nusabali

48 Tahun Hibur Wisatawan dengan 'Pangeran Kodok dan Putri Raja'

  • www.nusabali.com-48-tahun-hibur-wisatawan-dengan-pangeran-kodok-dan-putri-raja

Sekali pentas menghibur wisatawan, Sekaa Genggong Batur Sari patok tarif Rp 4 juta, yang hasilnya dibagikan kepada sekitar 30-an personel penabuh dan pragina

Sekaa Genggong Batur Sari dari Banjar Tengah, Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, Gianyar


GIANYAR, NusaBali
Sekaa Genggong Batur Sari di Banjar di Banjar Tengah, Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, Gianyar termasuk grup kesenian spesial. Selain sudah eksis selama 48 tahun sejak didirikan pada 1969, grup kesenian yang dipimpin Jro Mangku Nyoman Artika SPd ini juga setia menghibur wisatawan dengan pertunjukan berjudul 'Pangeran Kodok dan Putri Raja'.

Selama 48 tahun kesistensinya, Sekaa Genggong Batur Sari telah menjelajah hampir semua hotel dan vila ternama di Bali, buat memenuhi undangan pentas menghibur wisatawan. Mereka menghibur wisatawan yang berlibur ke Bali, dengan suguhan pertunjukan 'Pangeran Kodok dan Putri Raja' yang kerap disebut Arja Godogan. Sedangkan alat musik yang ditabuh Sekaa Genggong Batur Sari untuk mengiringi pentas ‘Pangeran Kodok dan Putri Raja’ terdiri dari genggong, enggung, kendang, seruling, cengceng, klenang, gong pulu, dan tawa-tawa.

Pertunjukan 'Pangeran Kodok dan Putri Raja' ini mengisahkan tentang seekor Godogan (Kodok) yang sebenarnya merupakan alih rupa Pangeran Kerajaan Jenggala yang senang berburu. Suatu ketika, terjadi musibah meletusnya Gunung Kelud yang mengakibatkan hilangnya Pangeran Jenggala. Selang beberapa tahun kemudian, Pangeran Jenggala disebut-sebut menjelma jadi Godogan.

Dalam wujudnya sebagai Godogan inilah, terjadi pertemuan antara Pangeran Jenggala dengan seorang Putri Kerajaan Daha. Kemudian, muncul keinginan Godogan me-mpersunting sang putri untuk jadi istrinya. Gayung pun bersambut, sang putri menerima lamaran Godogan.

Namun, karena malu memiliki paras yang buruk, Godogan kemudian minta izin untuk melakukan meditasi. Dalam meditasinya, Godogan bertemu dengan Dewi Gangga, yang akhirnya menganugerahkan keajaiban. Godogan kembali berubah wujud jadi manusia berparas tampan, sebagaimana Pangeran Jenggala dulu.

Pada akhir cerita, Pangeran Jenggala dan Putri Daha hidup bahagia sebagai suami istri, setelah membangun Kerajaan Kahuripan. Pertunjukkan singkat ‘Pangeran Kodok dan Putri Raja’ yang dibawakan Sekaa Genggong Batur Sarii selalu diakhiri tarian sukacita, dengan mengajak serta wisatawan menari bersama, sehingga terjadi interaksi antara pragina (penari) dan penonton.

Berkat pertunjukan dengan lakon 'Pangeran Kodok dan Putri Raja', Sekaa Genggong Batur Sari telah diundang pentas menghibur hotel dan vila-vila ternama di Bali. Di antaranya, Hotel Kartika Plaza, Hotel Seraton, Vila Kahyangan, Puri Taman Sari Mengwi, hingga Long House Villa.

Selain dipentaskan untuk kepentingan menghibur wisatawan, lakon 'Pangeran Kodok dan Putri Raja' persembahan Sekaa Genggong Batur Sari juga pernah dipentaskan untuk kepentingan wali (piodalan) di Pura Desa Pakraman Batuan. Sekaa Genggong Batur Sari sering mendapatkan kesempatan untuk tampil di ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) di Taman Budaya Art Centre Denpasar.

“Untuk pentas wali, ceritanya dibuat agak panjang. Selain itu, personelnya juga ditambah dalam bentuk arja,” ungkap Kelian Sekaa Genggong Batur Sari, Jro Mangku Nyoman Artika, saat ditemui NusaBali di kediamannya Banjar Tengah, Desa Batuan, Selasa (16/5).

Khusus untuk pentas menghibur wisatawan, Sekaa Genggong Batur Sari mematok tarif Rp 4 juta dalam sekali tampil. Pendapatan dari arena pentas selanjutnya dibagikan kepada sekitar 30-an personel Sekaa Genggong Batur Sari, yang terdiri dari penabuh dan penari.

Menurut Jro Mangku Artika, sebagian di antara personel Sekaa Genggong Sari merupakan anak-anak, yang berperan sebagai penari Katak. “Dalam setiap pementasan, anak-anak yang terlibat berkisar antara 5 sampai 7 orang,” jelas bapak 4 anak dari pernikahannya dengan Ni Wayan Pica ini. Para personel Sekaa Genggong Batur Sari bukan hanya berasal dari Banjar Tengah, namun beberapa banjar di Desa Batuan.

Yang menarik, dari Sekaa Genggong Batur Sari adalah regenerasi penari yang tidak pernah terputus. Setiap waktu, selalu saja ada generasi baru yang bersedia untuk melanjutkan kesenian tradisional ini. Itu sebabnya, Jro Mangku Artika tidak pernah merasa khawatir kesenian ini akan punah.

Bahkan, kata dia, minat generasi muda di Desa Batuan untuk ikut pentas Sekaa Genggung Batur Sari cukup tinggi. Anak-anak yang baru berusia 5 tahun pun sudah tertarik untuk menari Katak. “Pasca Bom Bali I 2002, kesenian ini memang sempat drop. Tapi, lambat laun kembali bangkit hingga saat ini. Ada saja permintaan pentas,” terang Jro Mangku Artika, mantan Kepala SDN 3 Melinggih Kelod, Kecamatan Payangan, Gianyar yang kini ngayah sebagai pamangku Pura Anggara Kasih di Banjar Pekandelan, Desa Pakraman Batuan.

Sekadar dicatat, genggong merupakan musik instrumental tradisional Bali yang sangat langka. Sebagaimana dikutip dari artikel Genggong (Bali), genggong adalah salah satu instrumen getar yang unik. Keunikannya terletak pada suara yang ditimbulkannya, yang bila dirasakan memberi kesan mirip seperti suara Katak sawah sambil bersahut-sahutan di malam hari. Keunikan lainnya adalah memanfaatkan rongga mulut orang yang membunyikannya sebagai resonator.

Memang alat musik genggong ini dibunyikan dengan cara mengulum (yanggem) pada bagian yang disebut palayah-nya. Jari tangan kiri memegang ujung alat sebelah kiri, sementara tangan kanan menggenggam tangkai bambu kecil yang dihubungkan tali benang dengan ujung alat di sebelah kanan. Untuk membunyikannya, benang ditarik-tarik ke samping kanan agak menyudut ke depan, tapi tidak meniupnya. Rongga mulut hanya sebagai resonator, dibesarkan atau dikecilkan sesuai dengan rendah atau tinggi nada yang diinginkan.

Bahan untuk membuat genggong adalah pelepah pohon enau, yang di Bali disebut ‘pugoug’. Pelepah dipilih yang cukup tua dan kering, lebih diutamakan yang mengering di batangnya sendiri. Kulit luarnya dibuat irisan penampang segi empat panjang, dengan ukuran 20 cm x 2 cm. Bagian dalam yang lunak dibersihkan hingga tinggal luarnya yang keras setebal 0,25 cm.

Palayah atau bagian instrumen yang bergetar terletak di tengah-tengah irisan yang kedua ujungnya berjarak dua cm dari batas ujung penampang irisan. Lebar palayah 0,5 cm. Palayah terdiri dari badan palayah dan ujung palayah yang berada atau mengarah ke bagian kiri irisan. Ujung palayah ini diusahakan setipis mungkin dengan lebar kira-kira 1 cm. Demikian pula bagian badan palayah dibuat tipis, kira-kira 2 cm, sementara di bagian atasnya dibuat tetap tebal.

Selanjutnya, pada ujung kanan irisan penampang dibuat lobang tempat tali benang, panjangnya sekitar 5 cm. Benang itu diikatkan pula pada setangkai bambu bundar yang kecil, sepanjang 10 cm. Waktu membunyikan genggong, tangan kanan memegang tangkai tersebut secara vertikal untuk menarik benang hingga palayahnya tergetar. *nvi

Komentar