nusabali

Air dalam Istiadat Beragama Hindu

  • www.nusabali.com-air-dalam-istiadat-beragama-hindu

Berbagai jenis air diciptakan Sang Causa Prima. Ada air suci, air mata, air danau, dan sebagainya. Sifat air asalinya adalah lembut dan mengalir.

Prof Dewa Komang Tantra MSc PhD

Pemerhati Masalah Sosial dan Budaya

Ada adagium menyebutkan ‘air yang tenang jangan dikira tidak berbahaya’ atau sebaliknya ‘air beriak tanda tak dalam’, dan seterusnya.

Tidak salah kalau PKB ke-39 ini bertemakan air. Dengan sarana air, yang tergerai akan disatukan. Atau, yang tergolek akan bangkit kembali, keanekaan disfungsional akan menjadi ketunggalan fungsional. Itulah salah satu hakikat baik dari air yang mempersatukan.

Tetapi, air bisa sangat berbahaya akibat perlakuan salah manusia. Ini bisa terjadi dikarenakan bentuk sempurna air adalah heksagonal (Masaru Emoto, 2014). Masaru Emoto lahir 22 Juli 1943 dan meninggal pada 17 Oktober 2014.Dia adalah seorang  peneliti dari Hado Institute di Tokyo, Jepang. Pada tahun 2003 yang melalui penelitiannya mengungkapkan suatu keanehan pada sifat air.

Air heksagonal ialah air yang sangat penting bagi kesehatan karena efek bentuknya. Air berperan sebagai antioksidan dengan mengikat radikal bebas H+ dan OH-. Perlakuan baik terhadap air, seperti memberikan doa (mantra-mantra yang positif), akan menghasilkan bentuk heksagonal yang indah. Air yang mendapat respons positif memiliki potensi berupa gelombang energi yang berpengaruh. Sebaiknya, ulah manusia yang jelek, seperti membuang sampah mengotori sungai, akan mendatangkan banjir. Atau, penebangan hutan sembarangan akan mendatang tanah longsor.

Sejalan dengan pemikiran Masuro Emoto, pertalian antara agama Hindu dengan adat istiadat setara dengan bentuk air heksagonal. Apabila adat istiadat diberi energi negatif, maka potensi kebudayaan adiluhung akan terhambat. Sebaliknya, adat istiadat yang sudah berjalan diberi perlakuan baik, maka krama Bali akan terhindarkan dari pertentangan. Artinya, yang mampu melakukan acara dengan kemampuannya, tetapi yang tidak mampu jangan mencoba sesuatu yang mustahil.

Secara ilmiah, air yang didoakan akan berbentuk kristal yang amat indah. Sesungguhnya, tubuh manusia terdiri dari 70 persen air. Sejalan dengan pemikiran Masuro Emoto di atas, apabila tubuh diperlakukan dengan baik, maka tubuh dan rohani kita akan menjadi berkarakter bagus. Apabila tubuh dipenuhi dengan sampah atau limbah kimia, maka ia tidak akan memberikan kehidupan yang bagus, bahkan mendatangkan bencana.

Adat istiadat Hindu mengandung air kearifan lokal yang amat adiluhung. Apabila adat istiadat tersebut diperlakukan dengan kerangka Tri Kaya Parisudha, maka adat istiadat tersebut akan memberi kehidupan yang baik. Lebih-lebih lagi, apabila adat istiadat tersebut dialiri dengan dharma, maka dinamisasi kehidupan krama Bali akan lebih terjamin. Jadi, sikap deterministik terhadap perilaku A atau B akan memperpekat konflik. Sama halnya dengan adat tersebut, apabila diperdengarkan musik yang merdu, maka kristal adat akan berfungsi menjadi obat atau yang ‘un-reachable’ menjadi ‘reachable’.

Perlu disadari Bali tidak mempunyai sumber daya selain adat istiadat dan kebudayaan. Jadi, dapat dikatakan bahwa adat istiadat merupakan faktor terbesar pembentuk tubuh dan jiwa Bali. Adat istiadat juga merupakan penyembuh yang dapat disalurkan ke dalam pikiran krama Bali. Krama Bali seyogyanya dapat menumbuhkan cinta dan rasa terima kasih dalam diri terhadap adat istiadatnya. Seperti halnya dengan air, adat istiadat merupakan terobosan gemilang yang melarutkan kristal sains ke dalam samudra spiritualitas. Pada intinya, sains dan teknologi adalah kendaraan untuk menggapai tujuan kebebasan hidup.

Tirta-tirta adat istiadat yang diberikan mantra-mantra positif merupakan perlakuan positif. Kritik dan pengingkaran terhadapnya merupakan perlakuan negatif yang dapat menggoyahkan sendiri-sendi kebudayaan. Semoga perdebatan tentang dominasi kerangka Hindu, yaitu, tattwa, susila, dan acara dapat diminimalkan demi keajegan dan kesejahteraan Bali.

Komentar