntaka," tandas Jro Mangku Wangi.

Dia menyebutkan, kepala manusia saja tidak sembarang bisa dijamah dengan tangan, apalagi diinjak. Begitu juga Gunung Agung, yang merupakan lambang kepala Pulau Bali dan simbol pendakian spiritual, sebagai benteng niskala Pura Besakih dan Pura Pasar Agung.

Selain itu, dalam setiap menggelar upacara nyegara gunung, manakala hendak ada Karya Agung di Pura Besakih dan sejenisnya, ritual mulang pakelem harus dilakukan di kawah puncak Gunung Agung. “Saat menggelar upacara mulang pakelem, dipastikan semua umat sedharma datang dengan pikiran yang suci, ditandai melakukan pamuspan,” katanya.

Menurut Jro Mangku Wangi, beda lagi dengan wisatawan, yang datang mendaki Gunung Agung belum tentu dengan pikiran suci. "Wisatawan dalam keadaan kotor naik Gunung Agung, itulah sebagai penyebab terjadinya cuntaka."

Atas dasar itu, Jro Mangku Wangi mengatakan status siaga merupakan upaya niskala untuk membersihkan cuntaka Gunung Agung. Selama ini, wisatawan tidak paham kalau Gunung Agung itu disakralkan, apalagi di lerengnya ada banyak pura. Lagipula, di pertengahan Gunung Agung juga ada tempat mohon tirtha, namanya Telaga Emas yang airnya tidak pernah surut.

Sementara itu, Ketua Majelis Alit Desa Pakraman (MADP) Kecamatan Bebandem, Karangasem, I Nyoman Ganti, menyatakan penjaga Gunung Agung merasa kurang nyaman atas kedatangan wisatawan dengan kondisi kurang bersih secara fisik dan pikiran. Salah satu penjaga Gunung Agung berwujud bojog petak (kera warna putih). "Penjaga Gunung Agung itulah yang merasa kurang nyaman jika ada pendaki dengan pikiran dan kondisi fisik kurang bersih," jelas Nyoman Ganti yang juga Bendesa Pakraman Kastala, Desa/Kecamatan Bebandem, Selasa kemarin.

Sebaliknya, Pamangku Pura Pasar Agung di Banjar Sogra, Desa Sebudi, Kecamatan Selat, Karangasem, Jro Mangku Gede Umbara, mengatakan penjaga Gunung Agung berupa bojog petak dulunya kerap menampakkan diri. Namun, belakangan bojog petak tidak pernah muncul. "Jika bojog petak muncul, itu biasanya pertanda baik dan selamat. Bojog petak itu kan lambang Hanuman," tandas Jro Mangku Umbara. *k16

Komentar