nusabali

Pastika : Dharma Negara Harus Sejalan dengan Dharma Agama

  • www.nusabali.com-pastika-dharma-negara-harus-sejalan-dengan-dharma-agama

HUT Ke–59 Pemprov Bali, Pejabat dan ASN Dapat Siraman Rohani 

DENPASAR, NusaBali

Para pejabat dan aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Provinsi Bali menerima siraman rohani dari Ida Pedanda Gede Putra Kekeran dalam rangka merayakan hari ulang tahun (HUT) ke – 59 Pemprov Bali.

Gubernur Made Mangku Pastika secara khusus menghadirkan Ida Pedanda Gede Putra Kekeran dari Geriya Kekeran, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, untuk memberikan siraman rohani dan pencerahan bagi ASN Pemprov Bali.

”Dharma negara harus sejalan dengan dharma agama. Seharusnya sejalan dengan nilai- nilai agama. Jadi berpasangan. Tidak ada dikotomi,” ujar mantan Kapolda Bali ini di Gedung Ksirarnawa Taman Budaya Denpasar, Sabtu (12/8).

Pastika meminta pejabat dan staf Pemprov Bali sebagai abdi negara yang bekerja untuk rakyat, setelah mendapat siraman rohani dari sulinggih bisa bekerja lebih baik dengan melaksanakan ajaran agama dalam bertugas. ”Program Bali Mandara yang sekarang berjalan untuk kesejahteraan masyarakat dan memerangi kemiskinan sejalan dengan ajaram agama. Makanya apa yang diberikan sulinggih disimak dengan baik dan laksanakan,” tandas Pastika.

Ida Pedanda Kekeran mengapresiasi pelaksanaan berbagai program Bali Mandara yang difokuskan pada upaya pengentasan kemiskinan. Menurutnya, membantu masyarakat ke luar dari garis kemiskinan merupakan aktualisasi yadnya dalam arti luas, dan sangat sejalan dengan ajaran agama Hindu. Ida Pedanda kurang sependapat dengan konsep agama yang seolah hanya difokuskan pada kegiatan seremonial dan pengucapan mantra.

“Bakti yang ditunjukkan dengan seremonial dan mantra itu pemahaman yang menurut saya terlalu sempit. Meskipun itu tidak salah,” ujar Ida Pedanda.

Menurut Ida Pedanda, umat Hindu hendaknya mengaktualisasikan bakti dan yadnya secara universal. “Bantu rakyat dan bumi untuk bahagia, ubah gelap menjadi terang, sedih menjadi senang, dan ringankan beban orang lain. Itulah makna yadnya yang sesungguhnya,” tegas Ida Pedanda.

Ida Pedanda memberikan tuntunan kepada ASN Pemprov Bali, bahwa mengacu pada konsep yadnya, manakala manusia sudah sampai pada level utama, maka dia akan selalu ingin memberi dan menolong orang lain dengan tulus. “Untuk jadi manusia utama, mari kita kurangi keinginan untuk meminta dan perbanyaklah memberi atau menolong,” tutur Ida Pedanda.

Selain itu, untuk menjadi manusia utama, kata Ida Pedanda, umat perlu meningkatkan keunggulan dan kualitas diri. Sebab SDM berkualitas rendah selamanya hanya akan menjadi beban bagi keluarga, masyarakat, negara, dan alam semesta.

“Kalau kita masih jadi beban, bagaimana kita mampu memberi atau menolong yang lain. Keunggulan dan kualitas itu mutlak dan hal ini dijelaskan dalam Weda,” ujar Ida Pedanda.

Ida Pedanda menuturkan, pelaksanaan Program Bali Mandara yang fokus pada upaya mengubah nasib masyarakat miskin sangat sejalan dengan ajaran agama. Salah satu program yang cukup menyita perhatiannya adalah keberadaan SMAN/SMKN Bali Mandara. Sebab program ini sejalan dengan upaya peningkatan kualitas SDM. Ia lantas mengutip sebuah sloka yang menyebut keutamaan seorang anak yang suputra (berkarakter baik, Red). “Orang yang menunjukkan rasa bakti dengan membuat 100 banten kalah dengan seorang yang menyumbang satu sumur untuk mereka yang kekurangan air. 100 sumur kalah dengan satu dam, dan 100 dam kalah dengan satu anak yang suputra,” ujarnya. Sloka itu  memiliki makna, seorang anak yang suputra merupakan SDM yang bisa membawa kemajuan untuk banyak orang.

Ida Pedanda juga menyinggung munculnya keluhan umat yang menilai agama Hindu dan desa pakraman itu rumit dan menjadi beban. Menurut Ida Pedanda, fenomena ini disebabkan kesalahan konsep berpikir. Agar pemahaman umat tak makin menyimpang, Ida Pedanda menyarankan agar pemimpin turun tangan membedah persoalan ini. Ida Pedanda menjelaskan tentang alam semesta yang berproses pada tiga tahap, yaitu atita (masa lampau), wartamana (masa kini), dan anaghata (masa yang akan datang). Ia mengingatkan agar umat senantiasa bersyukur atas segala tahap kehidupan. “Mungkin sebagian orang mengalami sesuatu yang tak menyenangkan di masa lampau ataupun masa sekarang. Tak usah disesali karena apa yang kita terima sekarang merupakan konsekwensi masa lampau,” ujar Ida Pedanda. *nat

Komentar