nusabali

Ganjil

  • www.nusabali.com-ganjil

Awalnya adalah bilangan ganjil, karena satu itu ganjil, baru kemudian disusul dengan dua, genap.

Aryantha Soethama


Pengarang


Banyak orang menyukai yang genap, tidak berarti mereka tidak suka yang pertama, tetapi karena genap lebih memberi arti pada keadilan, kebersamaan, keseimbangan. Jika ganjil, banyak orang yakin sulit mencapai keselarasan, mustahil mencapai harmoni, karena harus ada satu lebih berat, lebih banyak dibanding yang lain.

Jika banyak orang ditanya, lebih suka mana, bilangan ganjil atau genap, pasti tidak sama jawaban yang dilontarkan. Tentu berbagai alasan disodorkan terhadap pilihan-pilihan itu. Tapi, pasti juga banyak yang tidak mempersoalkan yang mereka miliki itu genap atau ganjil. Pasti banyak yang berkomentar, “Memangnya beda seberapa sih duit seribu dengan sembilan ratus sembilan puluh sembilan rupiah? Bedanya kan cuma serupiah.”

Mereka yang fanatik pada angka-angka pasti mempersoalkan kekurangan serupiah itu. “Duit tak bakalan menjadi sejuta kalaupun kurang cuma satu rupiah. Sejuta ya harus sejuta. Karena itu genap itu sama penting dengan ganjil.”

Bagi orang Bali, benarkah genap sama saja maknanya dengan ganjil? Banyak orang Bali yang mempelajari filosofi tradisi menemukan, bilangan ganjil itu acap kali lebih punya makna dibanding genap. Banyak orang Bali yang berpendapat bilangan ganjil itu lebih sakral, lebih bertaksu, lebih angker. Bilangan genap itu terasa lebih lembek, lebih profan, lebih duniawi.

Ada yang berpendapat, mereka yang suka duit, senang melakukan kegiatan rugi-laba, kegiatan duniawi, lebih menyukai bilangan genap. Seakan genap itu lebih punya peluang untuk dilipatgandakan, lebih cepat berbiak. Dalam ilmu akuntansi dikenal debet-kredit, sesuatu yang keluar harus diperjelas dengan pemasukan. Keseimbangan debet-kredit itu dicapai dengan menambah atau mengurangi agar menjadi sesuai. Dan sesuai itu berarti kolom kiri harus sama dengan kolom kanan. Kalau beda harus disamakan, tidak boleh timpang, karena akan menimbulkan masalah.

Mereka yang senang pada pergolakan, justru lebih memilih ganjil. Karena ganjil menimbulkan ketidakseimbangan, membangkitkan kreativitas. Mereka yang tidak suka diam pasti menyukai ganjil. Genap itu bikin mengantuk, nyaman terayun-ayun, terbuai. Angin berhembus karena ada perbedaan tekanan. Tak ada tekanan, tak ada gerakan. Tak ada ganjil tak pula ada dinamika. Masyarakat yang tenang, kalau ingin dibuat bergolak, mesti dibuat tidak seimbang, harus ganjil.

Dalam tradisi Bali, dikenal angka-angka ganjil yang bermartabat dan menjadi pegangan hidup. Kerangka agama Hindu terdiri dari tiga penopang utama: filosofi, upacara, etika. Padahal kalau ditopang empat pilar tentu akan seimbang. Tapi orang Bali menilai justru tiga tiang utama sudah cukup, dan tiga itu sakral.

Orang Bali juga mengenal tri murti, tri hita karana, tri kaya parisudha, dan banyak tri lagi kalau ditelusuri. Mereka juga mengenal tiga hal pokok yang dialami manusia: lahir, hidup, dan mati. Orang Bali dikenal mencintai sepenuh hati bilangan-bilangan ganjil tiga ini. Bung Karno menggali kekayaan bumi Indonesia dan memperoleh angka ganjil, lima zat utama Pancasila.

Jika ditelusuri lebih jauh dan dalam, banyak sekali bilangan-bilangan ganjil yang muncul dalam filosofi tradisi Bali. Dalam ilmu angka-angka dikenal bilangan prima, bilangan ganjil yang hanya habis dibagi oleh bilangan itu sendiri. Tak semua bilangan ganjil adalah bilangan prima, tapi bilangan prima itu pasti ganjil. Masuk akal juga jika ada yang berpendapat, bilangan ganjil itu lebih berwibawa, bilangan sakti. Bukankah senjata sakti milik Siwa bernama trisula, tiga mata tombak yang menyatu.

Tapi, di luar pengertian bilangan, ganjil berarti aneh, tidak wajar. Kadang juga diberi pengertian sebagai sesuatu yang seronok. Ganjil jua bisa berarti lain dari yang lain, unik. Banyak orang suka yang ganjil, karena keganjilan, keunikan, hanya bisa dilakukan oleh orang-orang unik juga, oleh mereka yang kreatif. Orang-orang genius sering disebut sebagai manusia ganjil, aneh-aneh, tidak lazim. Dunia ini sesungguhnya diurus, dikembangkan, oleh orang-orang ganjil itu. Jika tak ada orang ganjil dunia terasa hambar. Tapi, jumlah mereka jangan kebanyakan, dunia bisa gila kalau terlalu banyak orang aneh.

Boleh jadi mereka yang punya IQ tinggi, adalah mereka yang lebih senang dengan bilangan ganjil dibanding yang suka bilangan genap. Mereka yang dengan inteligensia tinggi, kaum cerdik pandai, suka aneh-aneh, sering merepotkan, acap kali merupakan kaum yang kaya kreativitas, adalah orang-orang ganjil. Mereka tak takut miskin, karena kreativitas, keganjilan, keanehan, akan menyelamatkan hidup mereka.

Belakangan banyak komentar muncul, dunia ini kian ganjil, semakin aneh. Tak ada yang bilang dunia ini kian genap. *

Komentar